Panglima perang Lei Guiying menyusun rencana menyusup menjadi pengantin wanita agar dapat melumpuhkan musuhnya. Namun siapa sangka aliansi pernikahan yang seharusnya menuju negara Menghua. Justru tertukar dan harus menikah di negara Dingxi sebagai Nona Muda pertama dari kediaman Menteri yang ada di negara Menghua.
Lei Guiying menikah menjadi selir pangeran kesembilan. Begitu banyak intrik dan sekema besar terus terikat. Membuat gadis itu harus terus bertahan menjadi seorang pengantin aliansi dari negara lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Budak rendahan
Sesekali Selir Kaisar Ming melirik kearah menantu perempuannya. Tapi tatapan matanya masih saja memperlihatkan ketidaknyamanan.
"Selir Ming, menantu perempuan mu terlihat sangat cantik. Tapi kenapa wajah mu murung?" Selir Kaisar Xiang sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat kearah wanita di samping kanannya.
Bibir bagian samping kanan Selir Kaisar Ming sedikit terangkat. "Secantik apa pun gadis itu. Tetap saja dia dari garis keturunan negara Menghua." Mengambil cangkir berisi teh yang sudah mulai hangat. "Tidak seharusnya dia menjadi Selir putraku." Meminum perlahan teh yang ada di ujung cangkir.
Pesta berlangsung hingga melewati waktu senja. Semua wanita bangsawan di arahkan kembali menuju aula istana utama. Di mana pesta sesungguhnya di selenggarakan. Semua tamu undangan sudah berdatangan begitu juga Tuan muda dan Nona muda di setiap kediaman para bangsawan. Yang ikut serta bersama kedua orang tua mereka.
Tempat duduk para Selir pangeran dan selir kediaman dari negara Menghua berada di barisan belakang. Sedangkan di barisan depan di tempati Permaisuri pangeran juga Nyonya utama kediaman. Para gadis muda juga Tuan muda berada di barisan tersendiri. Dan para Selir Kaisar berada di dekat tahta Ratu Chu Hua. Semua Pangeran juga petinggi istana memiliki tempat tersendiri berada di barisan terdepan.
"Kaisar telah tiba," teriakan kuat dari pintu masuk aula utama terdengar.
Semua orang bangkit lalu berlutut dan bersujud. "Kaisar panjang umur dan penuh kesejahteraan."
Pria berusia tujuh puluh tahun berjalan perlahan dengan tubuh tegapnya. Wajahnya seperti seorang abadi yang tidak bisa menua. Rambut putih membentang dengan mahkota di atas kepalanya. Dia Kaisar Shui Ding Feng yang telah memerintah Kekaisaran Dingxi selama lima puluh tahun. "Bangkit," ujarnya setelah duduk di atas tahtanya. "Ratu, kamu juga bisa duduk kembali." Meraih tangan istrinya yang masih berdiri di samping tahta.
Setelah ucapan itu keluar semua orang yang ada di dalam aula utama istana bangkit dan duduk kembali.
"Pesta akan segera di langsungkan. Harap semua tamu undangan untuk tetap tenang." Teriak Kasim kepala yang ada di samping Kaisar.
Suara musik di alunkan.
Dua puluh penari wanita berjalan masuk dengan gaun berwana putih salju. Langkah mereka tertata rapi membentuk dua barisan. Setiap gerakan yang mereka lakukan sangat indah.
Lei Guiying menatap salah satu penari di barisan terdepan. Gerakan tangannya sesekali menyentuh bagian pinggang. Tatapan mata lebih tajam dari kebanyakan penari. Gadis itu bangkit perlahan menata gaunnya yang sudah mulai kusut karena sedikit terlipat di saat dia duduk. Langkahnya pelan mengikuti setiap gerakan penari yang mulai berjalan mendekat ke arah tahta Kaisar.
Beberapa orang mulai melihat gelagat aneh dari Selir Li. Yang sangat berani mendekat kearah tahta. Beberapa pengawal juga mulai bersiaga.
"Aaaa..." Kaki kanannya menginjak gaun indah di tubuhnya menyebabkan gadis itu terjatuh menabrak penari di dekatnya.
Semua orang bangkit.
Ratu Chu Hua menatap dingin tanpa geming. Begitu juga Kaisar Shui Ding Feng tetap tenang berada di tahtanya.
"Iissss..." Disis rasa sakit menekan bagian lututnya. Selir Li mencoba bangkit namun dia tidak bisa. Kakinya terasa sakit saat di gerakkan terlalu kuat. Dia menatap ke segala arah lalu berusaha untuk tetap berlutut. Semua mata memandang kearahnya, "Yang Mulia, maafkan atas kelancangan hamba."
Semua penari ikut berlutut merasakan takut di hatinya. Dan satu penari yang telah ikut terjatuh masih diam berlutut untuk memastikan senjata di balik ikat pinggangnya tetap aman. Pandangan matanya menajam. "Jangan bergerak..." belati di tekan ke arah leher Selir Li.
"Aaaa...tolong aku." Selir Li berteriak kuat. Dia tidak bisa lagi mengelak.
Semua prajurit pengawal kekaisaran yang ada di dalam istana dan di luar istana mengepung membuat garis perlindungan. Pedang di hunus mengadang gadis penari yang sudah menekan senjata miliknya di leher Selir Li.
"Bunuh, jangan sampai lolos." Kata itu terucap dengan lambaian tangan mengisyaratkan pergerakan prajurit pengawal kekaisaran. Tatapan tenang Kaisar Shui Ding Feng tentu membuat semua orang menjadi khawatir nasib Selir Li.
Ssssreeee...
Sllpp...
Panah menembus punggung bagian belakang hingga menuju jantung penari wanita itu. Hanya berjarak satu inci saja ujung panah juga hampir mengenai tubuh Selir Li. Untung saja gadis itu dapat sedikit menghindar tanpa ada yang mencurigai pergerakannya. Tubuh Selir Li bergetar ketakutan mendapati seseorang terbunuh di sampingnya.
Dari arah pintu utama, Pengeran ke sembilan Shui Long Yin berjalan masuk. Busur panah sudah ada di tangannya. Dia orang yang telah melepaskan panah membunuh penyusup. Dia berlutut di hadapan Ayahandanya dan Ratu Chu Hua. "Yang Mulia, maaf atas kelalaian hamba." Memberikan hormat.
Selir Li kembali berlutut memberikan hormatnya.
Semua orang ikut berlutut tidak berani bersuara.
"Ahhh... pesta yang begitu baik. Harus di hancurkan budak rendahan." Bangkit dari tempat duduknya setelah melirik kearah para wanita penari juga Selir Li.
Tatapan dingin terlintas sekejap di kedua mata tajam Lei Guiying. Dia tahu sindiran itu juga di tujukan untuk dirinya. Tapi dia tetap diam dan mengikuti alur yang sudah terjadi. Ia jatuhkan pandangannya kearah lantai.
Ratu Chu Hua bangkit dari tempat duduknya mengikuti langkah Kaisar Shui Ding Feng yang sudah pergi meninggalkan aula utama.
"Yang Mulia panjang umur dan selalu sejahtera," ujar serentak semua orang yang ada di sana.
Ssreettt...
Semua wanita penari di bunuh tanpa ada yang tersisa. Darah menyiprat kesegala arah.
Pangeran kesembilan Shui Long Yin bangkit. "Kamu bisa berdiri?" Menatap istrinya.
Selir Li berusaha untuk bangkit. "Bisa." Dia melangkah pelan dengan kaki bengkaknya.
Semua orang juga berhamburan pergi meninggalkan aula utama istana. Setiap jasad di seret tanpa memperdulikan rasa hormat. Lei Guiying melirik ke arah setiap jasad. 'Pembunuh yang siap mati.' Gumamnya dalam hati. Gadis itu melangkah pergi di ikuti suaminya yang ada tepat di belakangnya.
Asap mengepul kuat membuat warna merah di langit malam itu. Api semakin membesar di tiga titik berbeda.
"Kebakaran..."
"Kebakaran..."
"Kebakaran..."
Teriak para pelayan dan prajurit pengawal kekaisaran yang sudah sangat panik. Istana utama tempat Kaisar Shui Ding Feng berada terbakar. Semua surat penting juga tidak bisa di selamatkan karena api berkobar terlalu kuat. Untung saja ruangan masih kosong tidak ada orang di dalamnya.
Di istana tempat Permaisuri tinggal asap panas juga menghanguskan kediaman utama. Di timur istana tempat dokumen kekaisaran tersimpan. kebakaran terus menjalar di saat angin bertiup semakin kencang.
Semua orang hanya bisa melihat dari kejauhan api semakin membesar tanpa bisa di padamkan lagi. Semua orang berusaha membawa air dari tempat yang lebih dekat namun tidak ada hasilnya. Para wanita bangsawan di persilahkan untuk kembali pulang. Sedangkan para petinggi istana ikut membantu mengamankan barang berharga.
Kaisar Shui Ding Feng menatap dingin kearah tempat tinggalnya yang telah di penuhi kobaran api. "Sangat hebat. Ketatnya penjagaan bahkan dapat membuat kekacauan seperti ini." Mengaitkan kedua tangannya di punggung. "Negara Menghua tidak akan memiliki kemampuan seperti ini."
Kereta para wanita bangsawan perlahan pergi meninggalkan jalur istana. Di salah satu kereta yang melaju Lei Guiying membuka tirai penutup jendela kereta. Senyuman tipis terlintas di wajahnya saat melihat asap panas masih terlihat di langit malam. Beberapa detik sebelumnya dia telah mendengar peluit isyarat di bunyikan. Tiga tiupan peluit isyarat menandakan semua prajuritnya telah pergi dengan selamat. Tirai kembali di tutup.