NovelToon NovelToon
Cinta Sang Pewaris

Cinta Sang Pewaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Murid Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: CantiknyaKamu

Argani Sebasta Ganendra adalah pewaris muda dari keluarga yang berdiri di puncak kejayaan. Ayahnya seorang CEO tambang emas, ibunya desainer ternama dengan butik yang selalu menjadi pusat perhatian sosialita. Semua yang ia butuhkan selalu tersedia: mobil sport mewah, sekolah elit dengan fasilitas kelas dunia, dan hidup yang diselimuti gengsi serta hormat dari sekitarnya. Di sekolah, nama Argani bukan sekadar populer—ia adalah sosok yang disegani. Wajah tampan, karisma dingin, dan status pewaris membuatnya tampak sempurna. Namun, di balik citra itu, Argani menyimpan ruang kosong di hatinya. Sebuah perasaan yang ia arahkan pada seorang gadis—sederhana, berbeda, dan jauh dari dunia yang penuh kemewahan. Gadis itu tak pernah tahu kalau ia diperhatikan, dijaga dari kejauhan oleh pewaris yang hidupnya tampak sempurna. Kehidupan Argani semakin rumit ketika ia dipaksa mengikuti jejak keluarga: menjadi simbol keberhasilan, menghadiri pertemuan bisnis, bahkan menekan mimpi pribadinya. Di satu sisi, ia ingin bebas menjalani hidupnya sendiri; di sisi lain, ia terikat oleh garis keturunan dan kewajiban sebagai pewaris

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ASTORIA

Suasana kamar rumah sakit malam itu tenang. Hanya ada suara beep pelan dari alat medis dan kipas pendingin udara yang berputar lambat. Bunda Latisha sudah tertidur setelah minum obat, sementara Latisha duduk di kursi samping ranjang, earphone terpasang di telinga, matanya fokus menatap layar ponsel.

Di meja kecil sebelah tempat tidur, ada kantong plastik berisi cemilan yang baru saja dibawa Amar. Saat itu Amar sedang di dalam toilet kamar, suara flush dan denting keran sesekali terdengar.

Tiba-tiba… knock… knock… pintu kamar diketuk perlahan.

Latisha menoleh, agak heran. Ia melepaskan earphone dan bangkit untuk membukanya. Saat pintu terbuka, tubuhnya seketika menegang.

“…Argani?” ucapnya dengan suara tercekat, hampir tidak percaya.

Argani berdiri di ambang pintu, kemeja putihnya rapi tapi tanpa jas, cahaya lampu lorong membuat wajahnya terlihat semakin tegas. Ia hanya memasukkan satu tangan ke saku celana, tatapannya dalam namun tenang.

“Kenapa… kau bisa ada di sini? Siapa yang kasih tau?” tanya Latisha buru-buru, langkahnya mundur setengah, bingung.

Argani menatapnya beberapa detik sebelum menjawab, suaranya rendah tapi jelas.

“Teh Santi di panti. Dia bilang Bunda Indri dirawat di sini.”

Latisha membeku. Dalam hatinya, ia sempat berpikir: Apa ini ulah Vion? Apa dia yang cerita? Tapi jawaban Argani barusan cukup untuk menghapus kecurigaan itu.

“Jadi bukan… Vion yang bilang?” gumamnya lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Argani menggeleng pelan. “Bukan.”

Keheningan sejenak. Hanya suara dari kamar mandi yang membuktikan Amar masih di dalam. Argani melangkah masuk perlahan, lalu menoleh ke arah ranjang di mana bunda Latisha tidur.

“Beliau sudah bisa pulang besok siang, kan?” tanya Argani sambil menurunkan nada suaranya, seakan tak ingin mengganggu orang yang tertidur.

Latisha menelan ludah, lalu mengangguk. “Iya… dokter bilang begitu. Malam ini masih harus menginap.”

Argani menarik kursi yang kosong di sisi ranjang, duduk dengan tenang, sementara tatapannya tetap pada sosok bunda Latisha yang terbaring. Ada sesuatu dalam sorot matanya, campuran antara lega, iba, dan tanggung jawab.

Latisha masih berdiri di dekat pintu, memandangnya dengan perasaan bercampur aduk. Kehadiran Argani tak pernah ia bayangkan di malam ini, tapi entah kenapa, ada sedikit rasa aman yang menyelinap dalam hatinya.

Suasana kamar masih hening. Argani duduk di kursi samping ranjang, sementara Latisha berdiri canggung di dekat pintu. Tatapannya gelisah, tangan kirinya menggenggam erat ponsel.

Argani akhirnya bersuara, nadanya datar tapi mengandung tekanan.

“Bahkan Vion tau duluan ketimbang gue…” Ia menoleh sebentar, menatap Latisha dengan mata yang sulit ditebak. “…sedari awal gue udah tebak, lo ada menaruh perasaan ke dia.”

Latisha tertegun. Dadanya terasa sesak, otaknya penuh pertanyaan.

Kenapa dia bisa berpikir gitu?

Padahal aku cuma cerita ke Lauren sama Aruna… apa mungkin mereka yang bocorin?

“Enggak… itu bukan—” ucapnya terbata, lalu menutup mulut sendiri. Ia tahu kalau ia mencoba membantah dengan panjang lebar, malah akan memicu perdebatan yang tidak ia inginkan.

Tanpa berpikir panjang, Latisha melangkah cepat. Ia menarik pergelangan tangan Argani, memberi isyarat agar keluar sebentar.

Untuk pertama kalinya, sentuhan itu terjadi. Dingin tapi nyata. Argani tidak menolak, hanya diam, membiarkan dirinya ditarik keluar hingga mereka berdiri tepat di depan kamar, pintu tertutup rapat di belakang.

Koridor rumah sakit terasa lengang, lampu-lampu putih berderet di langit-langit, hanya ada suara langkah perawat di kejauhan.

Latisha menatapnya serius, suaranya pelan tapi tegas.

“Aku… enggak pernah naruh perasaan sama Vion.”

Argani menahan tatapan dalam-dalam, ekspresinya tetap dingin.

“Lalu kenapa lo pilih cerita ke dia… bukan ke gue?”

Latisha terdiam. Pertanyaan itu seperti pisau yang menyayat diam-diam. Ia bahkan tidak tahu harus menjawab apa, karena yang sebenarnya ia ceritakan hanya ke sahabat-sahabatnya, bukan ke Vion. Tapi lidahnya kelu.

Argani sedikit mendekat, nadanya rendah tapi tajam.

“Lo harusnya tau, Sha… gue enggak gampang percaya orang. Tapi sekalinya gue nebak sesuatu… itu jarang salah.”

Latisha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa campur aduk. Di satu sisi, ia kesal karena Argani langsung menuduh. Di sisi lain, ada getaran aneh di dadanya,entah karena tatapan mata itu, atau karena genggaman singkat tadi.

Latisha menatap Argani dengan sorot tajam, nadanya meninggi karena sudah tidak tahan.

“Kamu ini sangat aneh, Argani. Dari awal kita ketemu, kamu selalu nuduh yang nggak jelas ke aku… padahal kita ini nggak punya hubungan apapun!”

Napas Latisha sedikit memburu. Kata-katanya keluar begitu saja, terdorong oleh rasa kesal yang menekan dadanya. Ia merasa direndahkan, seolah-olah keberadaannya hanya bahan prasangka.

Argani terdiam. Rahangnya mengeras, matanya menatap lurus ke wajah Latisha tanpa berkedip. Ada sesuatu di sorotannya—bukan marah, tapi lebih mirip… kecewa.

Dengan suara rendah, ia akhirnya menjawab.

“Justru karena kita nggak punya hubungan apapun… gue pengen tau. Lo selalu bikin gue mikir, Sha. Selalu bikin gue ngerasa ada hal yang lo simpen, yang nggak pernah lo bilang ke siapapun.”

Latisha terdiam, dadanya bergetar hebat. Argani melangkah setengah maju, jaraknya semakin dekat, cukup untuk membuat Latisha terpaksa menunduk sedikit, menghindari tatapan itu.

“Dan setiap kali gue liat lo…” Argani menghela napas pelan, suaranya berat. “…gue jadi pengen nebak-nebak. Padahal gue benci harus mikirin orang lain sejauh itu.”

Hening menggantung. Hanya suara mesin pendingin rumah sakit yang terdengar.

Latisha menggertakkan gigi, matanya berkaca-kaca karena campuran marah dan bingung.

“Kamu salah paham. Dan aku nggak akan pernah jelasin panjang lebar, karena buat aku… nggak ada yang perlu dibuktikan.”

Saat itu, pintu kamar terdengar klik terbuka. Amar keluar sambil mengibas-ngibaskan tangannya, wajahnya polos seakan tidak tahu apa-apa.

“Kak, tissue abis di dalam…” katanya cuek, sebelum matanya bergeser ke Argani. Ia sempat kaget. “Eh, Bang Gani?”

Latisha buru-buru mundur setengah langkah, melepaskan intensitas tatapan tadi. Argani hanya memasukkan kedua tangannya ke saku, wajahnya kembali dingin seperti biasa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!