Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB.5 ROH LIAN ER & RAHASIA POHON SAKURA
Senja menurunkan tirainya perlahan.
Langit di atas Gunung Tianluo memerah lembut, sementara angin membawa aroma sakura yang samar, aroma yang seolah berasal dari masa lalu.
Di tengah pelataran batu, di bawah pohon sakura yang baru saja mekar kembali, berdiri
Xiau Chen.
Ia memandang pohon itu lama, jantungnya berdetak pelan.
Batangnya sudah lapuk, rantingnya retak, namun entah kenapa, setiap kelopak bunga yang jatuh tampak seperti air mata yang menetes dari langit.
“Lian Er…” bisiknya pelan.
“Apakah kau masih di sini?”
Angin bertiup lembut, seolah menjawab panggilannya.
Lalu… kelopak sakura yang jatuh tiba-tiba berhenti di udara, berputar membentuk pusaran cahaya merah muda.
Dari pusaran itu, muncul sosok gadis muda berwajah lembut dengan mata jernih seperti embun.
Rambutnya panjang, mengalir seperti cahaya bulan. Ia mengenakan jubah putih polos — sama persis seperti yang dikenakannya seribu tahun lalu.
“Guru…”
Suaranya lirih, tapi menggetarkan seluruh hati Xiau Chen.
“Benarkah… ini kau?”
Xiau Chen terpaku. Dadanya terasa sesak, napasnya tersendat.
“Lian Er… muridku…”
Suara itu gemetar, tak kuasa menahan rasa rindu yang telah terkubur selama seribu tahun.
Gadis itu tersenyum, tapi air matanya mengalir pelan.
“Guru masih sama seperti dulu… hanya saja, mata guru kini membawa luka yang tak bisa kusembuhkan.”
Xiau Chen melangkah maju, namun tubuh Lian Er hanya samar — roh yang terikat antara dunia dan langit.
Ia tahu, gadis itu sudah lama tiada, tapi kenangan dan jiwanya masih berdiam di pohon sakura yang ia tanam.
“Bagaimana bisa rohmu masih bertahan di dunia ini?” tanya Xiau Chen lembut.
Lian Er menunduk. “Ketika guru menghilang, dunia mulai retak. Para sekte suci saling membantai, dan kitab hitam mulai muncul di tangan orang-orang tamak. Aku mencoba mempertahankan sekte, tapi…”
Ia menggigit bibir, tubuhnya bergetar.
“Aku dibunuh oleh murid kita sendiri, Mo Tian.”
Xiau Chen menatapnya tajam.
Nama itu membuat seluruh udara di sekelilingnya bergetar.
“Jadi benar… dialah pengkhianat itu.”
Lian Er mengangguk pelan. “Setelah membunuhku, ia menggunakan darahku untuk membuka segel Kitab Hitam. Dari sanalah ia mendapatkan kekuatan untuk menantangmu dulu, Guru…”
Suara Lian Er bergetar, matanya berkaca. “Dan sekarang… ia telah lahir kembali.”
Hening.
Hanya suara daun sakura yang jatuh, bergema di antara desir angin.
Xiau Chen menggenggam tangannya erat.
Jantungnya bergetar bukan karena takut, tapi karena amarah dan rasa bersalah yang selama ini tertahan.
“Aku seharusnya menghancurkan kitab itu lebih awal,” gumamnya lirih.
“Aku seharusnya tidak membiarkan Mo Tian mempelajari kitab itu…”
Namun Lian Er menggeleng lemah.
“Jangan salahkan dirimu, Guru. Dunia ini memang harus melalui kegelapan agar cahaya bisa muncul lagi.”
Ia menatap Xiau Chen dengan mata yang bersinar lembut.
“Dan sekarang, cahaya itu telah kembali dalam dirimu.”
Xiau Chen menatapnya lama, lalu berkata, “Aku butuh jawaban, Lian Er. Apa yang sebenarnya terjadi setelah aku mati? Mengapa dunia berubah begitu cepat? Dan bagaimana Kitab Hitam bisa bertahan?”
Lian Er menutup matanya, lalu membentuk segel dengan kedua tangannya.
Dari tubuh rohnya, keluar pancaran cahaya putih yang menembus tanah di bawah pohon sakura.
Tanah bergetar, dan perlahan muncul lingkaran kuno dengan tulisan-tulisan bercahaya.
“Inilah Kenangan Dunia,” ujarnya.
“Potongan sejarah yang kusimpan sebelum aku mati. Hanya guru yang bisa membukanya.”
Xiau Chen mengangguk. Ia mengangkat tangan, jari-jarinya membentuk segel rahasia.
Begitu segel itu tersentuh cahaya dari Lian Er, lingkaran kuno memancarkan aura suci yang luar biasa.
Gambaran-gambaran muncul di udara seperti tirai cahaya — bayangan masa lalu.
Langit terbakar merah.
Benua Xun dipenuhi kehancuran.
Kota-kota runtuh, sekte-sekte besar saling menghancurkan, dan di tengah semuanya berdiri seorang lelaki berambut hitam panjang, mengenakan jubah hitam dengan mata merah menyala.
Ia adalah Mo Tian.
Di tangannya, kitab hitam terbuka lebar, dan dari setiap halamannya keluar roh-roh ganas yang melahap manusia hidup-hidup.
“Dunia ini tak butuh cahaya palsu!” teriaknya.
“Hanya kegelapan yang bisa memimpin manusia menuju kekuatan sejati!”
Di seberang sana, tampak sosok muda Xiau Chen — dirinya di kehidupan pertama.
Ia berdiri di tengah badai spiritual, memegang pedang suci dengan cahaya putih menyilaukan.
“Mo Tian! Kau menodai jalan suci yang telah kubangun!”
Dua kekuatan besar bertabrakan, langit retak, bumi berguncang.
Tapi pada akhirnya, keduanya lenyap — hanya meninggalkan kehancuran dan dunia yang terpecah menjadi tiga wilayah besar: Langit Putih, Bumi Hitam, dan Laut Jiwa.
Gambaran itu perlahan memudar.
“Jadi begitu…” Xiau Chen menghela napas panjang.
“Dunia baru terbentuk dari kehancuran perang suci kita.”
Lian Er menatapnya lembut. “Guru… dunia ini sudah berubah. Tapi benih kegelapan belum sepenuhnya hilang. Mo Tian mungkin telah bereinkarnasi, sama seperti guru.”
Xiau Chen memejamkan mata. “Dan ia pasti mencari sisa dari Kitab Kuno.”
“Benar,” jawab Lian Er. “Dari sembilan pusaka suci yang tertulis dalam kitab, guru dulu hanya menemukan dua: Pedang Jiwa Cahaya dan Cermin Langit. Tapi tujuh lainnya kini tersebar di seluruh benua.”
Xiau Chen menatap jauh ke arah barat, di mana awan gelap menggantung di cakrawala.
“Tujuh pusaka itu… harus kukumpulkan sebelum Mo Tian menemukannya.”
Lian Er mengangguk.
“Guru harus berhati-hati. Di setiap pusaka, ada roh penjaga yang tak akan tunduk pada siapa pun kecuali pemilik sejati Kitab Kuno. Tapi…” — ia menatap Xiau Chen lembut — “hanya guru yang mampu mengingat segel asli mereka.”
Tiba-tiba, aura di sekitar mereka berubah.
Angin sakura yang semula lembut mendadak berhenti.
Cahaya roh Lian Er meredup. Tubuhnya bergetar.
“Tidak…”
Wajahnya memucat. “Dia menemukanku…”
Xiau Chen segera mengangkat tangan, membentuk segel pelindung di sekeliling roh Lian Er.
“Siapa yang kau maksud?”
Namun belum sempat dijawab, langit di atas pohon sakura retak — seperti kaca yang pecah.
Dari celah itu, muncul kabut hitam pekat yang berputar, membentuk wajah besar dengan mata merah menyala.
“Xiau Chen…”
Suara berat itu bergema, membawa kekuatan yang membuat tanah bergetar hebat.
“Bahkan setelah ribuan tahun… kau masih berani menantangku?”
Xiau Chen menatap wajah itu tajam. “Mo Tian…”
Kabut hitam tertawa keras. “Kau boleh hidup kembali, tapi dunia ini milikku sekarang! Roh muridmu… adalah milikku juga!”
Serentak, kabut hitam menembus pohon sakura, mencoba menelan roh Lian Er.
“Tidak!” Xiau Chen membentak.
Tangannya membentuk segel kilat — Teknik Pemutus Langit!
Cahaya emas keluar dari telapak tangannya, menghantam wajah hitam itu dengan ledakan besar.
Suara menggelegar mengguncang seluruh gunung.
Namun saat debu menghilang, wajah hitam itu belum lenyap sepenuhnya. Ia hanya tersenyum dingin.
“Ini baru awalnya, Pendekar Suci… Kita akan bertemu lagi.”
Lalu kabut itu menghilang, meninggalkan hawa gelap yang menyesakkan dada.
Xiau Chen segera berlari ke arah roh Lian Er.
Tubuh gadis itu nyaris transparan, cahaya rohnya hampir padam.
“Lian Er! Bertahanlah!”
Gadis itu tersenyum lemah.
“Guru… jangan khawatir. Aku tak akan lenyap sepenuhnya. Selama pohon ini tetap hidup, sebagian jiwaku akan bertahan.”
Ia mengangkat tangannya, memancarkan cahaya kecil ke arah Xiau Chen.
“Ini… kunci menuju Pusaka Ketiga — Lonceng Jiwa Abadi. Terletak di Lembah Senja, di bawah penjagaan roh naga putih.”
Xiau Chen menerima cahaya itu, yang langsung menyatu ke dalam dantiannya.
Ia menatap Lian Er dengan mata bergetar. “Aku berjanji, aku akan mengakhiri segalanya. Dan aku akan memulihkan jiwamu sepenuhnya.”
Lian Er tersenyum bahagia, lalu tubuhnya berubah menjadi ribuan kelopak sakura yang beterbangan di udara, membentuk lingkaran cahaya di sekitar Xiau Chen.
“Semoga jalan suci membimbing langkahmu… Guru.”
Kelopak itu perlahan menghilang, menyisakan keheningan.
Malam turun.
Xiau Chen berdiri sendirian di bawah pohon sakura.
Tangannya mengepal, matanya menatap langit yang mulai dipenuhi bintang.
“Mo Tian…”
Suara itu dingin, tapi mantap.
“Jika dunia ini harus kulalui sekali lagi, maka aku akan menulis ulang takdirnya. Tidak untuk keabadian, tapi untuk kebenaran yang pernah hilang.”
“Kitab Kuno,” katanya dalam hati.
“Buka halaman berikutnya.”
Dari dalam jiwanya, suara kitab bergema lembut.
Pusaka Jiwa Abadi. Lembah Senja… tempat di mana waktu tidak mengalir.”
Xiau Chen tersenyum tipis.
Ia berbalik, melangkah meninggalkan puncak gunung.
Setiap langkahnya membawa gema masa lalu dan bayangan peperangan yang akan datang.