"Ayo kita bercerai.." Eiser mengucapkannya dengan suara pelan. Kalea tersenyum, menelan pahitnya keputusan itu.
"Apa begitu menyakitkan, hidup dan tinggal bersama sama denganku?" tanyanya, kemudian menundukkan kepalanya. "Baik, aku akan menyetujui perceraiannya, tapi sebelum aku menyetujuinya, tolong beri aku waktu sebulan lagi, jika dalam waktu sebulan itu tidak ada yang berubah, maka kita resmi menjadi orang asing selamanya.."
Eiser mengangguk, keputusannya sudah bulat. Bagi Eiser, waktu sebulan itu tidak terlalu lama, dia akan melewati hari hari itu seperti biasanya, dan dia yakin tidak ada yang berubah dalam waktu sesingkat itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Egaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Hari ketiga, hari terakhir dan juga kesempatan terakhir untuk Kalea. Seperti biasa, dia tidak bisa menemui Eiser, bahkan kali ini dia hanya bisa makan dikamar pribadinya saja.
Terkurung seperti burung dalam sangkar, Kalea mulai naik darah. Rasa kesal dan frustasi menjadi satu, dia tidak ingin Eiser mati karena hal yang sia sia.
Waktu terus berlalu, akhirnya Kalea menyerah. Malam pun tiba. "Nona.. anda belum makan dari pagi.. tolong, makanlah sedikit nona.." ucap pelayan itu.
"Tidak, aku tidak ingin memakannya!" tulis Kalea.
"Kalau boleh tau, apa ada alasannya nona?"
Kalea bangun dan menunjukkan tulisannya lagi. "Itu karena, rasanya sangat tidak enak!" Kalea menulis dengan wajah yang sedih dan kesal.
Pelayan itu tersenyum canggung, dia telah mencicipi sedikit makanannya. Semua makanannya terasa aneh dan mengerikan. 'Ugh! pencernaanku..'
Karena keributan semalam, Fiona dipindahkan ke dapur untuk sementara waktu. Mereka dipisahkan dan tidak bisa bertemu selama waktu itu.
"Haa.." pelayan itu menghela nafasnya. "Maaf nona.. mungkin karena Fiona yang memasaknya.." kemudian dia memperbaiki ucapannya. "Maksudku, mungkin dia belum terbiasa di dapur.."
"Benar!"
"Nona.. aku bisa saja kembali ke dapur dengan alasan kau tidak bisa memakan makanan yang dimasaknya, tapi.. berjanjilah satu hal padaku." pintanya.
Kalea menganggukkan kepala tanda setuju.
"Berjanjilah untuk tetap berada disampingku, saat aku sedang menyiapkan makanannya, nona hanya perlu duduk manis menungguku, itu tidak akan lama, aku hanya khawatir nona.. saat aku menyiapkan makanan dan meninggalkanmu sendiri dikamar ini, nona akan melarikan diri lagi seperti yang terjadi sebelumnya, karena itu.. aku akan membawa nona bersamaku ke dapur!"
"Baiklah! Itu tidak akan terjadi lagi, karena aku benar benar ingin makan sekarang,, kau tidak dengar suara perutku yang terus terusan berbunyi ini?" tulisnya lagi dan menunjuk ke arah perutnya.
Pelayan itu menatapnya dengan tatapan curiga.
"Kau bisa mengikat tanganku! Ini.. lakukan, lakukan saja!" tulisnya, mengulurkan tangan ke arah pelayan itu.
"Kalau begitu aku akan mengikatnya.."
Setelah mengikat sebelah tangan Kalea, talinya dia lilitkan pada pinggangnya. Kemudian mereka berdua pun berjalan menuju dapur. Semua orang memberi jalan padanya, Kalea akhirnya mengerti, selain Fiona.. ada Karmila yang bisa dia percaya. Karmila sangat suka memasak, karena itu dia bisa memasak banyak hidangan dalam waktu yang sangat singkat.
"Fiona" teriak Kalea tanpa suara.
"Nona!!" mereka pun berpelukan seperti saudara, hal itu membuat Karmila sedikit tersentuh.
'Nona Kalea tidak memandang status dalam memilih teman.' ucap Karmila dalam hati.
"Mengapa nona bisa kesini?" tanya Fiona.
"Itu karena masakanmu tidak enak!" jawab mereka secara serentak. Fiona pun tertawa mendengarnya, kemudian mereka mulai memasak bersama sama.
Fiona mencuci sayur, Kalea memotong sayurnya dan Karmila memasaknya. Aroma masakan itu menguap, memanggil beberapa penjaga yang menjaga Kalea sebelumnya.
Mereka juga lapar karena aroma masakan itu.
Kalea tersenyum, tanpa mereka sadar.. Kalea telah memasukkan sesuatu ke dalam masakannya, dan Kalea pula, dia juga tidak sadar, ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Hidangan makan malam pun selesai, mereka semua mulai duduk bersama sama dan bersiap untuk makan. Tapi sebelum Karmila makan, seseorang maju dan meminta Kalea untuk mencicipi makanan itu terlebih dahulu.
"Aku mau, nona Kalea yang mencicipi makan malam kita lebih dulu.."
"Mengapa begitu? aku lapar tau!" beberapa orang pun protes dan tak sabaran mau makan.
"Sabarlah! apa kalian tidak takut, makanan kalian di racun oleh seseorang, hah??" tanyanya.
"Apa katanya, racun?" beberapa orang mulai mundur.
Karmila mengetuk kepala orang itu dan berkata. "Apa kau mau mengatakan aku dan Nona Kalea memberi racun dalam makanan ini? Kalau kau tidak mau, kau tidak usah ikut makan!" ucap Karmila.
Sett! Kalea menuliskan sesuatu. "Benar juga katanya, mengingat aku pernah koma karena racun, dia pasti takut aku akan memberinya racun yang sama, aku sangat mengerti, baiklah.. biarkan aku yang pertama mencicipi makanannya!"
Kalea mengambil sendok kemudian mencicipinya, dia terlihat menikmati makanannya, dan tidak terjadi apa apa dengannya. Kalea terus makan dan makan dengan lahap. Semua orang yang melihatnya mulai tak tahan dan mulai ikutan makan bersama sama.
Tak lama dari itu, orang itu pun ikutan makan bersama sama. Walaupun keraguannya masih tebal, namun perutnya tidak bisa berbohong, dia juga lapar. Mereka akhirnya makan hingga habis tak tersisa.
Beberapa orang mulai tumbang. Kalea tersenyum dan mulai bergerak. "Tidur dan istirahatlah.." ucap Kalea sambil memperhatikan Karmila dan Fiona. Kemudian dia beralih ke arah penjaga yang memintanya makan terlebih dulu tadi. "Mungkin kau benar, bisa saja aku memberi kalian racun tadinya.. maafkan aku.." ucap Kalea tanpa suara, dia pun pergi meninggalkan dapur itu.
Kalea berjalan cepat ke arah mansion utama, efek dari obat tidur itu mulai bekerja. Namun Kalea sudah biasa dan bisa mengatasinya, Kalea hanya perlu berkeringat untuk tetap sadar. 'Aku harus tetap sadar!'
"Hei! Siapa disana?!" tanya seorang penjaga.
Kalea lari sekuat tenaga, berlari dan bersembunyi di beberapa tempat yang bisa dia jadikan tempat untuk bersembunyi. Kemudian Kalea melihat ke arah pintu kamar Eiser, disaat bersamaan juga dia ketahuan oleh penjaga.
"Nona Kalea! Berhenti, anda tidak bisa menemui Tuan Eiser!!" teriaknya.
Sementara itu, Eiser sedang duduk dengan piyama putihnya. Memegang botol racun itu dan merenung masa lalunya.
'Demi mengakhiri kesengsaraannya, dia sanggup meneguk racun ini, Kalea.. apa dengan meminum racun ini, kesengsaraan kita bisa selesai?' tanyanya didalam hati.
Perlahan Eiser mendekatkan botol itu ke arahnya, dia mulai membuka tutup botol racun itu dan semakin mendekatkan botol itu padanya.
Namun disaat bersamaan pintu kamarnya terbuka lebar. Brakk!! Suara pintu yang terhempas kuat.
Di ambang pintu itu terlihat seorang wanita dengan gaun tidur yang tipis mendatanginya. Berjalan cepat dan tak karuan. Sett!! Wanita itu merampas botol racun itu dan melemparnya.
Crash!! Botol racun itu pecah, hancur berkeping keping.
Kalea mengunci pergerakan Eiser yang tengah duduk dipojok dinding depan jendela kamarnya. "Sudah ku bilang! Jangan meminum racunnya, bodoh!!" ucapnya dengan lantang, Kalea sedikit terkejut karena suaranya berhasil keluar.
"Bo-bodoh?"
"Ya, kau Eiser! Kau bodoh, saking bodohnya kau buta dengan arah, masa kau tidak bisa membedakan arah yang benar dan yang salah?" tanya Kalea dengan mata yang mulai mengantuk.
"Apa maksudmu?" tanya Eiser lagi.
"Kau ingin meneguk racunnya juga kan? apa kau pikir aku akan membiarkanmu? Tidak akan! Tidak akan pernah! Selagi aku masih ada disini.. aku tidak akan pernah.. membiarkanmu." ucap Kalea, kemudian dia terjatuh di dada bidang Eiser.
Eiser menangkap tubuh itu agar tidak jatuh ke lantai, memperbaiki posisi mereka dengan lebih nyaman. Dia tak menyangka, Kalea nekad mendatanginya dengan gaun setipis ini..
"Apa urat malumu sudah putus, Kalea? Disini masih ada tamu yang menginap.."
"Apa? Ini? sebelumnya aku memakai selendang tau! tapi.. saat aku ketahuan oleh penjaga lain, aku lari dan meninggalkan selendangku disana.. aku malu jika ada yang melihatnya, karena itu.." Kalea berusaha bangun dan melihat Eiser.
Eiser merasa tertekan, wajah Kalea begitu dekat dan melihatnya begitu dalam. Eiser meneguk ludahnya begitu payah.
"Eiser.. Biarkan aku tidur disini bersamamu.." ucap Kalea, kemudian kembali jatuh dalam pelukan Eiser dan tak bersuara lagi.
Eiser terus menahan tubuh Kalea. Pikirannya sedikit terganggu karena wanita yang dia cintai mengatakan sesuatu yang membuatnya terguncang.
"Tidur bersamaku?"
Kalea tidak menjawabnya lagi, hanya dengkuran kecil yang keluar dari bibir polosnya. Eiser sedikit terkejut mendengarnya, kemudian tertawa sendiri. 'Ya Tuhan, jika ini mimpi.. Biarkan aku berada dalam mimpi itu selamanya, melihatnya tidur dalam penjagaanku, itu ialah impianku yang pertama..'
"Nona Kalea!" seorang penjaga muncul diambang pintu dengan memegang selendang milik Kalea.
Eiser menatap tajam arah penjaga itu.
"Maafkan saya Tuan! saya bersalah! I-ini selendang nona Kalea, kalau begitu saya permisi tuan!" Sett! Penjaga itu meletakkan selendang itu dan ingin pergi.
"Tolong tutup pintunya, nona Kalea akan tidur disini bersamaku.." pinta Eiser.
"Baik Tuan!!" pipinya memerah, kemudian dengan cepat menutup pintu kamar itu dan pergi.
.
.
.
Bersambung!