Bunga yang pernah dikecewakan oleh seorang pria, akhirnya mulai membuka kembali hatinya untuk Malik yang selama setahun terus mengejar cintanya. Ia terima cinta Malik walau sebenarnya rasa itu belum ada. Namun Bunga memutuskan untuk benar-benar mencintai Malik setelah mereka berpacaran selama dua tahun, dan pria itu melamarnya. Cinta itu akhirnya hadir.
Tetapi, kecewa dan sakit hati kembali harus dirasakan oleh Bunga. Pria itu memutuskan hubungan dengannya, bahkan langsung menikahi wanita lain walaupun mereka baru putus selama sepuluh hari. Alasannyapun membuat Bunga semakin sakit dan akhirnya memikirkan, tidak ada pria yang tulus dan bertanggungjawab di dunia ini. Trauma itu menjalar di hatinya.
Apakah Bunga memang tidak diizinkan untuk bahagia? Apakah trauma ini akan selalu menghantuinya?
follow IG author : @tulisanmumu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reckless
Tepat seminggu Bunga hanya berdiam diri di rumah. Kedua orang tuanya juga telah tiba di rumah. Sang Mama, Lita dan suami, Bara sangat senang akhirnya mereka bisa berkumpul kembali dengan putri bungsunya setelah beberapa tahun harus berpisah karena Bunga yang menempuh pendidikan dokter spesialis di negara sebelah.
Beberapa kali Lita ingin mengajak sang putri untuk sekedar jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, namun ditolak oleh Bunga. Bunga berkilah akan lebih baik menghabiskan waktu di rumah bersama kedua orang tuanya dari pada harus berjalan-jalan keluar.
Tiba akhirnya, hari ini Bunga memutuskan untuk memulai harinya bekerja di rumah sakit milik sang kakek yang kini dikelola oleh adik papanya. Tak ada gunanya terus meratapi kesialan percintaannya. Ia yakin masih bisa terus melanjutkan hidupnya tanpa pria. Orang tuanya lebih daripada mampu menghidupinya, lagipula Bunga sendiri juga bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Belum lagi, rumah sakit ini nantinya akan diteruskan pada dirinya, mengingat sang Tante yang tidak memiliki anak dan hanya dirinya, anggota keluarga yang meneruskan profesi kedokteran di keluarga besar setelah sang Tante. Lalu, apa yang harus ia khawatirkan, pikirnya.
Bahkan diluar sana, banyak pasangan yang sudah berumah tangga namun akhirnya memilih bercerai. Daripada mengalami hal yang serupa, ia merasa keputusannya untuk tidak menikah adalah pilihan yang tepat.
Tidak ada pria yang benar-benar baik— begitu pikirnya. Pertama, Fadi, pacar pertamanya. Mereka menjalin hubungan selama empat tahun.m, bahkan dulu sudah merencanakan mengenai masa depan bersama. Mereka bermimpi, begitu Bunga menyelesaikan masa koasnya, mereka akan segera menikah.
Namun, memasuki tahun keempat hubungan mereka, Fadi tiba-tiba memutuskan hubungan dengan alasan ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Entah apa maksud pria itu. Hampir setahun mereka berpisah, tanpa sengaja Bunga melihat Fadi bersama dengan seorang wanita yang sedang hamil tua di sebuah pusat perbelanjaan. Dengan enteng Fadi memperkenalkan wanita itu sebagai istrinya. Lelucon macam apa ini? pikir Bunga.
Melihat perut wanita itu, Bunga bisa menebak, usianya sudah mendekati persalinan—sekitar sembilan bulan. Padahal, ia dan Fadi baru berpisah sebelas bulan. Kapan mereka menikah? Lalu kapan mereka mulai menjalin hubungan? Apakah sejak ia dan Fadi masih dalam status berpacaran? Apakah ini alasan sebenarnya pria itu memutuskannya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Bunga, menyesakkan.
Yang Bunga yakini hingga hari ini adalah, Fadi dan perempuan itu sudah saling mengenal dan menjalin hubungan sejak ia dan Fadi masih berpacaran. Tidak mungkin, hanya sebulan sejak putus, mereka langsung berhubungan lalu memutuskan untuk menikah. Itu terlalu cepat—terlalu tidak masuk akal.
Setelah itu Bunga pun memutuskan untuk menutup hati, sampai akhirnya ia bertemu dengan Malik di sebuah acara yang diselenggarakan oleh perusahaan Papa Bunga. Malik yang dengan gigih terus mengejar cinta Bunga dan membuat Bunga akhirnya mau mencoba menjalin hubungan kembali. Kalimat, ‘Aku berbeda dengannya,’ yang selalu diucapkan Malik-lah yang menjadi alasan Bunga untuk kembali mempercayai dan menaruh harapan pada laki-laki.
Selama dua tahun menjalin hubungan, perasaan Bunga terhadap Malik sebenarnya belum besar, bahkan cenderung biasa saja. Namun setelah menerima cincin lamaran darinya, ia memutuskan untuk mulai mencintai pria yang dinilainya bertanggung jawab itu. Tak butuh waktu lama hingga Bunga benar-benar jatuh hati pada kekasihnya itu—namun dunia kembali menjatuhkannya. Lagi-lagi, setelah ia membuka hati, pria itu justru menikahi wanita lain.
Dunia memang penuh kejutan, dan Bunga hanya perlu melanjutkan hidupnya. Mulai hari ini, ia bertekad untuk terus menatap ke depan, tanpa lagi menoleh ke belakang.
"Jadi kamu bekerja hari ini?" tanya Lita ketika mereka selesai sarapan.
"Iya, Ma. Doakan hari pertama Bunga bekerja hari ini lancar ya, Ma,” jawab Bunga penuh semangat.
"Tanpa kamu minta, doa Papa dan Mana selalu menyertai kamu dan Kakak kamu," ucap Bara tulus.
"Terima kasih, Pa. Bunga pamit dulu, ya." Bunga mencium tangan dan pipi kedua orang tuanya. Ia langsung bergegas menuju rumah sakit, tempatnya mulai bekerja hari ini.
Dua hari pertama bekerja di rumah sakit berjalan lancar, tanpa hambatan berarti. Hingga pada hari keduanya, ia menerima seorang pasien yang membuatnya terpaku. Detak jantungnya mendadak berpacu semakin kencang.
Pasien terakhirnya hari ini datang bersama seorang wanita paruh baya, yang Bunga tahu adalah ibu dari calon pasiennya. Ini merupakan pertemuan kedua Bunga bertemu dengan mereka, namun tampaknya sang pasien tidak menyadari, apalagi mengingat dirinya.
Setelah berhasil menguasai diri, kemudian Bunga mulai membuka obrolan.
"Jadi ini kehamilan pertama Nyonya Olivia?" tanya Bunga. Bunga berucap setenang mungkin agar tidak disadari oleh mereka jika jantungnya kini berdetak sangat kencang.
"Benar, dok. Sejak saya cek dengan testpack beberapa waktu lalu, kami belum sempat untuk memeriksanya ke rumah sakit," jawab Olivia.
"Nyonya Olivia silahkan berbaring di ranjang biar saya periksa." Bunga menunjuk ke arah ranjang yang terdapat di samping meja kerja miliknya.
Olivia yang dibantu dengan perawat berbaring di ranjang yang ada diruangan tersebut. Perawat yang membantu Bunga menyingkapkan pakaian Olivia. Setelah diberi gel khusus, Bunga mengarahkan transducer ke perut Olivia.
Deg.
Jantung Bunga berdetak dua kali lebih cepat, padahal beberapa saat lalu ia sempat berhasil menormalkan iramanya. Semua itu berubah setelah ia melihat hasil yang terpampang di layar di hadapannya.
"Apa Nyonya ingat kapan hari pertama haid terakhirnya?" tanya Bunga. Ia sangat berusaha untuk terlihat normal.
"Untuk tanggalnya saya lupa, tapi terakhir saya haid itu sekitar 2 bulan lalu, dok," jelas Olivia.
Bunga menyudahi pemeriksaannya. Ia berjalan membelakangi Olivia untuk membuang sarung tangannya dan mencuci tangan sambil sesekali menarik nafasnya dalam. Setelah dirasa sudah bisa menguasai dirinya kembali, Bunga berjalan menuju kursinya.
"Menurut hasil pemeriksaan, kandungan nyonya Olivia sudah memasuki minggu ke tujuh, artinya sudah memasuki bulan kedua. Tidak ada kelainan ataupun masalah, ya dari yang kita lihat tadi. Namun tetap harus diperhatikan makanannya. Dan juga," Bunga menarik nafas dalam sebelum melanjutkan perkatannya.
"Dan juga untuk sementara jangan terlalu sering berhubungan suami istri dulu karena trimester pertama resiko keguguran masih rentan sekali. Nanti juga akan saya resepkan obat mual dan vitamin untuk penguat janin," lanjut Bunga.
“Untuk jenis kelamin masih belum bisa kelihatan, dok?” Kali ini ibu pasien yang bertanya.
Bunga menarik napas dalam-dalam. Karena keterkejutannya tadi, banyak hal yang seharusnya ia periksa dan pastikan pada pasiennya justru terlewat.
“Kalau untuk jenis kelamin saat ini belum bisa kita lihat, Nyonya. Kalau mau bisa kita lihat kembali ketika pemeriksaan berikutnya di bulan depan,” jawab Bunga setenang mungkin.
"Baiklah kalau begitu, dok. Terima kasih. Kalau begitu kami pamit.”
Setelah kedua wanita yang menjadi pasien terakhirnya itu keluar, Bunga juga meminta perawat yang mendampinginya hari ini untuk meninggalkannya sendirian. Ia menundukkan kepala di atas meja, dan tanpa bisa ditahan lagi, air mata yang sejak tadi ia bendung akhirnya mengalir.
"Jahat kamu, Malik!"
Semoga masih ada harapan Bunga kembali ke Fadi
Mama nya Jelita hamil dengan orang lain dan Fadi yg menikahi nya
Jelita bertemu dengan tante Bunga di IGD & Bunga tidak menyangka kalau papa Jelita adalah Fadi sang mantan.
2 mantan berada di IGD semua dengan kondisi yang berbeda