Dua keluarga yang semula bermusuhan akhirnya memutuskan menjalin aliansi pernikahan.
Posisi kepala negara terancam dilengserkan karena isu menjual negara pada pihak asing disaat perbatasan terus bergejolak melawan pemberontakan. Demi menjaga kekuasaan, Sienna sebagai putri bungsu kepala negara terpaksa menerima perjodohan dengan Ethan, seorang tentara berpangkat letjen yang juga anak tunggal mantan menteri pertahanan.
Bahaya mengancam nyawa, Ethan dan Sienna hanya bisa mengandalkan satu sama lain meski cinta dari masa lalu menjerat. Namun, siapa sangka orang asing yang tiba-tiba menikah justru bisa menjadi tim yang kompak untuk memberantas para pemberontak.
Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan demi mendapatkan kedamaian. Dapatkah mereka menjadi sepasang suami-istri yang saling menyayangi atau justru berakhir saling menghancurkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrlyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 (Ikatan suami-istri)
"Ayo, pulang... katanya kita mau mandi bersama, sayang."
"Kamu-" Siren belum sempat menyalak saat Sienna sudah melotot lebih dulu.
"Apa?" sergah Sienna galak.
Tidak ingin istrinya bertengkar, Ethan lantas menggendong tubuh Sienna ala bridal style. "Istriku, sebaiknya kita pulang sekarang, aku sudah tidak sabar ingin memanjakan kamu."
Wajah Sienna seketika merah padam. ia tidak menyangka Ethan akan menggendongnya lagi di depan umum dan kata-katanya sungguh membuat orang salah paham.
"Tidak perlu sampai seperti ini, Eth... turunkan aku," bisik Sienna malu saat Ethan sudah meninggalkan arena latihan cukup jauh.
"Aku hanya sedang menyelamatkan reputasi istriku, tenang lah... suamimu ini cukup kuat untuk menggendong kamu sampai rumah kita."
Sienna akhirnya berhenti protes. Ia juga memberikan kode pada Kinan dan Rima untuk tidak lagi mengikuti dan kembali ke kamar mereka.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Sienna khawatir.
"Aku sudah bilang, menggendong kamu sama sekali tidak membuatku merasa lelah," jawab Ethan, pandangannya lurus ke depan, seakan enggan menatap wajah Sienna meski sekejap.
"Bukan itu maksudku, Kapten... melainkan hatimu, apa baik-baik saja?"
Langkah kaki Ethan seketika terhenti. Ia akhirnya menoleh menatap wajah Sienna yang terlihat khawatir.
"Ethan, tidak seharusnya kamu diam saja saat dia mencibir dirimu dan membuat kamu semakin merasa bersalah... pada dasarnya kita juga berkorban banyak, siapa pun tidak berhak mengutuk kamu."
"Aku mengkhianatinya, Sienna... aku memang tidak setia. Pada saat Ayah datang mengabari perjodohan kita, saat itu aku sudah berjanji akan melamar Siren."
Perlahan Ethan menurunkan Sienna. "Jangan berkeliaran, tempat ini berbahaya. Pulang lah, aku masih harus patroli."
Ethan meninggalkan Sienna tepat di depan pagar rumah mereka.
"Apa kamu merasa menyesal menikah denganku?" tanya Sienna setelah berhasil menghadang langkah Ethan.
"Bukan begitu...."
"Kupikir kita sudah sepakat untuk meninggalkan masa lalu, tapi yang aku lihat kamu lebih takut menyakitinya daripada melukai harga diriku."
Ethan menarik napas dalam. Ia berusaha meredam kekacauan dalam dirinya. Kedua tangannya menggapai lengan Sienna, mencoba memberikan penjelasan.
"Semua ini tidak mudah."
"Pikirmu semua ini mudah bagiku?" Sienna balik bertanya.
Kedua mata Sienna bergerak gelisah, tertutup genangan air mata yang siap menetes pun dengan Ethan yang tidak mampu berpaling.
"Jangan egois, Ethan... ini bukan tempatku, bukan duniaku, tapi aku berusaha menempatkan diri hanya demi dirimu!"
Sienna tidak mengatakan apa pun lagi lalu memilih untuk masuk ke dalam rumah dan mengurung diri di kamar.
Tidak lama setelah itu terdengar suara pintu terbuka. Ethan masuk ke dalam rumah, tapi tidak menghampiri Sienna. Hal itu membuat Sienna semakin jengkel karena Ethan bahkan tidak berusaha membujuknya, yang terdengar hanya suara berisik ketukan palu dan gergaji kayu dari arah halaman belakang.
Namun, gengsi menahan Sienna untuk melihat apa yang suaminya itu lakukan.
Sialnya, Sienna tidak tahan juga. Pada akhirnya ia tetap pergi ke halaman belakang dan melihat apa yang sedang Ethan lakukan.
"Sedang apa?" tanya Sienna mendekat. Nada suaranya masih terdengar ketus.
Ethan yang sedang sibuk merakit beberapa potongan kayu lantas mendongak. "Membuat kerangka bak mandi untuk istriku."
"Tidak usah sok baik! Biar nanti aku minta Kak Arthur untuk mengirimkan bathtub ke sini."
Dimarahi sedikit saja, rasanya Ethan sudah tidak tahan. Merakit bak mandi hanya alasan, sebenarnya ia sedang menyusun kata untuk membujuk istrinya agar tidak marah lagi.
"Kamu masih marah?" tanya Ethan menghampiri.
Sienna melengos, enggan menatap Ethan.
"Jangan merajuk," bujuk Ethan seraya menggapai tangan Sienna. "Aku tau salah, maaf karena membuatmu berpikir begitu... maaf karena aku tidak memiliki keberanian untuk langsung membujuk kamu."
Sialan! Sienna mengumpat dalam hati. Mudah sekali ia dibujuk hanya dengan sebaris kalimat yang diatur intonasinya agar lebih lembut.
"Ingat janji kita, jangan berkhianat!" tegas Sienna.
"Aku hanya masih merasa bersalah, tapi aku tidak berpikir untuk kembali padanya... istriku selamanya hanya satu, hanya kamu."
Sienna menghela napas kesal. "Kamu memang pandai merayu, pantas saja mantan kekasihmu itu susah move on!"
Salah lagi... Ethan menggaruk tengkuknya, bingung bagaimana caranya agar Sienna kembali bersikap manis padanya.
"Kamu sudah makan?"
"Aku tidak lapar. Jangan sok baik padaku!"
Sienna membanting kaki lalu kembali masuk ke dalam rumah. Suara pintu kamar yang dibanting sedikit membuat Ethan terkejut. Ethan mengusap wajahnya kasar, berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi ayahnya.
"Ayah," panggil Ethan pelan. Ia ragu bertanya, takut jika ayahnya akan menertawakannya, tapi ia tidak tahan menghadapi Sienna yang sedang merajuk.
"Ada apa, Eth? Apa semua baik-baik saja?" tanya Jack khawatir.
Ethan menarik napas dalam, tapi tidak juga kunjung bicara.
"Eth, apa terjadi sesuatu di perbatasan?"
"Bukan... ini bukan soal perbatasan."
"Lalu? Kenapa kedengarannya kamu sangat gelisah?"
Jack menunggu dengan perasaan cemas sampai akhirnya Ethan bicara, "Sienna marah padaku... Ayah, tolong bantu aku bujuk dia."
"Astaga...." Jack tidak kuasa menahan tawanya. Putranya seorang kapten pasukan khusus yang siap mati ternyata bisa gelisah hanya karena istrinya merajuk.
"Memangnya kamu apakan dia sampai marah padamu?"
"Dia tidak senang aku diam saja saat Siren menyudutkanku."
"Oh, karena cemburu rupanya." Tawa Jack semakin kencang, tandanya hubungan antara Ethan dan Sienna berjalan lancar.
Cemburu? Ethan menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin, Sienna mungkin hanya merasa harga dirinya sedikit terluka. Dia selalu berada di puncak hirarki tertinggi seorang gadis dan sekarang harus berhadapan dengan Siren yang terang-terangan menentangnya, sudah pasti bukan karena cemburu, tapi karena takut kalah.
" Ayah, jangan menertawakan aku... Sienna dan aku tidak saling mencintai, bagaimana mungkin dia cemburu?"
"Jadi kamu tidak akan cemburu andai Dave tiba-tiba datang menghampiri Sienna, menghakiminya, tapi kemudian mengajaknya kembali bersama? Kamu yakin tidak akan terganggu?"
Ethan terdiam. Jack tahu jika putranya ini masih belum mengerti ikatan sesungguhnya tentang pernikahan.
"Dalam hubungan suami-istri, selain cinta ada juga rasa saling memiliki."
"...."
"Begini saja, sebaiknya hindari Siren dan bersikaplah lebih perhatian pada Sienna. Cobalah bujuk dia lagi."
"Caranya?"
"Gunakan metode yang sama seperti saat kamu membujuk Siren, mereka kan seumuran."
"Aku tidak pernah membujuk Siren, kami hampir tidak pernah bertengkar karena aku selalu ditugaskan menjalankan misi perdamaian di negara-negara yang sedang bergejolak. Komunikasi kami hanya sekedar memberi kabar kalau aku masih hidup. Sekalinya kami bertengkar, itu saat aku meninggalkannya karena menikahi Sienna."
Senyap. Jack dapat merasakan kesedihan yang tersirat dari intonasi suara putra semata wayangnya.
Tidak ingin membahas Siren lebih lanjut, Jack kemudian memberi saran, "Cobalah berikan hadiah, misal bunga yang kamu petik sendiri. Sienna pasti akan sangat menghargainya."
Sambungan telepon itu lantas berakhir. Setelahnya Ethan langsung bergegas pergi.
"Hari hampir malam, apa yang sedang kamu lakukan, Kapten?" tanya Harry yang langsung menghampiri Ethan begitu melihatnya yang sibuk memetik bunga liar di area belakang barak.
"Kamu bisa lihat sendiri, aku sedang mencari bunga."
"Untuk?"
"Membujuk istriku, apa lagi? Cepat bantu aku kumpulkan sebelum terlalu larut," jawab Ethan yang bahkan tidak menoleh dan terus memasukkan bunga Daisy liar ke dalam keranjang yang ia bawa.
Harry hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menurut.
"Sepertinya pertemuan dengan Siren tadi membuatnya kesal. Apa dia mengancam kamu tidur di luar malam ini?" goda Harry.
Ethan seketika terdiam. Tidur di sofa tidak masalah, tapi jika tidur di luar, ia bisa jadi bahan tertawaan satu barak.
"Jangan banyak omong, petik saja yang benar. Pastikan yang kelopaknya sempurna."
Setelah terkumpul cukup banyak, Ethan sendiri yang merangkai bunga-bunga itu masih ditemani dengan Harry.
"Keliatannya kamu sangat menghargai Nona Sienna," ucap Harry setelah Ethan selesai merangkai bunga dan mengikatnya. Laki-laki itu terus tersenyum, kerlingan matanya memancarkan kepuasan atas karyanya. Hal yang tidak pernah Ethan lakukan pada Siren sebelumnya.
"Tentu saja, dia istriku."
Harry kemudian berbaring di atas rumput sambil menatap langit yang sudah gelap. "Tidak ada dua cinta dalam satu hati, Eth... mungkin selama ini kamu memang sudah tidak mencintai Siren."
....