Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selanjutnya bagaimana?
"Sepertinya rumah pak Arif sepi, ma!" kata Adit saat sampai di rumah pak Arif.
"Iya, Dit! pada kemana ya?" ucap mama Alin sambil celingukan.
"Cari siapa, bu?" Tiba-tiba salah seorang tetangga bertanya.
Mama Alin dan Adit menoleh ke arah sumber suara. "Ehm, pak Arif sama keluarga ke mana ya, bu?" tanya mama Alin.
"Oh, kebetulan pak Arif sama bu Susi ke Jakarta tadi sore, kalau Arumni tidak ikut, tapi kayaknya dia pulang ke rumah orang tuanya."
"Ke Jakarta ngapain, bu?" tanya mama Alin.
Adit menyikut mama Alin. "Jangan terlalu kepo begitu, ma! ngak enak tahu?" bisiknya.
"Sssttt, diam!" balas mama Alin.
Wanita itu tersenyum melihat tingkah mereka. "Yang aku tangkap, sepertinya pak Arif dan bu Susi akan mengunjungi rumah Galih dan istri barunya, kayaknya Galih punya anak dari istri ke dua. Mungkin Arumni marah, makanya dia pulang ke rumah orang tuanya." kata wanita itu.
Manik hitam mama Alin membulat. "Yang benar, bu?"
"Aku ngak tahu persis, hanya mengira-ngira saja, bu. Semua ini berdasarkan pendengaran ku yang cuma sepotong-sepotong dari obrolan mereka."
"Adit!! Satu kasus kembali terpecahkan!" Bisik mama Alin. "Ehm, iya bu. Terimakasih informasinya!" ucap mama Alin sambil menarik tangan Adit.
"Bu.. bu!" Teriak wanita itu, saat Adit dan mamanya hampir memasuki mobil.
Adit dan mama Alin berhenti, menunggu wanita itu mendekati mereka.
"Aku minta maaf ya, bu. Tolong jangan beri tahu pada keluarga pak Arif, tentang apa yang baru saya katakan." wanita itu merasa ketakutan karena sudah menyebarkan berita yang belum diketahui kebenarannya.
"Tenang saja bu. Kita ngak akan mengadu pada siapapun!" kata mama Alin untuk melegakan wanita itu.
Wanita itu menganguk, lalu membiarkan mereka pergi.
"Adit, ada kesempatan, Dit!" ucap mama saat mereka sedang dalam perjalanan pulang.
"Kesempatan apa, ma?" tanya Adit santai.
"Kalau Arumni marah dan dia sampai pulang ke rumah ibunya, sudah pasti dia akan cerai. Kamu tinggal tunggu masa idahnya selesai, mama ngak masalah sih, walaupun dia janda, yang penting bisa buat kamu bahagia."
"Ngak semudah itu, ma! lagi pula aku lihat waktu di rumah sakit, Arumni dan istri kedua Galih sangat dekat, sepertinya dia ngak masalah meskipun dimadu."
"Tapi sekarang dia pulang ke rumah orang tuanya, Dit!"
Mama Alin begitu bersemangat, namun Adit akan berhati-hati dalam bertindak. Adit tahu, wanita seperti Arumni akan sulit di dapatkan, terlebih dia sudah terbiasa memeluk lukanya sendiri.
**
Bisik-bisik tetangga mulai terdengar, ketika semua warga di desa Arumni mengetahui masalah yang menimpa Arumni, terlebih Arumni kini pulang ke rumah orang tuanya.
Arumni berniat akan mengunjungi teman sepermainan nya, yang rumahnya di ujung desa, Niken, teman dekat Arumni yang masih belum menikah di usianya yang kini menginjak 22 tahun. Tanpa sengaja, Arumni mendengar percakapan segerombol orang yang sedang ngrumpi di teras rumah warga.
"Tahu ngak sih, bu? ada berita hangat!" ucap salah satu warga.
"Berita apa bu?" saut yang lain.
"Ternyata suami Arumni menikah lagi, mereka sampai punya anak!"
"Oh, pantas Arumni sekarang pulang ke rumah ibunya."
"Masak sih, bu!" saut seorang yang belum tahu.
"Iya, padahal belum lama ini, bu Sari baru saja membanggakan menantunya."
"Ih, kasian ya!"
Mereka berhenti bicara saat melihat Arumni akan melewati jalan tersebut, semua mata jadi melirik Arumni, Arumni acuh tak peduli. Namun Arumni merasa kasihan pada orang tuanya, karena ikut terseret dalam gunjingan para tetangga.
Arumni mengurungkan niatnya untuk mengunjungi rumah Niken. Ia kembali ke rumah dengan perasaan tak enak, karena teringat akan ucapan para tetangga tentang ibunya.
Tiba-tiba ponselnya berdering, Galih memangil dalam video call, ada rasa tak ingin mengangkat, karena ia merasa tak sanggup untuk melihat kebersamaan mereka dalam satu keluarga utuh.
Dengan ragu-ragu Arumni mengeser tombol hijau, dan benar saja, ia melihat dengan jelas, tampak ibu dan bapak sedang bahagia bersama Rama, anak Galih. Bukan hanya itu, Galih seperti sengaja mengarahkan kamera ke arah Mita yang tampak bahagia saat membawa nampan berisi beberapa cangkir teh.
"Selamat ya, mas! kamu sudah bahagia bersama keluarga mu yang sebenarnya." ucap Arumni dengan senyum Getirnya.
Galih sengaja memanas-manasi Arumni, dengan harapan Arumni akan merubah sikap dinginnya menjadi hangat kembali, namun ternyata salah.
"Arumni, apa kamu tidak mau ada di posisi Mita?" tanya Galih.
Arumni tampak memalingkan wajahnya.
"Arumni!" panggil Galih, namun Arumni masih tidak mau menoleh. "Besok aku akan pulang sekalian antar bapak sama ibu. Habis itu aku jemput kamu di sana, ya?"
"Tidak perlu jemput, mas! aku bisa pulang sendiri jika aku masih menginginkan!" ucapnya menahan sesak di dada.
"Apa maksud mu?"
Matanya berkaca-kaca, hidungnya tampak berdenyut kemerahan. "Sepertinya aku sudah menyerah." napasnya tercekat. "Aku sudah tidak sanggup bertahan dengan rasa sakit ini."
"Arumni! Harus dengan cara apa, agar kamu bisa menerima aku lagi? tolong katakan!" Galih memohon.
Lagi-lagi Arumni memutus panggilan tanpa pamit. Hal itu semakin membuat hati Galih merasa terpuruk. Entah dengan cara yang bagaimana lagi, agar Arumni dapat kembali menerimanya.
Bagai jalan membentuk lingkaran yang tidak ditemui ujungnya, yang hanya dapat membawanya dari lelah ke kelah.
**
"Galih, apa kamu sedang bicara dengan Arumni?" Tanya ibunya.
"Iya, bu. Tapi sudah terputus!" jawabnya lesu.
"Oh, mungkin sinyalnya jelek. Tapi dia baik-baik saja, kan?"
Galih menganguk, dengan menahan sesak di dada. Galih tidak tahu, selanjutnya bagaimana?
Galih merasa seperti sudah di ujung tanduk hubungannya dengan Arumni, namun ia tak menyerah untuk mendapatkan hatinya kembali. Galih akan mencoba untuk bersabar dalam menghadapi sikap dingin Arumni, ia akan terus mencoba dan mencoba lagi.
Dibalik sikap dingin Arumni, ada hangatnya sikap Mita yang mengiringi setiap langkahnya. Namun tetap saja, hidupnya akan terasa hampa tanpa Arumni di sisinya.
...****************...
Semoga Arumi menemukan kebahagiaan dgn pria lain.
Komandan sdh nunggu janda mu tu Arumi.
karna alasan galih sdh menikah diam diam, kan beres
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi