Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.5
Sebulan telah berlalu sejak pernikahan Zahira dan Neil. Namun, hubungan mereka tidak menunjukkan perubahan signifikan. Zahira menatap kalender dan melingkari tanggal 30, merasa bahwa waktu berlalu begitu cepat tanpa ada kemajuan dalam hubungan mereka.
"Sudah 30 hari, waktu begitu cepat berlalu. Tapi, hubunganku dengan Neil begitu saja tidak ada perubahan," gumam Zahira dengan napas pelan sambil duduk di balkon kamar.
Selama sebulan menjadi istri Neil, Zahira hanya bertemu Neil saat sarapan. Permintaan bekerja yang diajukan ditolak oleh Neil.
Kini waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, belum ada tanda-tanda Neil akan pulang. Zahira tersenyum getir, menyadari bahwa dia tidak seharusnya mengharapkan Neil pulang lebih awal. Dengan perasaan kecewa, Zahira memutuskan untuk tidur daripada menunggu Neil yang tidak kunjung pulang.
Sementara itu, Neil berada di tempat lain, menatap seorang gadis bernama Livia yang sedang hamil. Setelah sebulan mencari, Neil akhirnya menemukan Livia di sebuah kafe.
Livia menangis tersedu-sedu menceritakan semua yang dialaminya tentu saja semua adalah karangan, dan kini usia kandungannya telah mencapai empat bulan. Neil menatap Livia dengan perasaan yang kompleks, antara cinta dan tanggung jawab.
Neil awalnya ragu tentang keaslian anak yang dikandung Livia. Namun, setelah Livia menunjukkan bukti yang meyakinkan, Neil mulai menerima kemungkinan bahwa itu benar-benar anaknya.
Meskipun dia selalu menggunakan pengaman, cinta membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
"Neil," panggil Livia lembut, menatap kekasihnya dengan penuh harap.
"Apa kau akan menerima anak ini?" tanya Livia dengan sedikit ketakutan.
"Aku menerimanya, Via. Bagaimanapun, dia adalah anakku," jawab Neil dengan nada yang menunjukkan keraguan dalam hatinya. Livia tersenyum bahagia dan memeluk Neil erat, merasa lega.
Livia tahu tentang pernikahan Neil dengan Zahira, seorang pembantu di rumah orang tuanya. Dia percaya bahwa pernikahan itu tidak akan bertahan lama.
“Aku harus pulang, Livia," kata Neil sambil melihat jam tangan.
"Tapi aku takut sendiri," lirih Livia, menunjukkan rasa takutnya.
"Jangan khawatir, aku sudah menempatkan beberapa orang di sekitar apartemen mu. Semua akan baik-baik saja," Neil meyakinkan Livia.
Setelah Neil pergi, Livia memandang lift yang tertutup dengan senyum sinis.
"Sabar, Livia. Aku akan membuat gadis itu pergi," gumamnya dengan tekad, dia akan mengambil kembali apa yang harus jadi miliknya. yaitu, Nyonya Johnson.
Pukul setengah dua belas malam, Neil tiba di apartemennya. Dia berharap Zahira masih terjaga dan menunggunya di sofa, tetapi dia tidak menemukannya.
"Apa yang sedang, kamu pikirkan Neil? Ingat, cintamu hanya Livia." Ujar Neil, menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia langsung menuju kamar dengan pikiran yang masih terganggu.
Keesokan paginya, dia terkejut melihat Zahira dengan wajah pucat dan mata panda.
"Apa kamu sakit?" tanya Neil setelah Zahira menyajikan sarapan untuknya.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Zahira singkat sebelum kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapannya sendiri. Ternyata, Zahira tidak bisa tidur karena terlalu khawatir tentang kepulangan Neil malam itu.
Neil merutuk mulutnya, merasa ingin memberitahu Zahira tentang kepulangannya yang larut.
Namun, jawaban Zahira yang singkat membuatnya tidak banyak bicara. Setelah menyelesaikan sarapannya, Neil langsung pergi tanpa pamit, sebuah perilaku yang sudah biasa bagi mereka.
Sementara itu, Zahira bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan. Di sisi lain, Neil berencana mengunjungi Livia di apartemennya, membawa beberapa makanan dan susu hamil sebagai tanda perhatiannya.
Meskipun masih ragu tentang keaslian anak itu, Neil ingin memberikan yang terbaik untuk bayi yang dikandung Livia.
******
Axel memberikan instruksi kepada orang suruhannya. "Awasi terus dia, jangan sampai ada yang terlewat."
"Baik, Tuan," jawab orang suruhan Axel dengan patuh.
Kemudian, Axel dan Nathan membahas kembalinya Livia yang disembunyikan oleh Neil di ruang kerja Axel. Nathan bertanya,
"Wanita itu, apa sudah kembali?"
Axel menjawab dengan nada kesal, "Ya, wanita itu sudah kembali. Dan benar apa yang kamu katakan. Dia sedang hamil dan mungkin sedang menjebak adikmu yang bodoh itu."
Nathan memperhatikan reaksi ayahnya dan bertanya, "Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Dad?"
Axel memikirkan sejenak sebelum menjawab, "Buat Zahira hamil."
Namun, Nathan tidak setuju. "Aku tidak setuju, Daddy. Pasti akan sulit untuk mereka. Aku kasihan pada Zahira."
Axel mempertimbangkan pendapat Nathan dan memutuskan, "Kita pikirkan nanti. Yang penting, terus suruh orang-orang kita untuk mengawasi Livia... dan awasi Zahira dari jauh. Daddy takutnya dia nekat."
"Baik, Dad," jawab Nathan patuh sebelum berpamitan dari Axel.
Setelah Nathan pergi, Axel menatap pintu yang baru tertutup dengan perasaan yang kompleks tentang kedua anak lelakinya.
"Hanya Nathan yang patuh padaku, sedangkan Neil... dia selalu ingin sesuka hatinya dan keras kepala," pikir Axel.
******
Miller terbaring lemah di rumah sakit, sementara Egi, asisten setianya, bertanya kepada dokter tentang keadaan Miller.
"Bagaimana keadaan tuan saya, dok? Apa ada perubahan?" tanya Egi.
Dokter menjelaskan, "Untuk sementara waktu, belum ada perubahan dari tuan Miller. Luka yang menghantam kepalanya cukup kuat, menyebabkan dia cedera."
Egi menghembuskan napas pelan, merasa iba melihat Miller yang sudah hampir satu bulan tidak sadarkan diri.
"Cepatlah sadar tuan, agar anda bisa membalas dendam pada orang yang ingin mencelakai anda," gumam Egi.
Egi kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mencari Livia, yang diduga terlibat dalam kecelakaan itu.
"Ingat, dapatkan dia. Hidup atau mati!" titah Egi.
Anak buahnya menjawab serempak,"Baik."
Setelah membubarkan anak buahnya, Egi bersumpah akan membalas dendam pada Livia.
"Livia, kau tidak akan lepas dari kami. Kemana pun kamu pergi, kami akan mencari mu. Kamu harus bertanggung jawab atas Tuan Miller!" Egi mengepalkan tangannya dengan kuat.
Bersambung..
Jangan lupa komen, like n share guysss
emang enak