"Mbak, aku mau beli mainan, boleeeh?"
Seorang pria dewasa yang ditemukannya terbangun dan tiba-tiba merengek sepeti seorang anak kecil. Luaticia atau Lulu sungguh bingung dibuatnya.
Selama sebulan merawat pria itu, akhirnya dia mendapat informasi bahwa sebuah keluarga mencari keberadaan putra mereka yang ciri-ciri nya sama persis dengan pria yang dia temukan.
"Ngaak mau, aku nggak mau di sini. Aku mau pulang sama Mbak aja!" pekik pria itu lantang sambil menggenggam erat baju Lulu.
"Nak, maafkan kami. Tapi Nak, kami mohon, jadilah pengasuhnya."
Jeeeeng
Sampai kapan Lulu akan mengasuh tuan muda tersebut?
Akankah sang Tuan Muda segera kembali normal dan apa misteri dibalik hilang ingatan sang Tuan Muda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sehat Ya 05
"Ini mau kemana?" tanya Lulu dalam hati. Dia mengikuti perawat yang memintanya menyelesaikan urusan administrasi. Akan tetapi sepertinya tempat yang akan dituju bukan tempat pendaftaran atau sejenisnya.
Lulu berjalan melalui sebuah lorong, menaiki lift dan angka pada lift yang dipencet menunjukan angka tujuh, yang sepemahaman Lulu itu lantai paling atas.
Ia ingin bertanya namun tidak berani dan memilih untuk diam sambil terus mengikuti sang perawat. Pintu Lift terbuka, Lulu masih terus berjalan di belakang perawat tersebut.
Tok tok tok
"Pak ini saya," ucap si perawat. Dia berhenti di depan sebuah ruangan lalu mengetuk pintu itu secara perlahan.
"Oh masuk," sahut orang yang di dalam. Dari suaranya terdengar bahwa itu seorang pria dan usianya tidak lagi muda.
Si perawat membuka pintu, dan tebakan Lulu benar bahwa orang yang di dalam adalah pria paruh baya. Seorang pria yang lumayan tinggi, mengenakan setelan jas berwana hitam. Tubuhnya tidak gemuk tapi juga tidak kurus, dia juga memakai kacamata. Wajahnya sedikit sangar sehingga membuat Lulu merasa takut.
"Dia yang membawa orang itu," ucap si perawat.
"Baik, terimakasih Sus. Kamu boleh pergi," ucap pria dengan tampilan rapi namun menakutkan bagi Lulu.
Lulu tentu terkejut saat dirinya ditinggal sendiri di tempat tersebut. Dia yakin dirinya hanya perlu membayar uang administrasi, tapi mengapa harus menemui pria ini. Lulu merasa bahwa pria di depannya itu adalah seorang pimpinan atau ketua atau apalah. Yang pasti bukan orang biasa.
"Pak, saya bisa kok membayar biaya pemeriksaan Didit. Saya tidak akan kabur," ucap Lulu. Ya dia pikir dirinya dibawa kesana karena mungkin dianggap tidak sanggup membayar biaya rumah sakit.
"Hahaha, bukan begitu Mbak. Mbak nggak perlu khawatir soal itu. Perkenalkan, nama saya Rahman Gunawan. Saya adalah direktur rumah sakit ini. Begini, Mbak dibawa kemari karena saya ingin bertanya tentang pasien yang Mbak bawa," ucap pria yang bernama Rahman tersebut.
"Didit?" sahut Lulu. Dia menekankan nama Didit.
"Iya benar. Siapa Didit ini, Mbak?" tanya Rahman lagi.
Lulu terdiam, jika ditanya siapa Didit dia jelas sama sekali tidak tahu. Yang dia ketahui Didit adalah pria yang dia temukan di pinggir sungai dan dia selamatkan.
Akan tetapi, Lulu merasa tidak yakin untuk menceritakan terhadap orang ini. Meski Rahman mengaku sebagai direktur rumah sakit, Lulu tidak bisa mengungkapkan siapa Didit.
"Maaf Pak, kenapa Pak Rahman ingin tahu tentang Didit?" tanya Lulu penuh kecurigaan kepada Rahman. Bagiamana dia tidak curiga, tiba-tiba dirinya dibawa ke tempat lain yang tidak ada hubungannya dengan adminitrasi pembayaran. Padahal prosedur yang dia tahu ketika membawa seorang pasien ke IGD adalah tempat pendaftaran dan pembayaran.
Apalagi di sini Pak rahman bertanya tentang Didit tanpa basa-basi. Kecurigaan Lulu seketika mencuat. Dan dia pun menjadi waspada.
"Saya tahu Mbak Lulu pasti kebingungan. Namun orang yang Mbak Lulu panggil Didit ini sangat mirip dengan orang hilang yang sudah sebulan lebih dicari. Pria itu namanya Ditrian. Asalnya dari Jakarta. Memang terkesan aneh dan mustahil karena tempat ini atau desa tempat tinggal Mbak Lulu sangat jauh dengan Jakarta. Tapi wajah itu memang mirip bahkan sama persis,"papar Pak Rahman. Agaknya dia tak mau bebasa-basi karena keadaan memang urgent. Pak Rahman bahkan sudah menghubungi Drake atas penemuan Ditrian meski belum yakin 100%.
"Kalau Mbak Lulu masih belum percaya, coba lihat ini,"ucap Rahman lagi. Dia mengulurkan sebuah selebaran dan foto yang diterimanya dari keluarga Ditrian langsung.
Lulu melihat dengan seksama, dia terkejut ketika mendapati wajah Didit ada di sana. Meski berbeda vibes nya tapi Lulu bisa tahu bahwa mereka adalah orang yang sama.
"Dit, apa itu adalah Ditrian?" gumamnya lirih.
Ada rasa lega setelah mengetahui siapa Didit sebenarnya. Akan tetapi entah mengapa hati Lulu merasa ada yang hilang.
"Syukurlah kalau begitu, jadi setelah dari ini saya akan menyerahkan Didit ke keluarganya. Akhirnya Didit bertemu dengan keluarganya. Saya tidak perlu membayar biaya perawatan Didit ah maksud saya Ditrian kan, Pak?" tanya Lulu.
"Iya benar, Mbak. Mbak Lulu tidak perlu memikirkan hal tersebut,"sahut Pak Rahman.
Lulu tak ingin berlama-lama di tempat itu. Dia langsung pamit undur diri. Sesampainya di bawah yakni di ruang IGD, Lulu menemui Dito yang duduk di kursi sendirian.
"Dit, balik yuk,"ajak Lulu.
"Lah?" Dito menjawab dengan wajah yang terkejut. Balik, itu berarti pulang. Di dalam Didit masih ditangani, tapi kenapa Lulu meminta untuk pulang? itulah pertanyaan yang ada di kepala Dito.
"Didit udah ketemu sama keluarganya jadi kita bisa pulang. Lagian kita nggak ada alasan lagi buat ada di sini,"ujar Lulu. Dia bicara seperti itu seolah sudah bisa tahu apa yang ingin Dito tanyakan dengan wajahnya itu.
"Aaah gitu, ya bagus deh. Syukur kalau gitu. Ya udah kita balik nih berarti? Aku bilang ke Dokter Budi dulu, dia mau pulang bareng kita apa enggak. Oh iya, kamu nggak mau pamit dulu sama Didit, Lu?" tanya Dito. Dia menawarkan hal tersebut karena tahu sekali bahwa sepupunya sangat dekat dengan Didit. Siapa tahu Lulu ingin mengucapkan salam perpisahan.
"Nggak usah deh, nggak perlu juga. Apalagi kan Didit masih ditangani. Biar dia istirahat. Ya udah buruan bilang ke Dokter Budi. Aku tunggu di parkiran ya,"sahut Lulu sambil melenggang pergi.
Dito hanya mengangguk, dia lalu mencari Dokter Budi dan berkata bahwa mereka akan pulang. Dokter Budi yang sudah selesai memberikan laporan medis terakhir milik Didit pun langsung ikut pulang. Dia juga tidak lagi ada urusan di sana, jadi tidak perlu berlama-lama.
Mobil ambulan itu kembali ke desa. Jika tadi mereka berangkat dengan empat orang, maka sekarang mobil itu kembali hanya dengan tiga orang.
"Jadi gitu ceritanya, Lu?" tanya Dokter Budi yang tadi mendengar cerita tentang Didit dari Dito.
"Iya, Dok. Lega rasanya akhirnya Didit udah ketemu sama keluarganya,"sahut Lulu. Sungguh dia merasa senang, meski ada sesuatu yang terasa hilang tapi itu tidak seberapa dibanding rasa senangnya mengetahui Didit bertemu dengan keluarganya.
Lulu menatap ke luar jendela mobil. Melihat pepohonan yang berlalu, merasakan angin yang berhembus.
"Semoga kamu selalu sehat ya, Dit. Mbak akan selalu berdoa buat kesehatan kamu,"ucap Lulu lirih.
Sedangkan itu ditempat lain seorang pemuda dengan tenaganya yang sangat kuat berteriak dan berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Dia terus menerus memanggil nama seseorang.
"DIDIT MAU MBAK LULU! LEPASIN DIDIT! DIDIT MAU MBAK LULU!! Huaaaaaa!!!"
TBC
semoga Didit ngomong ke keluarga pas di rumah, apa yg dirasakan ke Steven tadi