"Kamu bisa nggak jalan pake mata?!"
Tisya mengerang kesal saat bertabrakan dengan Den yang juga sama terkejutnya jujur aja, dia nggak ada niat sebelumnya buat nabrakin diri pada wanita di depannya itu.
"Biasanya saya jalan pakai kaki Bu. Ya maaf, tapi bukan cuma Bu Tisya aja yang jadi korban di sini, aku juga gitu." Den terus mengusap dadanya yang terhantam tubuh Tisya.
"Masa bodoh! Awas!" Tisya mengibaskan rambutnya ke samping.
"Khodam nya pasti Squidward bestinya Plankton tetangganya Hulk suhunya Angry bird! Galak banget jadi betina!" Keluh Den masih diam di tempat karena masih memungut tas kerjanya yang sempat terjatuh.
"Apa?? Ngomong sekali lagi, kamu ngatain aku apa???" Tisya berbalik memegang lengan Den.
"Ti-ati, nanti jatuh cinta. Nggak usah ngereog mulu kayak gitu kalo ketemu aku. Hipotermilove nanti lama-lama sama ku."
Den sudah pergi, Dan lihat.. Betina itu langsung ngowoh di tempatnya.
Hipotermilove? Apa itu?? Temukan jawabannya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berburu restu ibu
"Om ku ngomong apa tadi sama kamu? Nyinyir pasti. Nggak usah dipikirin. Dia emang kayak gitu."
Tisya ada di depan rumah bersama Den. Sebelum lelaki itu benar-benar pulang, Tisya menyempatkan diri untuk mengantarkan Den meski hanya sampai halaman rumahnya saja.
"Santai aja. Ngadepin orang yang mulutnya lebih parah dari itu aja aku pernah, aku kok woles." Den tersenyum tipis.
"Yang kamu maksud siapa? Aku??" Sengit Tisya, judes mode on!
"Bukan lah. Kamu manis gini, mana ada nyebelin?! Hmm ngomong-ngomong, kamu emang cantik banget malam ini. Calon istri siapa sih nih, gemes deh pengen silaturahmi bibir lagi." Yang diucapkan Den memang kejujuran dari dalam lubuk hatinya.
"Tabok mau, tabok?!" Tisya memutar bola matanya malas.
"Cipok purun, cipok?"
Tentu saja tangan Tisya langsung melayang ke lengan Den. Ditabok beneran lengan calon suaminya itu hingga tangannya terasa kebas sendiri. Den malah tertawa sebagai respon akan tindakan yang Tisya lakukan barusan.
"Aku pulang ya." Den pamit juga akhirnya.
Tisya mengangguk. "Hati-hati di jalan, udah malem. Nggak usah keluyuran, ku kebiri kamu kalo ketauan nongkrong di warung remang-remang, bukannya langsung pulang!"
Lagi-lagi Den tertawa. "Kayak gini ternyata rasanya diperhatiin sama calon istri.. Belum juga bikinin kamu anak, udah diancam mau dikebiri aja. Terus nanti bikin anaknya pakai apa? Gagang pacul?"
"Lambe mu Den Den, coba ngomong lagi mau bikin anak pakai apa tadi? Tak kepang bibirmu lama-lama!"
"Panggil aku mas Ra, nggak sopan banget manggil calon suami pake nama kayak gitu." Protes Den.
"Ra sudi!" Tisya manyun.
Sampai motor FU Den beneran pergi, barulah Tisya masuk ke dalam rumahnya lagi.
.
.
.
Pagi harinya Den akan berangkat kerja. Ketika mengeluarkan motor dari dalam rumah, matanya menangkap sosok wanita yang melahirkannya sedang menjemur pakaian. Den menyempatkan diri membantu kegiatan ibunya terlebih dahulu.
Senyum Sundari, ibunya Den terbit begitu saja. "Basah nanti bajumu. Mau berangkat kerja kok masih nyempetin buat main air."
"Main air gimana buk, jemur sempak ini."
Den membentangkan celananya, lalu dipasangkan gantungan baju kemudian menaruh benda tersebut begitu saja. Yang dijemur Den tentu bukan sempak namun, celana panjang miliknya. Tak mungkin dia membiarkan ibunya mencuci tempat penampungan onderdil pribadinya. Dia selalu mencuci pakaiannya sendiri sebenarnya, tapi kadang ibunya yang terlampau rajin itu menjadi tidak tega pada putra semata wayangnya, membayangkan bagaimana lelahnya Den setelah seharian bekerja, ketika pulang nguli masih harus berjibaku dengan sabun dan sikat di kamar mandi.
"Buk." Den memanggil ibunya yang sejak tadi memang ada di sampingnya.
"Buk.. Pacar ku ngajakin kawin."
Baju yang ada di tangan Sundari jatuh begitu saja. Muka Sundari langsung menatap lekat ke arah Den dengan cepat.
"Pacar? Siapa?? Risa?? Kamu ngapain Risa sampai dia minta dinikahin gitu???" Panik Sundari dibuatnya.
"Kok Risa sih buk. Bukan lah, pacarku namanya Ara. Aratisya. Kok jadi Risa sih. Lagian aku nggak ngapa-ngapain pacarku buk, masih perjaka anakmu ini, belum pernah nyelup ke lubang manapun!" Sangkal Den ikut deg-degan karena ibunya menyangka dia pacaran dengan Risa, tetangga merangkap sepupu yang akrab sejak mereka bayik!
Mulut Den dilempar kerudung basah yang masih ada di tangan ibunya. Dengan cepat Sundari menarik tangan Den untuk masuk ke dalam rumah.
"Kalau ngomong yang jelas! Sekarang bilang, ada apa sebenarnya! Kowan-kawin, kamu kira kamu itu turunan kambing apa hah? Segampang itu bilang mau ngawinin orang!" Sundari tentu kaget karena dari awal dia tidak diberi tahu perihal Tisya dan kisah cintanya.
Den bukan pemuda yang suka curhat ini itu pada ibunya, tertutup? Nggak juga. Selain cerita bahagia, bagian ngenes di hidup Den bakal Den telan sendiri. Den tahu betapa berat beban yang dipikul Sundari sejak Den kecil, oleh karena itu, Den tak ingin menambah beban pikiran ibunya dengan merengek manja tentang apa yang menjadi ganjalan di hatinya.
Selama dua puluh empat tahun hidup menjadi anak Sundari, Den dikenal sebagai anak lelaki yang slenge'an tapi tetap menjaga sopan santun terhadap orang tua. Merokok, iya. Nongkrong mabar, pasti. Demen mancing, juga no absen. Pokoknya manusia bernama Den ini termasuk generasi happy dibagi-bagi, nge'sad di simpen sendiri!
Den nyengir. Menghilangkan kegugupan yang singgah di hatinya. Nggak lucu aja misalnya besok mau nikah, tapi emaknya baru dikasih tau dadakan hari itu juga. Bisa jantungan Sundari karenanya.
"Den!!" Bentak Sundari kesal.
"Buk, sebenarnya di kantor tempatku kerja ada gadis yang berhasil ngobrak-abrik hati anakmu ini. Namanya Aratisya. Kami dekat, cocok, nyaman, terus mutusin buat kawin-"
"MENIKAH DEN MENIKAH, KAMU BILANG KOWAN-KAWIN SEKALI LAGI, TAK RATAIN GIGI MU PAKAI PALU!!"
Sundari sudah emosi. Tapi lihat apa yang Den lakukan?? Den malah tertawa melihat emaknya berusaha mati-matian nggak ambil golok buat botakin kepala anaknya yang sungguh durjana itu.
"Iya itu lah pokoknya, nikah. Hehehe.. Ibuk restuin aku kan nikah sama Ara?" Cetus Den kali ini bersungguh-sungguh.
"Bahkan masalah sepenting ini, kamu buat lelucon Den? Apa saat kamu lahir dulu, otakmu ketinggalan di rumah sakit?! Sampai bisa geser begini tingkah dan bentukan mu?!" Pening kepala Sundari dibuatnya.
Mau tertawa tapi takut durhaka. Den memilih berdehem saja.
"Bawa Ara Ara mu itu ke sini. Biar ibuk bicara sendiri sama dia!!" Masih dengan menggunakan intonasi suara tinggi.
"Iya." Jawab Den singkat.
"Kenapa pengen buru-buru menikah?? Bukannya selama ini kamu dekat sama Risa?? Kenapa malah memutuskan menikah dengan wanita lain?? Itu namanya kamu ngepepein wanita Den!!" Sundari melotot ke arah Den.
"PHP kali buk, Pepe?? Gabah kali ah di pepe.. Lagian aku nggak ada ya buk, kepikiran suka sama Risa. Dia udah aku anggap adek sendiri. Dia kan sepupu ku. Ya kali aku suka sama sepupu sendiri." (Pepe\= jemur)
"Masih aja bercanda!" Sundari memukul lengan Den sebagai bentuk pelampiasan.
"Kamu juga tau kalau Risa cuma anak angkat om mu. Kalian bisa menikah. Bukan mahram kok. Nggak ada larangan menikah sama dia!" Kembali Sundari bersuara.
"Emang nggak ada larangan buk. Tapi hatiku yang menolak, hatiku udah mentok sama satu cewek, dan itu bukan Risa! Buk.. Bisa kali nggak usah jodoh-jodohin aku sama Risa. Aku udah punya pilihan sendiri lho. Dan kami juga udah mutusin buat kaw- nikah maksudnya nikuaaah! Ah mulut!"
"Tapi kalian dekat dari kecil Den. Om kamu bahkan udah sering manggil kamu dengan sebutan mantu, emang kamu nggak ngeh apa kalo keluarga om mu kepengen kamu nikah sama Risa??" Sundari seperti nggak ikhlas melepas Den untuk gadis lain, selain Risa.
"Lagian apa kurangnya Risa sih Den? Dia cantik, baik, penurut, taat agamanya, lulusan pondok pesantren, dia juga udah jadi guru ngaji! Bukannya itu paket komplit?!" Tambah Sundari.
"Buk.." Den menatap ibunya dengan pandangan sendu.
Jarang sekali Den menunjukkan sorot mata itu pada Sundari. Sundari jadi diam seketika. Raut wajahnya yang tadi garang jadi melunak begitu saja.
"Aku nggak ingin membandingkan siapapun di sini buk. Setiap orang punya kelebihan masing-masing. Tapi mau sebaik apapun Risa, secantik dan sesolehah itu dia.. Di garis takdir kami... Namanya nggak akan jadi satu dengan namaku di kartu keluarga buk. Aku nggak mau. Bukan Risa yang aku cinta.. Bukan dia..." Kata Den sedikit memelas.
Dan siapa itu Risa? Risa adalah wanita yang dijuluki kanjeng rantang oleh Tisya di novel terdahulu.
kadang diem aja pasti salah sih depan emak emak yang lagi kesel apalagi ini bumil pasti mood nya naik turun,
iku ngunu hp an mumpung nunut wifi 😂