Sebuah novel dengan beragam jenis kisah horor, baik pengalaman pribadi maupun hasil imajinasi. Novel ini terdiri dari beberapa cerita bergenre horor yang akan menemani malam-malam mencekam pembaca
•HOROR MISTIS/GAIB
•HOROR THRILLER
•HOROR ROMANSA
•HOROR KOMEDI
Horor Komedi
Horor Psikopat
Horor Mencekam
Horor Tragis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayam Kampoeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 SEKTE SESAT Part 2
Andi berjalan pulang dari pengajian dengan langkah ringan. Dia melihat kakaknya, Sariwati sudah pulang duluan dengan langkah yang tergesa-gesa. Andi paham, Sariwati mungkin masih bingung dengan adat di desa Bawakaraeng.
Malam di desa Bawakaraeng terasa lebih gelap dari biasanya. Bulan sabit dengan cahaya minim menggantung di langit. Dan bayangan pohon kelapa seolah-olah hidup, memanjang seperti tangan-tangan hitam yang berusaha menggapai dalam kesunyian malam.
Usia Andi baru 22 tahun. Dia adalah mahasiswa teknik di Makassar yang sering bolak-balik ke desa untuk bantu orang tuanya bertani. Tapi belakangan ini, semuanya mulai berubah sejak dia bergabung dengan Tarekat Bayang Seram. Janji Pak Rahman terdengar terlalu menggiurkan untuk Andi tolak. Apalagi semenjak ikut tarekat itu, secara instan Ibu Siti, ibunya, sembuh dari sakit perutnya yang kronis selama bertahun-tahun. Ditambah lagi "tiket ke surga" yang katanya lebih murah daripada perjuangan mencari pahala di dunia ini. Hanya 7 juta rupiah, KATANYA, dan jiwa kita akan damai, selamanya.
"Kak Sari pasti kaget banget tadi," gumam Andi pada diri sendiri sambil melewati jalan setapak berbatu.
Andi tersenyum mengingat wajah kaget kakaknya saat Pak Rahman berpidato soal persembahan darah. Sariwati yang selalu rasional dan taat agama, dan selalu mengingatkan Andi untuk fokus kuliah daripada serius mendengarkan cerita mistis desa.
Tapi Andi paham lebih baik sekarang. Matanya melek karena setelah dua minggu lalu, saat mengikuti ritual pertama di gua kecil dekat sungai, ibunya pun benar-benar sembuh. Dokter di Makassar bilang itu mukjizat Tuhan, tapi Andi yakin itu berkat Ratu Bayang, roh gaib yang Pak Rahman gambarkan sebagai penjaga gunung, reinkarnasi dari legenda Nyi Roro Kidul yang bercampur dengan arwah kuno di Sulawesi.
Rumah Andi sederhana, dengan dinding dari anyaman bambu dan letaknya di pinggir sawah. Saat dia membuka pintu, aroma masakan ikan bakar menyambutnya. Ibu Siti sudah menunggunya di dapur, wajahnya terlihat segar meski usianya 60 tahun. "Andi, sudah pulang? Kakakmu mana?" tanya Ibu Siti sambil mengaduk wajan, suaranya lantang, tidak seperti dulu yang lemah karena sakit.
"Kakak udah pulang ke rumah dinas, Bu. Dia capek di perjalanan. Bu, besok kan ada ritual di gua, Ibu mau ikut lagi?" tanya Andi yang sudah duduk di bangku kayu, mencomot pisang dari meja. Ibu Siti mengangguk antusias, matanya berbinar.
"Pasti. Pak Rahman bilang malam ini Ratu Bayang akan membisikkan sebuah rahasia. Ibu juga sudah siapkan darah ayam untuk persembahan. Jangan lupa, Andi, tambah aturan sucinya jadi sebelas. Yang baru itu penting, untuk tiket masuk surga dan menebus dosa keluarga." ucap Bu Siti sambil tersenyum.
Tapi entah kenapa, Andi merasa ada yang tampak aneh di mata ibunya. Pupil matanya Bu Siti sedikit melebar, seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruk.
Mereka pun makan malam dalam diam, hanya ditemani suara jangkrik dan angin gunung yang bersiul pelan. Andi bercerita sedikit tentang kuliahnya, tapi pikirannya masih melayang ke pengajian tadi. Pak Rahman bilang, siapa pun yang bergabung sepenuh hati akan dapat bisikan pertama dari Ratu Bayang malam ini.
"Itu tanda pilihan," kata Pak Rahman kala itu.
Andi sudah tak sabar. Dia sudah bayar setengah harga tiketnya, 3 juta 500 ribu dari tabungannya, dan janji sisanya dilunasi setelah ritual besar.
Setelah Bu Siti tidur, Andi merebahkan diri di tikar anyaman di kamar miliknya. Rumah itu sepi, hanya cahaya lilin yang berkedip di meja. Dia kemudian menutup mata, mencoba tidur, tapi angin malam semakin kencang, membawa aroma amis dari sungai dekat rumahnya.
"Gak papa, ini normal," bisiknya pada diri sendiri. Tapi tak lama kemudian mimpi iti datang. Bukan mimpi biasa, tapi seperti Andi terjaga di dalam kegelapan.
Dia berdiri di tepi gua Bawakaraeng, meski Andi tahu kalau tubuhnya masih di rumah. Tidur. Udara dingin menusuk kulitnya. Di depan Andi, sosok wanita muncul dari dalam kabut. Wanita itu berbaju hijau panjang yang berkibar meski tak ada angin. Rambutnya hitam panjang menjuntai hingga ke tanah. Wajahnya cantik, tapi saat Andi mendekat, bibir wanita itu melengkung jadi senyum yang terlalu lebar, memperlihatkan giginya yang tajam seperti duri.
"Andi... Anakku yang setia," suara panggilan wanita itu seperti bisikan angin, lembut tapi menusuk telinga, membuat kepala Andi pusing.
"Siapa... Kamu?" Andi bergumam dalam mimpi, tapi suaranya keluar sebagai jeritan kecil.
Sosok Ratu Bayang mendekat, tangannya yang pucat menyentuh bahu Andi. Sentuhannya dingin seperti es, tapi terasa seperti melukai kulit Andi.
"Aku Ratu Bayang, penjaga surga kalian. Kau sudah bayar tiket, sekarang ikuti perintahku. Besok, bawalah darah lebih banyak. Bukan ayam... Tapi darah yang hidup, yang punya jiwa."
Mata Ratu Bayang berubah, dari hijau menjadi hitam pekat, dan Andi melihat bayangan seorang anak kecil desa, mungkin keponakannya sendiri, tergeletak dengan luka menganga di dadanya.
"Bergabunglah segera Andi. Ayo aku antar ke peraduanku, hihihi."
Ratu Bayang menyeret Andi dalam mimpi. Kemudian sosok itu mengibaskan tangannya dan hamparan ranjang yang diselimuti sutra warna merah menyala hadir di depan mereka.
"Andi... Kamu masih muda... Aku bisa merasakan energimu yang luar biasa. Bagaimana kalau kita menikmati malam pertama kita di sini?" goda Ratu Bayang pada Andi.
Andi bahkan tak bisa menjawab, tapi Ratu Bayang sudah menyibak semua penutup dirinya. Melakukan sesuatu yang tak mampu Andi tolak. Memberinya kenikmatan surga dunia.
"Andi... Aku mau kamu menjadi budakku..." ucap Ratu Bayang sambil terus menggoda Andi hingga pria itu tahan lagi, dan...
"Hihihihi... Hahahaa!!! Dan keturunan kita pasti membutuhkan darah yang hidup dan memiliki jiwa, Andi... Dan itu... Asalnya dari kamu!!!"
GRAUK!!!
"Huaaaaaaaaa!!"
Andi terbangun dari mimpi buruknya dengan keringat dingin membasahi tubuh. Jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari, waktu yang katanya paling rawan hal gaib di desa ini. Dadanya berdegup kencang, dan di luar jendela, dia mendengarnya lagi, suara bisikan samar, bukan dari mimpi, tapi nyata, "Andi... darah... lebih banyak..."
Andi bangun, menyalakan lilin, tapi api lilin berkedip aneh, membentuk siluet wanita di dinding kamarnya.
Pagi datang dengan cepat. Andi tak menceritakan mimpi buruk itu pada ibunya. Dia malah membantu menyiapkan persembahan untuk ritual malam nanti. Saat Andi berjalan menuju sawah, dia bertemu Bu Aisyah, istri Pak Rahman, yang sedang memetik daun sirih di kebun. Wajah Bu Aisyah pucat, tapi senyumnya tetap hangat. "Andi, sudah dapat bisikan pertama? Ratu Bayang pilih kau, ya?" tanya-nya, suaranya merdu seperti nyanyian.
"Iya, Bu. Tapi... menyeramkan," jawab Andi ragu. Bu Aisyah tertawa pelan, tapi matanya tak ikut melengkung.
"Itu ujiannya. Aku juga gitu dulu. Sekarang, aku bisa melihat dia setiap malam. Dia janjikan kekayaan, juga keabadian. Malam ini saat ritual di gua, kau akan lihat sendiri."
Bu Aisyah menyerahkan seikat daun sirih, dan saat Andi memegangnya, daun itu terasa lembab, seperti basah.
Sepanjang hari, Andi gelisah. Dia coba menghubungi Sariwati lewat ponselnya, tapi sinyal di lereng gunung sangat lemah.
"Kak, malam ini ada ritual. Ikut, deh. Biar kau paham," pesan Andi via SMS yang terkirim lambat.
Malam ritual pun tiba. Andi dan Ibu Siti bergabung dengan kumpulan puluhan warga di mulut gua Bawakaraeng. Obor yang mereka bawa menerangi dinding batu gua yang basah. Pak Rahman berdiri di depan, suaranya menggema memberi wejangan.
"Malam ini, kita tambah persembahan. Ratu Bayang haus akan kesetiaan." ucapnya seperti memberi perintah.
Mereka pun memulai tarian lingkaran, tangan saling bergandengan. Dan saat Andi menggenggam tangan ibunya, dia merasa tangan ibunya dingin seperti mayat.
Saat ritual memuncak, dengan potongan ayam disembelih lalu darahnya dituang ke altar batu, Andi mendengar bisikan lagi. Kali ini dari dalam gua.
"Lebih... banyak... Andi..."
Mata Andi lantas berkunang-kunang, dan dari kegelapan gua, dia melihat sosok berpakaian hijau itu lagi, sedang tersenyum padanya.
Ritual malam itu pun usai. Andi pulang dengan tubuh gemetar, tapi hatinya tetap mencoba yakin, bahwa ini jalan menuju surga. Tapi di balik keyakinan itu, bayangan hitam mulai merayap merasuki pikirannya, menunggu malam berikutnya... Untuk kembali datang dalam mimpi Andi...
*
buat othor ganteng ni kukasi kue dah xixixi 🥧🍰🧁🍮🍧🥮🥠
Sebelum ikut-ikutan nge-bully, coba deh tanya ke diri sendiri. Apa yang akan aku rasakan jika ini terjadi padaku atau adik/keluargaku?
☺️🥰