NovelToon NovelToon
Under The Same Sky

Under The Same Sky

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Model / Mantan / Orang Disabilitas
Popularitas:673
Nilai: 5
Nama Author: CHRESTEA

Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.

Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Di Balik Kedamaian

Aroma nasi goreng dan teh hangat, memenuhi dapur Orion. Hampir satu jam Luna berdiri di dapur dengan rambut sedikit berantakan, mengenakan kemeja putih longgar milik Orion.

Dia menyiapkan sarapan sambil sesekali melirik ke arah ruang tengah, di mana Orion duduk di sofa, melatih kakinya sambil membaca berita dari ponselnya. Wajahnya tampak lebih segar, tapi ekspresinya tenang seperti biasa.

“Pagi,” sapa Luna sambil meletakkan secangkir teh di meja.

“Pagi.” Orion menatapnya, matanya sedikit melembut. “Kamu bangun duluan lagi."

“Kamu tidur terlalu nyenyak,” balas Luna, senyum kecil muncul di bibirnya.

Orion hanya mengangkat alis. “Semua karena kamu.”

Luna terdiam, lalu tersenyum pelan. “Aku senang dengarnya.”

Namun suasana hangat pagi itu sedikit terganggu ketika suara notifikasi ponsel Luna berbunyi. Nama di layar membuat senyum di wajahnya perlahan pudar.

Kai Donovan.

Luna menarik napas dalam, lalu menerima panggilan. Orion memperhatikan diam-diam dari tempatnya duduk.

“Luna, kamu di mana sekarang?” suara Kai terdengar pelan tapi jelas.

“Aku… lagi di rumah,” jawab Luna hati-hati.

“Rumah? Maksudmu apartemen kamu di Manhattan?”

“Bukan. Aku di rumah Orion sekarang.”

Hening beberapa detik. Suara Kai terdengar menegang.

“Luna… kamu yakin dengan keputusan itu?”

“Aku yakin,” jawab Luna mantap. “Aku sudah janji sama dia. Aku di sini bukan karena terpaksa.”

“Aku nggak melarang,” suara Kai terdengar lebih lembut, “tapi kamu tahu kan, dunia luar nggak akan diam. Mereka masih menunggu kamu jatuh.”

“Biarkan mereka bicara, Kai,” Luna menatap Orion yang kini menatapnya balik. “Kali ini aku nggak mau lari lagi.”

Kai tidak menjawab lama, hanya menghela napas.

“Baiklah. Aku akan bantu dari jauh. Tapi kalau keadaan memburuk, kamu harus janji buat dengar aku.”

“Aku janji.”

Panggilan berakhir. Luna menatap layar ponselnya sesaat sebelum menaruhnya di meja.

“Dia khawatir,” ucapnya pelan.

Orion menatapnya. “Dia peduli. Dan aku bisa lihat kenapa.”

Luna menatap balik. “Tapi aku tetap di sini.”

Orion tersenyum kecil. “Aku tahu.”

____

Luna mulai terbiasa dengan rutinitas baru mereka, menyiapkan sarapan, menemani Orion latihan jalan di taman belakang, menonton film malam hari sambil berbagi selimut. Semua mengingatkan saat mereka tinggal bersama di rumah belakang rumah sakit

Dan di sela waktu itu, kabar tentang Orion Delvano perlahan kembali mengisi dunia luar.

Beberapa mantan rekan balapnya menghubungi Damian, mengajak Orion kembali ke dunia balapan, kali ini bukan sebagai pembalap, tapi sebagai mentor dan manajer tim muda.

Saat Damian menyampaikan kabar itu, Orion hanya terdiam lama.

“Jadi, mereka masih ingat aku?” tanyanya datar.

“Bukan cuma ingat,” jawab Damian, “mereka butuh kamu. Kamu legenda, Rion.”

Luna yang duduk di sebelah Damian ikut menatap Orion. “Kamu mau?”

Orion menatap keluar jendela, ke arah langit yang mulai gelap. “Aku nggak tahu. Aku takut kembali dan menemukan diriku bukan siapa-siapa lagi.”

Luna mendekat, menyentuh tangannya. “Rion, kamu bukan siapa-siapa kalau kamu berhenti berjuang. Tapi kalau kamu melangkah lagi, kamu bisa jadi apa pun.”

Dia menatap Luna lama, dan dalam sorot matanya, untuk pertama kalinya, ada semangat kecil yang dulu padam.

"Baik, aku akan mecobanya. Setidaknya aku bisa mencium aroma sirkuit lagi, tanpa harus berjalan di atasnya."

Damian dan Luna tersenyum hangat, ada rasa bangga dalam senyuman itu.

Orion memulai kembali terapinya bersama dengan Damian. Langkah kakinya sudah sangat membaik, bahkan jika melihatnya sekilas itu sudah terlihat normal.

"Bagus.. aku rasa perkembangan kaki mu, sudah sangat jauh membaik."

"Iya, aku merasakan itu."

"Teruslah berlarih, tidak perlu terlalu memaksa. Aku rasa dalam beberapa bulan kedepan kamu bisa berjalan normal."

Orion tersenyum puas, "Baiklah.."

Luna berjalan keluar dari arah dapur, membawa dua piring cookies buatannya. Menyodorkan untuk dua pria yang tengah mengobrol santai di balkon.

"Ini untuk kalian..aku baru membuatnya."

"Wow.. ini karya luar biasa. Aku harus mengabadikannya, jarang-jarang bisa di masakan oleh artis terkenal." goda Damian.

"Kakak.." protes Luna.

"Iya..iya.." jawab Damian sambil tersenyum kecil.

Tak berselang lama Damian berpamitan untuk pulang, malam ini ada pasien baru yang harus di tanganinya.

"Aku pulang dulu. Jika ada masalah, segera hubungi aku." ucap Damian sambil memeluk tubuh Luna.

"Baik kak.." ucap Luna.

"Jaga diri baik-baik, adik ipar. Kita bertemu minggu depan." ucap Damian sambil tertawa kecil.

Luna melotot mendengar candaan Damian, sedangkan Orion hanya tersenyum kecil.

____

Suara bel memecah keheningan rumah. Luna yang sedang mengupas buah di ruang tengah menoleh cepat, sementara Orion berdiri perlahan dari sofa.

"Aku buka pintu dulu." ucap Orion.

Pintu terbuka, menampakkan seorang pria paruh baya berjas rapi dan berwajah tegas. Senyum profesionalnya langsung muncul begitu melihat Orion.

“Orion,” sapanya dengan nada penuh wibawa. “Sudah lama sekali.”

Orion memicingkan mata sejenak sebelum akhirnya mengenali sosok itu. “Ryan?”

Pria itu tertawa kecil. “Masih ingat rupanya. Aku pikir kamu sudah lupa sama manajermu yang dulu.”

“Sulit lupa sama orang yang bikin aku kerja hampir dua puluh jam sehari,” balas Orion sambil tersenyum tipis.

Ryan ikut tertawa, tapi matanya memantulkan kekaguman yang tak bisa disembunyikan. “Lihat kamu sekarang,berjalan tanpa alat bantu. Dunia harus tahu, Rion. Mereka butuh kisah ini.”

Luna muncul dari arah dapur, membawa dua gelas air. “Silakan duduk, Mr. Ryan.”

“Terima kasih,” katanya sopan.

Tatapannya beralih sekilas ke Luna, menoleh kembali ke Orion. Tatapannya cukup mengartikan untuk bertanya siapa wanita yang ada di rumahnya.

Orion tersenyum singkat, duduk di sofa berhadapan dengannya. “Kenalkan, dia Luna Carter, tunanganku."

Luna cukup terkejut dengan perkenalan Orion tentangnya. Namun dia tidak berkomentar, hanya tersenyum dengan wajah memerah.

"Luna Carter." ucap Luna sambil mengulurkan tangan.

Ryan tersenyum kecil. “Ryan Gosh."

"Jadi tujuanmu kesini hari ini untuk apa?" tanya Orion tanpa basa basi.

"Kamu tahu apa tujuan aku kesini. Aku datang karena dunia luar nggak berhenti membicarakan kamu.”

Orion mengernyit. “Jadi?”

Ryan menyalakan tablet yang dibawanya, memperlihatkan sederet berita utama.

“Kembalinya Orion Delvano: Dari Kehancuran ke Harapan Baru Dunia Balap.”

“Mantan juara yang kembali berdiri. Apakah dia siap kembali ke arena?”

Luna menatap layar itu, diam. Semua foto memperlihatkan Orion: berjalan dengan tongkat, berlatih di taman belakang,bahkan saat dia tersenyum kecil di acara rehabilitasi,semuanya diambil diam-diam.

“Ini…” Luna bergumam pelan, “Kapan mereka memotretnya?”

“Beberapa jurnalis masih memantau kamu, Rion,” jawab Ryan. “Tapi ini kabar baik. Publik mencintai kisah kebangkitan. Kamu bisa jadi simbol baru.”

Orion menatap layar itu lama, ekspresinya sulit dibaca. “Aku bukan simbol, Ryan. Aku cuma manusia yang berusaha nggak jatuh lagi.”

“Dan itu justru yang bikin mereka tertarik,” balas Ryan cepat. “Kalau kamu siap, aku bisa bantu kembalikan namamu. Perlahan, tapi pasti.”

Luna menatap Orion, tak ingin ikut campur. Namun hatinya terasa berat san takut. Dia tahu betapa keras dunia itu dulu menghancurkan Orion. Tangannya memengang erat jari-jari Orion.

Sejenak mereka saling menatap, akurnya Orion mengangguk kecil. “Baiklah. Tapi satu hal, aku ingin semuanya berjalan perlahan. Aku nggak mau kehilangan kedamaian yang aku punya sekarang.”

Ryan tersenyum puas. “Itu bisa diatur. Dunia akan mengenalmu lagi,tapi kali ini, dengan versi yang lebih kuat.”

"Okay.. Oh iya. Untuk masalah Luna, jangan beri tahu siapa-siapa. Kami tidak ingin di ganggu banyak orang."

"Aku mengerti."

Setelah Ryan pergi, Luna dan Orion duduk di balkon rumah, ditemani udara malam dan cahaya lampu kota.

“Rasanya aneh, ya,” gumam Luna.

Orion memandangi langit malam. “Iya, aku sudah lama menarik diri dari semua itu. Sekarang tiba-tiba harus masuk lagi."

Luna menatapnya lembut. “Dan sekarang, kamu siap berdiri di bawah sorotan itu lagi?”

“Aku harus siap,” jawabnya pelan. “Tapi kamu gppa, maksudku, orang-orang gak tau tentang kita."

Luna mengangguk paham. “Aku okay. Cuma, maksud dengan tunangan itu apa?" tanya Luna dengan wajah merah padam.

"Bukanya kamu memang tunangan aku? memang tidak?" ucap Orion binggung.

"Kamu tidak pernah melamarku." jawab Luna polos.

Tanpa Luna sadari sejak tadi di meja kecil, sebuah kotak cincin yang terbuka, di dalamnya sebuah cincin berlian berbentuk mahkota.

"Rion.." ucap Luna lirih.

"Aku tidak akan minta kamu menikah denganku saat ini, karena aku tahu ini akan sulit untuk kita. Cukup hanya dengan kamu selalu ada di sampingku."

Luna menatap Orion dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak sanggup berbicara, hanya mengangguk kecil. Orion memakaikan cincin itu di jari manis Luna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!