Putri seorang Duke pada zaman abad pertengahan terkejut saat terbangun dari pingsannya di saat pesta debutantenya di kalangan sosialisasi bangsawan kelas atas. Ia kembali mengulang waktu setelah mati dibunuh suami dan selir sang suami saat akan melahirkan bayinya. Sang putri bertekad akan membalas perbuatan mereka dikehidupan lampau dengan pembalasan yang sangat kejam bagi akal sehat manusia pada zaman itu.
Berhasilkah ia membalas kejahatan mereka dikehidupan yang kedua ini?
Akankah ia berhasil menyelamatkan keluarganya dari tragedi pembantaian yang didalangi suaminya di kehidupan lampau?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GadihJambi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aneh
Ruby berjalan keluar aula menuju balkon sambil membawa secangkir sampanye yang isinya masih setengah ditangan kanannya. Ia berdiri di balkon dengan gaya anggun dan berkelas sembari hembusan angin malam menerbangkan anak rambutnya sehingga ia tampak seperti mawar berduri yang hanya bisa dipandang tapi tidak bisa disentuh jika kau tidak ingin terluka oleh durinya.
Dari ekor matanya, Ruby merasakan seseorang berjalan mendekatinya dan ia tersenyum menyeringai sembari menghitung mundur dalam hati.
"Tiga...,dua...,satu, Kena kau, Oscar," batin Ruby tersenyum kecil.
"Halo Lady, tampaknya kau lebih suka ditempat sepi daripada keramaian yang ada didalam sana," tegur seseorang yang sudah Ruby tebak sejak awal.
Ruby pura-pura terkejut sambil sedikit bergeser saat pria itu berdiri sedikit dekat disisinya.
"Oh, Yang Mulia Pangeran kelima, kedatangan anda membuat saya terkejut!" sahut Ruby memainkan perannya dengan wajah dibuat sekaget mungkin.
"Maafkan saya, Lady! Saya tidak sengaja dan tidak berniat mengganggu kesenangan mu di balkon ini," balas Oscar juga berpura-pura dengan tersenyum palsu.
"Tidak apa, Pangeran! Semua orang bebas berada ditempat ini termasuk anda selama pesta berlangsung. Saya hanya kaget saja karena mengira sendirian menikmati hembusan angin malam yang menenangkan hati," jelas Ruby tanpa melihat kearah pria itu.
Oscar tersenyum senang melihat reaksi Ruby yang tidak menolak kehadirannya ditempat itu. Ia bahkan terang-terangan memandang lekat wajah cantik gadis itu yang semakin bersinar terkena pantulan cahaya lampu yang ada diatas pilar-pilar luar balkon.
Ruby kembali meneguk minumannya dengan perlahan sambil melihat pemandangan dibawah sana karena letak aula pesta berada dilantai dua bangunan tersebut.
Ruby pura-pura tidak sadar jika Oscar masih terus menatap dirinya tanpa mengalihkan pandangannya. Tidak ada yang bersuara memulai percakapan karena Ruby memang tidak ingin mengakrabkan diri seperti dimasa lalu.
Ketika dimasa lalu, Ruby langsung terpesona saat pertama kali bertemu Oscar dan membuang rasa malunya dengan mendekati pria itu dan berusaha sekuat tenaga menarik perhatian pria itu ketika pesta berlangsung. Ruby dimasa lalu dengan sengaja menolak ajakan dansa dari sang ayah sebagai pertanda jika dirinya sudah memasuki usia legal dan memilih mengajak Oscar berdansa dengannya. Padahal dansa pertama kali saat pesta debutante dengan sang ayah sudah menjadi tradisi setiap anak perempuan ketika memasuki usia legal. Dimasa lalu Ruby menjadi bahan ejekan dan gosip karena peristiwa itu.
"Ck, sepertinya dimasa lalu otakku benar-benar kotor dan penuh dengan sampah! Bisa-bisanya aku kehilangan akal sehat hanya untuk pria yang tampannya tidak seberapa itu!" umpat Ruby dalam hatinya.
Oscar yang melihat sikap Ruby terlihat santai dan tidak terpengaruh dengan keberadaannya menjadi kesal seketika. Biasanya jika dirinya sudah mendekati para gadis bangsawan, mereka langsung antusias ingin berbicara panjang lebar dan berusaha menarik perhatiannya. Namun tidak untuk Lady Caleste yang berdiri disampingnya, gadis itu asyik dengan dunianya sendiri menikmati cairan sampanye seakan-akan itu minuman yang paling nikmat dan sangat berharga daripada kehadirannya.
"Ah, sial! Kenapa dia diam saja dan tampak tidak peduli dengan keberadaan ku disini? Seharusnya ia tidak pernah diam seperti gadis-gadis yang selama ini mendekatiku seperti lintah. Jangankan mengajakku bicara, menoleh pun ia tidak mau setelah tadi aku berbasa basi menegurnya. Seakan-akan aku makhluk tak kasat mata yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu!" gerutu Oscar dalam hatinya.
Raut wajah Oscar berubah menjadi masam karena kesal dirinya diacuhkan oleh Ruby. Bibirnya gatal untuk protes, tetapi semua itu ia tekan kan karena mendengar suara langkah kaki mendekati balkon.
"Nona muda, anda diminta Yang Mulia Duke untuk kembali kedalam!" ucap Dame Charles yang rupanya datang mendekati mereka berdua.
Pria itu memberikan hormat pada Oscar sebelum ia menyampaikan pesan Duke Caleste.
"Apakah sudah akan dimulai pestanya?" tanya Ruby yang masih kokoh ditempat nya.
"Benar, Nona!" jawab Dame Charles singkat.
Mendengar jawaban Dame Charles, Ruby pun membalikkan badannya dan menyerahkan gelas kosong yang masih ia pegang pada Dame Charles.
"Maaf, Pangeran kelima! Saya mau masuk kedalam aula terlebih dahulu karena pesta sudah akan dimulai," ucap Ruby dengan hormat seraya tersenyum kecil pada Oscar.
"Silakan, Lady! Saya juga mau masuk karena disini mulai dingin dan anginnya juga agak kencang!" sahut Oscar dengan hati yang dongkol.
Ruby mengangguk pelan dan diam-diam tertawa melihat kedongkolan dari mata pria itu sebelum ia pergi ke ruang pesta.
Gadis itu berjalan mendekati sang ayah yang sudah siap berdiri ditengah-tengah aula dengan cahaya lampu menyinari pria itu seorang.
Ruby tersenyum lebar melihat sang ayah mengulurkan tangan kanannya meminta dirinya berdansa sebagai awal pesta dimulai. Begitu Ruby menerima uluran tangan hangat sang ayah, musik pun mengalun merdu mengiringi dansa anak dan ayah itu.
"Kenapa wajah ayah masam seperti itu?" tanya Ruby disela-sela dansa mereka.
"Ayah kesal! Lihatlah mata-mata lapar yang menatap putri kesayangan ayah seakan-akan putri ayah santapan yang lezat!" jawab Duke Marvin dengan ketus.
"Astaga, Ayah! Itu mata mereka. Kita tidak berhak melarang mereka memandang kearah kita ataupun kearah yang lain," kekeh Ruby dengan tersenyum geli.
"Ck, kau tidak merasakan apa yang ayah rasakan! Ayah tidak rela mata-mata kotor yang penuh nafsu itu menatapmu dengan lapar! Rasanya ingin ayah congkel mata mereka yang menatapmu seperti itu!" omel Duke Marvin semakin kesal.
"Hehehe, ayah luar biasa! Aku menyayangi ayah dan akan tetap menjadi putri kesayangan ayah sampai kapanpun!" kekeh Ruby lagi dengan tertawa lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi.
"Huh, putri ayah memang benar!" sahut Duke Marvin dengan mata berbinar mendengar ungkapan sayang dari sang anak.
Keduanya kembali mengobrol sambil tertawa hingga musik yang mengiringi dansa mereka selesai. Suara gemuruh tepukan tangan semua orang yang ada diaula pesta membuat senyum Ruby semakin merekah sehingga membuat para laki-laki lajang semakin terpesona.
Oscar yang melihat senyuman Ruby dari jauh menggenggam erat gelas minuman ditangannya dengan perasaan amarah. Entah kenapa dirinya merasa aneh dengan perasaannya ketika melihat semua laki-laki lajang menatap Ruby dengan penuh minat sebagai seorang pria dewasa.
"Ini aneh sekali! Rasanya hatiku panas dan tidak suka melihat Ruby ditatap laki-laki lain seperti pria pada wanita yang disukainya!" gumamnya lirih dengan wajah tidak enak dilihat.
Tidak ingin lepas kendali, Oscar cepat-cepat meninggalkan ruang pesta yang dilihat langsung Pangeran Orion dengan tatapan heran.
"Apa yang terjadi? Kenapa ia pergi dengan tergesa-gesa begitu?" tanya Pangeran Orion bicara sendiri.
"Siapa yang kau maksudkan itu?" tanya Pangeran Orlando yang mendengar sekilas pertanyaan Pangeran Orion.
Bersambung...