“Gray dan yang lain dalam bahaya. Aku harus menolong mereka.”
Ketika Luc Besson menekan tombol dan serangan mematikan itu melesat cepat ke arah Gray dan rombongan, Gavin memaksakan dirinya berdiri. Napasnya terengah-engah, tubuhnya nyaris tak sanggup bergerak, tetapi kakinya tetap melangkah.
“Tidak!”
Ia berlari sekuat tenaga, meski sadar tindakannya mungkin tidak akan menghentikan serangan itu. Namun ia tidak bisa berdiam diri ketika kematian berada tepat di depan mata orang-orang yang ingin ia selamatkan.
Di saat itulah Gavin berteriak dalam keputusasaan yang paling dalam.
“Aku mohon hentikan waktu agar aku menolong mereka.”
Seketika, Gavin terperangah. Sebuah gelombang aneh menjalar dari dalam tubuhnya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Apa yang terjadi?”
Di hadapan kehancuran yang tak terelakkan, Gavin melihat sesuatu yang tidak pernah dirinya lihat selama ini—sebuah tanda bahwa kekuatan tersembunyi di dalam dirinya akhirnya terbangun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Xander seketika terkejut meski ia sudah mendengar soal pemasangan chip dari Luc Besson tempo hari. "Mereka akan memasang chip padaku dan tiga anggota baru?"
Xander sontak terdiam, tenggelam dalam pikirannya. Ia masih belum mengetahui ketiga anggota baru UltraTech yang lain hingga sekarang.
Luc Besson mengembus napas panjang. "Gideon, Gabriel, dan banyak anggota UltraTech sudah dipasangi chip oleh anggota dewan. Penduduk di markas, bahkan hingga anak-anak, bayi, dan hewan peliharaan sekalipun akan ditanami oleh chip. Mereka memang masih bisa bergerak bebas, tetapi jika mereka melakukan sesuatu yang merugikan pada dewan, mereka akan langsung dikendalikan."
Xander teringat dengan pertemuannya dengan Gideon dan Gabriel tempo hari. Keduanya tidak terlihat seperti orang-orang yang sedang dikendalikan. Hal sama saat mereka bertarung dengan Luc, Gray, Baba, dan yang lain di peternakan.
"Alexander," panggil Xander untuk kesekian kali. "Kau melamun."
"Bukankah sangat berbahaya jika kau ditanami chip oleh UltraTech saat kau menyamar sebagai aku?" tanya Xander seraya menggeser duduk lebih depan.
"Sahabatku Graham sudah ditanami chip, tetapi dia berusaha untuk melemahkan kekuatan chip itu. Sayangnya, gerakannya sangat terbatas karena dia diawasi oleh para dewan sehingga dia tidak bisa menyelesaikan alat untuk menghilangkan pengaruh chip padanya. Akan tetapi, dia sudah menuliskan banyak catatan untuk menghilangkan pengaruh itu."
Luc Besson membuka layar hologram. "Aku sudah mempelajari banyak catatannya, termasuk banyak informasi terkait rahasia para dewan yang sudah dikumpulkan oleh Graham. Aku sudah memprogram para robotku untuk menciptakan alat penghilang chip itu. Graham sudah menyiapkan bahan-bahannya untukku. Jika tidak ada sesuatu yang mengganggu, alat itu akan selesai dua jam lagi."
"Akan tetapi, hal itu tetaplah berbahaya. Kau harus menguji alat itu lebih dahulu dan mempelajari hasilnya dengan baik. Kemungkinan gagal akan semakin besar jika kau tidak melakukannya." Xander mengepalkan tangan erat-erat.
Govin, Miguel, dan Mikael tidak mengatakan apa pun.
"Aku bisa mencobanya saat aku tiba di markas UltraTech. Beberapa penjaga tentu sudah berada dalam pengaruh chip. Aku akan tahu hasilnya saat itu juga."
"Bagaimana jika para dewan tahu rencanamu? Mereka tidak akan memasangkan chip tanpa memikirkan cara untuk melepaskannya, bukan?"
Luc Besson tertawa. "Kau sangat tertarik dengan hal ini, Alexander. Aku suka rasa penasaran sekaligus ketakutanmu."
Xander menoleh pada Govin, Miguel, dan Mikael. "Selain itu, para pengawal kemungkinan akan ditanami oleh chip. Kita tidak bisa–”
"Alexander, tenanglah. Aku menghargai kekhawatiranmu, tetapi aku tahu karakter orang-orangku. Aku juga tidak sembarang mengambil keputusan. Aku sudah merencanakan semuanya sebaik mungkin. Jika kau tetap pergi, kau tidak akan bisa melakukan apapun. Kau akan ditanami oleh chip, dan kehadiranku di kediamanmu justru akan menjadi malapetaka bagimu dan keluargamu."
Luc Besson menutup layar hologram, terdiam sesaat. Ia memang sudah merencanakan kepergian ke markas sebaik mungkin. Akan tetapi, ketakutan dan keraguan itu masih ada mengingat peluang keberhasilan misi ini hanya sebatas 65% saja.
Xander bersandar di kursi, memejamkan mata. Ia berada di antara dua pilihan yang sangat berat. "Perkataan Luc tidaklah salah. Dia adalah sosok yang lebih tahu mengenai UltraTech dibandingkan aku. Akan tetapi, apapun pilihan yang harus aku ambil sekarang semuanya menuntunku dan keluargaku ke dalam bahaya," gumamnya.
Govin melirik Xander sekilas.
"Alexander, aku sangat mengerti keresahanmu. Bagimu, aku, Baba, dan yang lain adalah sekutu yang tidak mungkin kau dapatkan secara percuma. Kau juga pasti menyadari kau mulai terikat dan tergantung denganku dan yang lain. Kau akan merasa bimbang saat kau kehilangan kami di saat kau menghadapi UltraTech, sesuatu yang bahkan sebuah negara pun tidak bisa menandingi mereka."
Luc Besson mencondongkan tubuhnya ke depan. "Dengarkan aku, Alexander. Aku memiliki sesuatu yang membuatmu bisa tenang."
Xander terkejut ketika mendengarkan ucapan Luc Besson.
Hujan mendadak mengguyur deras. Xander dan Luc Besson berpisah beberapa menit kemudian. Suasana kediaman utama tampak sangat hening, bahkan suku pedalaman nyaris semuanya tertidur di dalam rumah-rumah mereka.
Xander memasuki kamar Alexis, tersenyum saat melihat anak kecil itu tertidur pulas di ranjang. Axo, Axe, dan Aeon tertidur di tempat mereka masing-masing. "Ini membuat hatiku sangat tenang dan nyaman."
Xander memijat kepala beberapa kali, menoleh saat seseorang menyelimutinya. "Kau belum tidur?"
"Kau bekerja terlalu keras akhir-akhir ini." Lizzy tersenyum, sedikit menarik tangan Xander. "Kau harus beristirahat agar pikiran dan tubuhmu siap untuk menghadapi hari esok.”
Xander tersenyum. "Kau benar."
Sementara itu, Luc Besson tengah berada di ruangannya, mengamati progres penciptaan alat pemusnah chip. "Aku harus mengakui tekad baja Graham. Dia mampu menciptakan rancangan ini dengan sangat sempurna, padahal dia diawasi sangat ketat. Aku menyelesaikan alat ini tepat waktu."
Luc Besson menoleh ke arah pintu saat Baba memasuki ruangannya. "Kau sebaiknya beristirahat, Baba."
"Akulah yang seharusnya berkata demikian padamu, Pak Tua. Kau terlalu memaksakan diri dengan pekerjaan ini. Kau bisa meminta bantuanku."
"Kau sudah mengatakan hal yang sama berkali-kali, Baba. Tapi, jawabanku tetap sama. Aku harus melakukan semua ini sendiri." Luc Besson menguap beberapa kali.
"Kau memang keras kepala." Baba mengembus napas panjang, menyimpan secangkir teh panas. "Aku hanya bisa membantumu dengan ini."
"Minuman kesukaanku. Ini lebih dari cukup." Luc Besson meniup-niup asap, meneguk teh perlahan. "Minuman ini sangat cocok di malam yang dingin."
Baba meninggalkan ruangan. "Aku sebaiknya tidak mengganggunya sekarang. Dia sangat serius dengan pekerjaannya. Sifat jeleknya tidak sengaja aku tiru."
Baba berhenti di lorong, mengamati tetes hujan. "Besok adalah keberangkatan Pak Tua Rio ke markas UltraTech. Aku mengkhawatirkannya, tetapi dia bukanlah orang yang gegabah. Aku yakin dia sudah merencanakan banyak hal."
Di waktu yang sama, Gray tengah berada di ruangan perawatan Gavin. Ia duduk di samping ranjang, menatap pria itu beberapa waktu. "Aku tidak menduga jika aku sebergantung itu padamu, Gavin."
Gray memejamkan mata, berusaha membaca pikiran Gavin.
"Aku tidak dapat membaca pikiranmu meski aku sudah mencoba berkali-kali."
Gray tertidur di ranjang tak lama setelahnya.
Hujan mengguyur semakin deras, disusul oleh angin kencang dan petir yang menggelegar. Suasana begitu mencekam di luar, tetapi beberapa robot dan alat tampak berjaga di beberapa titik lokasi.
Gavin membuka mata perlahan melirik ke samping. "Gray," gumamnya.
Gavin tercenung selama beberapa waktu, terdiam saat mengingat peristiwa pertarungan tempo hari. Tak lama setelahnya, ia kembali tertidur.
Di ruangan berbeda, Osvaldo Tolliver tengah memimpikan sebuah kejadian hingga keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Ia mulai tenang saat mimpi itu menghilang dan berganti dengan mimpi lain.
Waktu terus berjalan. Pasukan pencari dan pemusnah nyatanya masih mencari keberadaan George hingga ke berbagai tempat. Meski begitu, mereka masih belum menemukan jejak pria itu.
Si pemimpin pasukan bernama Talon tersenyum saat mendapat jejak. "Kau tidak bisa bersembunyi selamanya, George. Kau akan hancur di tanganku.”