NovelToon NovelToon
Takdir Kedua

Takdir Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Murid Genius / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Putri asli/palsu
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Shinta Bagaskara terbangun kembali di masa lalu. Kali ini, ia tak lagi takut. Ia kembali untuk menuntut keadilan dan merebut semua yang pernah dirampas darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jarak yang Terlalu Jauh

Wajah Dira Bagaskara langsung memerah karena malu.

Ia menunduk, jemarinya meremas ujung bajunya.

“Aku cuma merasa bisa ikut ujian bareng kalian saja sudah suatu kehormatan.”

Lukman Adiprana, yang sejak lama sudah tidak tahan dengan sikap manja dan dibuat-buat Dira, hanya mendengus geli.

“Lucu banget. Aku sih nggak ngerasa terhormat sama sekali. Lagi pula, soal kamu bisa dapet peringkat tiga atau nggak, itu belum tentu.”

Dulu, sebelum Dira tahu Shinta dekat dengan seorang pria yang sangat tampan menurutnya, ia sempat menaruh hati pada Lukman.

Bagaimanapun, latar belakang keluarga Lukman cukup terpandang—cocok dengan citra yang ingin Dira bangun.

Tapi kini, mendengar kata-kata tajam itu lagi, wajah Dira terasa panas. Matanya mencari pertolongan pada Silviana, tapi sayangnya, Silviana bahkan tidak sudi menoleh padanya.

Nada suara Lukman makin dingin.

“Aneh juga ya. Ada orang yang nggak tahu diri, terus aja merasa kalau dirinya idola semua orang.”

Tangan Dira mengepal erat. Matanya berkaca-kaca, entah karena marah, atau karena merasa terhina.

Begitu mereka tiba kembali di kelas 12A, Lukman dan Silviana langsung duduk di tempat masing-masing.

Dira buru-buru menunduk, takut wajahnya yang merah padam terlihat orang lain, lalu kembali ke bangkunya sendiri.

---

Malam harinya, Shinta Bagaskara tidur lebih awal.

Besok ujian akan dimulai.

Di kelas 12D, suasana penuh semangat. Para siswa saling menyemangati sebelum masuk ke ruang ujian masing-masing.

Di SMA Hastinapura Global School, tempat duduk ujian diatur secara acak, bukan berdasarkan nilai.

Kebetulan, Shinta, Dira, dan Lukman berada di ruang ujian yang sama. Lukman duduk tepat di depan Shinta, sementara Dira berada di barisan paling belakang dekat jendela—cukup jauh dari keduanya.

Lukman yang duduk di depan sesekali melirik ke belakang.

Dalam hati, ia sebenarnya ingin sekali mengajak Shinta bicara, tapi mereka belum saling kenal.

Kalau tiba-tiba ia menoleh dan mengajak ngobrol, takutnya Shinta malah mengira dia cowok usil. Itu bisa merusak citranya.

Akhirnya, setelah berdebat dalam hati cukup lama, Lukman nekat membalikkan badan.

“Shinta, eh… teman sekelas—”

Belum sempat kalimatnya selesai, guru pengawas sudah masuk ke ruangan.

Lukman hanya bisa menatap kosong ke depan.

“...”

Terpaksa ia balik badan lagi, menelan kata-katanya sendiri.

Nggak apa-apa, masih ada waktu. Kalau bukan sekarang, setelah ujian juga bisa cari kesempatan.

Hari itu ujian pertama adalah mata pelajaran Sains Terpadu, jadi mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi dijadikan satu.

Begitu soal dibagikan, Shinta hanya melirik sekilas, lalu langsung menunduk dan menulis.

Gerakannya tenang dan stabil, seolah setiap jawaban sudah ada di kepalanya sejak awal. Tulisan tangannya agak berantakan, tapi cepat dan mantap.

Guru pengawas yang berjalan di sampingnya melirik sekilas jawabannya.

Nama Shinta akhir-akhir ini memang sering dibicarakan di kalangan guru sains. Nilai Sains nya hampir selalu sempurna—kurang dari lima poin dari total nilai penuh. Tak heran, reputasinya sudah cukup terkenal.

Kebetulan, guru pengawas kali ini adalah guru fisika. Begitu melihat nama Shinta di daftar peserta, ia langsung memperhatikan lebih serius.

Namun, ketika benar-benar melihat lembar jawabannya, alisnya perlahan berkerut. Lalu matanya melebar penuh heran.

Gadis ini... benar-benar luar biasa. Kalau hasil ujiannya bagus, bisa jadi Pak Liang—wali kelas unggulan—yang bakal kena malu.

Selama ini, di antara guru-guru kelas 12, Pak Liang terkenal angkuh. Karena punya koneksi kuat di sekolah, banyak guru yang memilih diam. Di depannya sih semua bersikap sopan, tapi di belakang, banyak yang sebal.

Guru pengawas itu akhirnya berkali-kali melewati meja Shinta. Setiap kali ia melihat jawabannya, rasa terkejutnya makin besar.

Saking herannya, sempat terlintas pikiran: jangan-jangan anak ini asal isi, tapi dari raut wajah Shinta yang serius, jelas tidak seperti itu.

Guru itu kembali ke mejanya, mencoba mengerjakan soal terakhir—soal fisika yang memang paling sulit.

Ia menggaruk kepala, menulisi kertas penuh coretan.

Sepuluh menit kemudian, barulah ia menemukan satu cara untuk menyelesaikannya.

Namun saat itu, Shinta sudah lama berhenti menulis. Shinta bahkan tidak memakai kertas coretan sama sekali.

Semua perhitungan diselesaikannya di kepala, kertas buramnya tetap kosong bersih.

Begitu bel tanda sudah boleh mengumpulkan jawaban ujian berbunyi, Shinta berdiri dan berjalan ke depan.

Ia meletakkan lembar jawabannya di meja pengawas dengan bunyi thap! kecil.

Guru itu sempat terlonjak kaget.

“Eh… ada apa, Nak?”

“Ngumpulin jawaban, Pak.”

Guru itu terdiam, lalu menyesuaikan kacamatanya.

“Ngumpulin... sekarang?”

“Iya.” jawab Shinta singkat.

Nada suaranya tenang, wajahnya polos tanpa beban.

Guru itu akhirnya menghela napas pelan, lalu melambaikan tangan.

“Baiklah. Silakan keluar.”

Begitu Shinta keluar ruangan, guru itu langsung mengambil kertas jawabannya.

Ia menatap deretan angka dan rumus dengan takjub, lalu menepuk dahinya keras-keras.

“Astaga... jadi begitu caranya! Hebat banget!”

Untuk sesaat, ia bahkan merasa bingung—siapa sebenarnya guru di sini: dirinya atau murid itu?

Sementara itu, di dalam kelas, suasana masih penuh tekanan.

Ujian kali ini benar-benar sulit. Waktu tersisa tinggal sepuluh menit, tapi banyak murid yang masih belum menyelesaikan separuh soal.

Di SMA Hastinapura Global School memang akan ada dua bel pada saat ujian, bel pertama dan kedua jaraknya hanya sepuluh menit, ya sebagai pertanda boleh mengumpulkan jawaban dan tanda bahwa waktu ujian sudah berakhir.

Dari bangku paling belakang, Dira yang melihat Shinta keluar lebih dulu malah tersenyum miring.

“Pasti nyerah,” batinnya sinis.

Baginya, Shinta tak mungkin sanggup menyelesaikan soal sesulit ini.

Sementara Lukman, yang duduk di depan Shinta, justru terperangah.

“Astaga... dia selesai?!”

Ia sempat bengong beberapa detik, lalu buru-buru menunduk lagi.

“Kalau Shinta bisa ngalahin Silviana, aku yang ranking dua abadi ini harus siap minggir!”

Ia mendadak gelisah. Tidak boleh sampai Shinta melaju terlalu jauh. Harga dirinya sebagai “si nomor dua” bisa hancur kalau gadis itu benar-benar melejit.

Guru pengawas masih tertegun cukup lama, baru kemudian berkeliling lagi dengan tangan di belakang punggung.

Melihat para murid lain yang wajahnya kusut, dahi berkerut, dan kertas penuh coretan, barulah ia bisa bernapas lega.

Nah, ini baru normal.

Beginilah seharusnya ujian yang sulit terlihat.

Bel tanda waktu habis pun berbunyi. Lukman akhirnya meletakkan pensilnya. Soal terakhirnya bahkan belum selesai—baru setengah langkah penyelesaian.

Dira pun tidak lebih baik.

Nilai bahasa dan matematikanya memang bagus, tapi untuk sains, itu jelas titik lemahnya.

Kali ini, ada sekitar empat puluh poin yang bahkan tidak sempat ia kerjakan.

Saat keluar ruangan, wajah para murid tampak suram.

Ujian ini terlalu sulit, membuat semua orang merasa terpukul.

Dira menggenggam lembar ujiannya begitu erat sampai keringat menetes dari telapak tangannya.

Padahal, sebelumnya ia sudah belajar keras dan merasa percaya diri bisa masuk tiga besar. Tapi sekarang, keyakinan itu hancur total.

Soal-soal mudah masih bisa ia jawab, tapi begitu masuk bagian sulit, kemungkinan jaraknya dengan yang lain semakin lebar.

Beberapa pilihan ganda dan isian singkat bahkan ia isi asal-asalan. Dengan empat puluh poin kosong... hasilnya sudah bisa ditebak.

Dan karena gagal menenangkan diri, mental Dira ikut jatuh. Konsentrasinya pun buyar di ujian-ujian berikutnya.

1
Robiirta
hajar Man lukman
Robiirta
gurunya gini muridnya gitu😄
Robiirta
wah lawan Rusia 👍
Robiirta
semangat update terus
Robiirta
satu kelas kompak khawatir shintanya selow🤭
Robiirta
nyesel tu mesti di belakang emang
Robiirta
enaknya punya bos koyo gini😍
Robiirta
kalau ngga sinis bisa kali ibu
Robiirta
bikin seblak aja kerupuk mah😄
Robiirta
kakek kakek🤣🤣🤣
Robiirta
kurang greget tu shin🤭🤭
Robiirta
kelakuannya shinta kaya aku🤣🤣🤣
Na_dhyra
jangan lama2 update nya thor...aku slalu nunggu....novelmu ini salah satu daftar bacaan favorite ku buat healing...hehehe
INeeTha: 🙏🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Na_dhyra
rasain si diraa
gaby
Belum tau aja si Lukman kalo si Kaka ipar ini adalah org yg udah mempermalukan dia dgn kekalahan telak/Facepalm//Facepalm/
gaby
Critain kegiatan di sekolah dong thor. Kan di sekolah Shinta di remehin, gimana cara Shinta menampar smua guru yg memandang remeh dia. Lagian Shinta msh anak sekolah, fokusin kegiatan di sekolah. Kalo dah lulus terserah deh bahas dunia hacker
gaby
Penulisan & penyusunan kata2nya bagus bgt ka. Pas sekolah dulu pasti nilai bahasa Indonesianya tinggi
gaby
Bagus bgt critanya, mudah2an ga putus di tengah jln. Banyak novel2 bagus dr autor ternama tp di pertengahan hiatus. Bikin kesel
gaby
Secara ga langsung Haryo mengakui Shinta cantik & Dira buruk rupa. Kalo aq jd Dira auto nangis darah pas Haryo bilang Shinta cantik/Grin//Grin/
Robiirta: ya kan, q juga pikir gitu
total 1 replies
gaby
Critanya agak mirip novel sebelah yg dah tamat. Tp novel ini jalan critanya lbh bagus drpd yg sebelah. Kalo novel sebelah agak lebay & bertele2. Smoga critanya tetep bagus sampai ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!