Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 — Ketahuan (Hampir)
Malamnya, mereka makan bersama lagi. Kali ini Yunita yang masak—karena ia bersikeras ingin membuktikan dirinya bukan anak manja.
Sayangnya, bumbu garam dan gula ketukar.
Yudhistira menatap nasi goreng yang ia buat seperti sedang menatap eksperimen gagal.
“Ini… menu baru?” tanyanya datar.
“Namanya Nasi Goreng Rasa Duka,” jawab Yunita tanpa malu.
“Rasa duka karena apa?”
“Karena hidupku penuh penderitaan menikah sama Bapak!”
Yudhistira menahan tawa sampai akhirnya gagal dan tertawa kecil. “Kamu memang luar biasa.”
“Terima kasih. Luar biasa nyusahin, maksudnya?” tanya Yunita
“Luar biasa jujur.” jawab Yudhistira
Yunita berhenti mengunyah. Ia menatapnya lama. Baru kali ini Yudhistira terlihat… hangat.
“Pak…” katanya pelan.
“Hm?”
“Kalau aku benar-benar jatuh cinta sama Bapak, gimana?”
Yudhistira menatapnya, sedikit kaget. Tapi kemudian ia tersenyum tipis.
“Kalau itu terjadi… mungkin dunia akan jadi lebih ribut.”
Yunita tertawa kecil, mencoba menyembunyikan wajah memerahnya di balik piring.
...----------------...
Keesokan harinya, hidup rahasia mereka semakin rumit.
Yunita harus berperan sebagai murid biasa di sekolah, sementara di rumah ia harus masak, mencuci, dan tidur di kamar sebelah guru killer yang sekarang jadi suaminya.
Setiap pagi dimulai dengan bentrok kecil
Yunita rebutan kamar mandi, Yudhistira marah karena odol dipencet dari tengah, Yunita ngamuk karena sarung tangan cuci piringnya hilang.
Namun anehnya… setiap malam selalu berakhir dengan tawa.
Kadang karena mereka nonton film, kadang karena Yunita ketiduran di sofa dan Yudhistira dengan tenang menutupinya dengan selimut.
Dari hari ke hari, “paksaan” itu pelan-pelan berubah jadi kebiasaan.
Dan kebiasaan itu, diam-diam mulai jadi kenyamanan.
Di sekolah, gosip makin ramai.
Beberapa murid bahkan mulai bercanda, “Kayaknya Pak Yudhistira suka deh sama Yunita, soalnya sering manggil dia terus!”
Yunita cuma bisa tertawa kaku.
"Kalau mereka tahu yang sebenarnya, mungkin satu sekolah bisa pingsan berjamaah".
Sampai akhirnya, suatu sore, Reza teman dekat cowok Yunita yang dulu hampir jadi pacar datang menghampiri.
“Nita, lo akhir-akhir ini aneh. Pulang selalu buru-buru, nggak nongkrong lagi. Lo… pacaran, ya?”
Pertanyaan itu membuat Yunita terpaku.
Ia tersenyum kikuk. “Nggak kok, Za. Cuma… sibuk aja.”
Reza menatapnya lama. “Kalau lo punya cowok, gue mau tahu siapa. Soalnya lo dulu hampir gue jadiin pacar.”
Yunita menelan ludah.
Hampir lupa,di antara semua kekacauan ini, masih ada seseorang yang belum tahu kalau dia sudah nikah.
Dan saat melihat Yudhistira yang menunggunya di mobil tak jauh dari sana, Yunita cuma bisa menepuk jidat.
“Hidupku resmi jadi sinetron,” gumamnya pelan.
Hari Sabtu pagi, seharusnya jadi hari bebas bagi seorang murid SMA seperti Yunita. Tapi tidak untuk dirinya istri rahasia dari guru killer paling disegani di sekolah.
Yunita bangun kesiangan, rambut seperti sarang burung, dan wajah masih belepotan masker tidur. Begitu membuka pintu kamar, aroma harum kopi dan suara radio langsung menyapa.
“Selamat pagi,” suara berat itu terdengar dari dapur.
Yudhistira sedang mengaduk telur orak-arik dengan cara yang terlalu rapi untuk ukuran manusia normal. Lengan kemejanya digulung, apron hitam terpasang di tubuh tegapnya.
Yunita berdiri di ambang pintu, melongo.
“Bapak… masak? Dunia mau kiamat, ya?”
“Kalau kamu yang masak, aku yakin kiamatnya datang lebih cepat,” jawabnya tenang.
Yunita langsung manyun. “Ih, nyindir banget. Padahal nasi gorengku kemarin tuh punya cita rasa! Unik!”
“Unik, iya. Karena rasanya seperti kue ulang tahun yang dicampur garam.”
“Bapak tuh!” Yunita meraih sendok di tangan Yudhistira. “Minggir! Hari ini aku yang masak!”
“Yunita—”
Terlambat. Telur di wajan sudah melompat ke lantai, dan minyak muncrat ke arah kemeja Yudhistira.
“Astaga!” teriak Yunita panik. “Pak! Maaf! Aku nggak sengaja!”
Yudhistira hanya diam, memandangi noda minyak di kemejanya, lalu menarik napas panjang. “Kau tahu kenapa aku disebut guru killer?”
“Karena bapak suka marah?” tanya Yunita
“Karena aku bisa menahan diri untuk tidak membunuh murid barbar yang mencoba membakar dapurku.”
Yunita menunduk, meringis. “Hehe… tapi aku ‘kan istri, bukan murid.”
Yudhistira menatapnya lama. “Iya, makanya dapur ini masih utuh.”
Yunita memutar bola mata, tapi pipinya merah. “Bapak tuh kalau ngomong selalu bikin aku pengen lempar panci, tapi nggak jadi karena tiba-tiba malu.”
Siangnya, Yunita duduk di sofa sambil menggulir ponsel. Grup chat sahabatnya, The Barbar Girls, sedang heboh.
Nadia: “Nita! Besok kita nongkrong di kafe baru deket sekolah, ya!”
Rara: “Katanya tempatnya aesthetic banget! Cocok buat foto!”
Salsa: “Kalau lo nggak dateng, lo resmi bukan sahabat kami lagi 😤”
Yunita mengetik cepat:
Yunita: “Datang kok. Aku perlu hiburan biar nggak gila.”
“Pergi?” tanya suara di belakangnya.
Yunita hampir menjatuhkan ponsel. “Pak! Jangan suka muncul tiba-tiba, bisa kena serangan jantung aku!”
“Kamu memang mudah kaget.” ujar Yudhistira santai
“Bukan aku yang mudah kaget, Bapak aja yang suka muncul kayak hantu.”
Yudhistira duduk di kursi sebelahnya, menatap Yunita yang masih memakai kaus longgar. “Kamu mau ke mana?”
“Nongkrong sama sahabat. Aku butuh udara segar. Hidup serumah sama guru killer itu bikin stres.”
“Jam berapa pulang?”
“Loh, kok kayak orang tua nanya gitu?”
“Karena aku suamimu,” jawab Yudhistira datar, tapi tatapan matanya membuat Yunita salah tingkah.
Ia mendengus pelan. “Nanti juga pulang, Pak. Santai aja, aku nggak bakal kabur.”
“Jangan pulang terlalu malam.”
“Iya, iya.”
Namun yang terjadi malam itu justru tidak santai sama sekali.
Kafe yang dibilang teman-temannya ternyata memang keren. Lampu gantung bergaya rustic, aroma kopi yang harum, dan lagu-lagu pelan yang bikin betah. Yunita duduk di antara tiga sahabatnya, tertawa keras.
“Gila, Yunita, lo sekarang glowing banget. Ada rahasia skincare apa, hah?” goda Rara.
“Rahasia stres tiap pagi,” jawab Yunita spontan.
“Waduh, jangan bilang stres karena Pak Yudhistira?” seru Nadia.
“Eh, lo masih aja bahas dia!” protes Yunita.
Salsa menyenggolnya. “Soalnya lo dulu mimpi dijodohin sama dia, kan? Terus sekarang tiap kali lo disebut guru killer itu, lo langsung bete. Aneh banget!”
Yunita nyengir kaku. “Hehehe… kebetulan aja.”
“Bohong tuh,” gumam Nadia, pura-pura serius. “Gue rasa lo punya hubungan rahasia sama Pak Yudhistira.”
Susu stroberi yang baru diminum Yunita langsung keluar lewat hidung.
“HUAKH—APAAAAN?! Gila, lo! Gue sama dia tuh musuh alami!”
“Musuh yang cocok jadi pasangan,” bisik Salsa menggoda.
Yunita cuma bisa tertawa canggung. Tapi tiba-tiba—
“Eh, itu bukan Pak Yudhistira?” Nadia menunjuk ke arah pintu masuk.
Semua menoleh. Dan benar sajanguru killer itu berdiri di depan pintu kafe, mengenakan kemeja hitam, wajahnya setenang batu, matanya menyapu ruangan… sampai berhenti tepat pada Yunita.
Wajah Yunita langsung pucat.
“Oh. My. God.”
Bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏