Deg, Alea tertegun ketika melihat dokter baru diapotek tempatnya bekerja. Yang diperkenalkan anak bosnya. Wajahnya mengingatkan akan cinta pertamanya diwaktu SMA yang pergi tanpa kabar selama delapan tahun.
Wajah yang sama tapi nama yang berbeda. Apa Alea sudah salah mengenal orang. Dia sangat yakin kalau dokter didepannya adalah
orang yang dulu teman sakaligus orang yang dia cintai. Tidak ada beda sedikitpun dari wajahnya.
Namanya dokter Haikal Fernanda. Dokter spesialis penyakit dalam yang baru datang dari kota. Dia hanya menatap dingin ke semua karyawan ketika memperkenalkan diri. Tanpa melihat sedikitpun ke arah Alea.
Mengapa dia tidak mengenali Alea?
Apa lamanya waktu berpisah membuatnya melupakan Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dia Mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part#6
Alea segera turun kelantai satu diikuti Santi. Pasien yang akan berobat sudah ramai. Mereka berdua langsung masuk kedalam ruang resep. Semua mata tertuju pada mereka. Suasana didalam ruang resep terasa mencekam. Haikal yang berdiri didekat meja racik menatap tajam kearah mereka. Alea merasakan tekanan dari tatapan itu. Berbeda dari tatapan pada malam ketika Haikal minta tolong.
''Jadi kamu yang bertanggungjawab atas pemesanan dan stok barang disini?'' tanya Haikal dingin.
''I-iya dok'' jawab Alea agak gugup.
''Trus kenapa obat yang saya resepkan tidak ada disini. Kamu bisa memberi saya penjelasan?'' tanya Haikal lagi.
''Maaf dok, jujur saya juga tidak mendapatkan informasi obat apa saja yang akan anda pakai'' jawab Alea berusaha tenang.
''Trus kamu tidak bisa mencari tahu sendiri. Apa saya harus menemui kamu untuk melaporkan obat apa yang saya pakai haa?'' ucap Haikal emosi.
''Bukan seperti itu dok, untuk saat ini apa bisa kami menganti obat anda dengan produk dari pabrik lain?'' tanya Alea pelan.
''Menganti lagi, Apa hanya itu yang bisa apotek ini lakukan? Kalian mengaku apotek terbesar disini. Baru hari pertama saya praktek untuk satu produk yang saya gunakan saja tidak bisa kalian sediakan. Dan kamu sebagai penanggungjawabnya apa hanya ini yang bisa kamu berikan? Ternyata standar karyawan diapotek hanya segini. Tidak ada yang kompeten dalam bekerja'' sindir Haikal.
''Sepertinya ini produk baru yang ditawarkan oleh Medrep Berno. Apa anda hari ini bertemu dengannya?'' tanya Alea tanpa menghiraukan ucapan Haikal sebelumnya.
''Iya saya bertemu dengannya di rumah sakit. Tapi dia sudah menawarkan dari hari sabtu dan saya setuju. Dia juga mengatakan kalau obat ini sudah ada diapotek. Dan saya juga sudah mengatakan sama Tasya tentang obat ini. Dia bilang sudah mengatakan sama bagian penanggung jawab obat disini'' jelas Haikal.
''Tapi saya....'' ucapan Alea terpotong ketika Tasya masuk.
''Ada masalah dok?'' tanya Tasya menatap Alea tajam. Alea hanya bisa menunduk.
''Iya, obat yang saya katakan sama kamu tidak ada diapotek. Tapi karyawan kamu dengan seenaknya ingin mengganti'' ucap Haika marah.
''Apa benar yang dikatakan dokter Haikal Lea? bukannya saya sudah menyampaikan sama Tristan tentang obat apa saja yang akan digunakan dokter Haikal. Kamu dilantai dua kerja atau tidur saja haa?'' tanya Tasya marah. Dari dulu Tasya memang tidak suka dengan Alea. Apalagi mendengar Tristan mengadukan Alea yang suka membantahnya membuat Tasya tambah tidak suka. Kalau bukan karena papanya yang memempertahakan Alea, Tasya mungkin menyuruh Tristan memecat Alea.
''Bang Tris tidak...''
''Kamu ingin menjawab kalau Tristan tidak memberitahumu. Kamu pikit Tristan mau membuat apotek kehilangan dokter yang sudah susah payah kami rekrut untuk praktek disini. Pokoknya saya tidak mau mendengar alasan dari kamu. Sekarang bagaimana kamu menyelesaikannya?'' tanya Tasya marah.
Alea menghela nafas. Dia bahkan tidak diizinkan sedikitpun untuk membela diri. Semua karyawan yang ada disana merasa kasihan melihat Alea dimarahi habis-habisan oleh kedua dokter. Mereka sangat tahu bagaimana Alea bekerja. Dia selalu bertanggungjawab atas pekerjaannya. Dewi juga ingin membela Alea tapi melihat Tasya tidak memberi sedikitpun cela untuk bicara dia terpaksa diam.
''Karna obat yang diresepkan produk baru. Saya yakin tidak ada satupun apotek apalagi rumah sakit yang menyetoknya. Jadi saya mohon sama dokter Haikal mengizinkan kami menganti dengan obat lain hari ini saja'' ucap Alea memelas.
''Kamu ingin saya setuju menganti dengan obat tidak berkualitas itu?'' tanya Haikal mengejek.
''Kalau menurut saya obatnya sangat berkualitas. Karena obat ini dipakai dokter sebelumnya'' jawab Alea. Haikal terdiam ketika Alea menyebut dokter sebelumnya. Karena dokter yang disebut Alea adalah ayahnya sendiri.
''Heem, trus apa kamu bisa memastikan obat ini sudah ada besok?'' tanya Haikal.
''Akan saya usahakan dok, Apa boleh saya tahu berapa banyak obat ini yang akan anda pakai dalam kontrak dengan Medrep Berno?'' tanya Alea. Wajah Haikal mengelap.
''Apa kamu tidak pernah diajarkan sopan santun oleh ibumu? Berapapun kontraknya itu urusan saya'' hardik Haikal dingin salah paham dengan pertanyaan Alea.
Alea terkejut dengan tanggapan Haikal. Terutama dia membawa-bawa ibu. Ingin rasanya Alea menangis saat itu juga. Ketika Haikal menyinggung ibunya yang sudah meninggal. Semua karyawan terdiam. Mereka tahu kalau Alea sudah ditinggal ibunya ketika masih kecil.
'' Dia emang tidak tahu sopan santun. Mungkin karena sikapnya ini ibunya cepat meninggal. Saya rasa ibunya sangat kecewa melihat dia sekarang atau ibunya juga tidak punya sopan santun sebelum dia meninggal'' ejek Tasya pedas. Kalau bukan karena Tasya anak yang disayang bosnya ingin rasanya Alea menampar mulut Tasya.
Haikal terkejut mendengar ucapan Tasya. Dia melihat raut wajah Alea berubah. Dia juga tidak menyangka kalau ibu Alea sudah meninggal. Tapi karena egonya dia enggan meminta maaf.
''Saya hanya tidak ingin nantinya stok obat kosong karna tidak tahu sebanyak apa yang anda pakai. Maaf sedikitpun saya tidak bermaksud mengetahui kontrak yang dibayar Berno kepada anda'' ucap Alea sedih. Air matanya sudah tidak tertahan lagi.
''Saya permisi'' katanya lagi sambil meninggalkan ruang resep berlari menuju lantai dua.
''Hei, kami belum selesai bicara'' teriak Tasya. Tapi Alea sudah meninggalkan ruangan tersebut.
''Maaf Haikal, dihari pertama kamu praktek sudah mendapatkan hal yang tidak mengenakan'' ucap Tasya lembut. Ekspresinya berubah seketika saat melihat kearah Haikal.
''Ya udah, untuk hari ini kalian boleh mengantinya dengan obat yang dokter sebelumnya pakai'' ucap Haikal. Dia keluar menuju ruangnya. Hari ini pasiennya lumayan ramai.
''Saya tidak mau kejadian ini terulang lagi. Kalian tahu bagaimana saya susah payah membujuknya untuk praktek disini. Kalau ada yang membuatnya marah akan langsung saya pecat'' ancam Tasya. Dia kembali keruangannya setelah mengatakan itu.
''Kasihan kak Alea'' ucap Santi setelah Tasya pergi.
''Iya, harusnya ketika kakak mendengar Tasya bicara dengan Tristan tentang obat yang dipakai dokter Haikal langsung memberitahu Alea'' sesal Dewi.
''Tapi mereka memberitahunya pagi tadi. Mana mungkin obat itu langsung ada hari ini. Sedangkan barang yang diorder hari ini datangnya besok'' jawab Santi.
''Setidaknya Alea tidak pusing memikirkan obatnya untuk besok. Sekarang sudah sore bagaimana Alea bisa memesan obatnya?'' tanya Dewi.
''Iya, ya kak. Pasti perusahaan tempat memesan obat sudah tutup'' jawab Santi ikut merasakan kesulitan Alea.
''Kita kerja dulu. Banyak resep yang menunggu'' ajak Dewi. Mereka melanjutkan meracik obat yang resepnya sudah menumpuk.
Sementara Alea menangis dilantai dua. Tenaga seolah habis setelah kejadian tadi. Ingin rasanya dia berhenti saat ini juga. Tapi mengingat ayah dan adiknya Alea mencoba menguatkan diri.
Dia mencari nomor salah satu sales obat dihandphonenya. Alea kemudian menghubungi sales tersebut. Awalnya sales mengatakan tidak bisa mengeluarkan barang tanpa faktur dari gudang. Karena hari sudah sore bagian yang mencetak faktur sudah pulang.