Elangga Sky Raymond Wesley, seorang Badboy Tengil yang memiliki tubuh Hot. Dia adalah pemimpin geng motor Black Demon, yang selalu membuat onar di SMA Bintang Alam, masuk bk sudah langganan baginya.
Bagaikan air dan minyak yang tidak pernah bersatu, Elang dan papanya tidak pernah akur karena sebuah masalah. Papanya sudah muak dengan kenakalannya, hingga tiba-tiba menjodohkannya dengan seseorang.
Adzkia Kanaya Smith, anak baru di SMA Bintang Alam. Penampilannya yang culun ternyata menyimpan segudang rahasia. Tujuannya pindah sekolah karena ingin balas dendam pada seseorang. Dan takdir seakan berpihak padanya, ia di nikahkan dengan pria yang di incarnya.
"Ini akan menyenangkan," gumamnya sambil tersenyum smirk.
~HAPPY READING~
UP SEHARI 2X
PUKUL: 00.00 & 01.00
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
"Ambil ginjalku aja, Dok!"
Semuanya langsung menoleh ke arah Kia. Tidak menyangka gadis itu akan rela mendonorkan ginjalnya. Terlihat dari raut wajahnya penuh penyesalan dan sangat takut kehilangan.
"Kia, lo serius?" tanya Juan yang di angguki mantap olehnya.
"Ayo, Dok. Aku mohon selamatin Elang!" menatapnya dengan penuh harap.
"Mari ikut saya!"
Kia di ajak ke sebuah ruangan untuk di periksa. Setelah beberapa menit berlalu, ia kembali menghampiri teman-temannya Elang yang masih setia menunggu.
"Gimana?" tanya Nathan sambil beranjak dari duduknya.
Kia mengalihkan pandangannya mencoba menahan air matanya yang akan menetes, "Gak cocok," lirihnya pelan.
Semuanya terdiam, dadanya berdebar kencang. Keringat dingin mulai membasahi, suasana menjadi tegang. Keheningan menyelimuti, semuanya kalut dalam pikiran masing-masing. Ini menyangkut nyawa Elang, jika tidak segera mendapatkan pendonor ginjal. Mungkin pria itu tidak akan bertahan lama. Mereka berharap ada keajaiban dunia.
"Permisi, semuanya. Nona Kia, bisa ikut sebentar? Di mohon tandangi surat persetujuan. Operasi akan segera di mulai," sontak semuanya langsung menatap dokter yang baru saja datang.
"Ada seseorang yang baik hati ingin mendonorkan ginjalnya tanpa imbalan apapun."
"Alhamdulillah."
"Siapa, Dok?" tanya mereka penasaran.
"Saya tidak bisa memberitahunya, ini atas permintaan beliau."
"Nona Kia, mari. Anda satu-satunya keluarga di sini. Kita tidak bisa menunggu lama lagi!" Kia hanya mengangguk, walaupun penasaran ia tidak bisa bertanya-tanya lagi.
Waktu terus berjalan, sudah sekitar dua jam lebih mereka menunggu di depan ruang operasi. Lampu terus menyala, sama sekali belum ada tanda-tanda operasi akan selesai.
"An, diem anjing! Gue pusing liatnya!" ujar Bima kesal melihat Juan yang terus mondar-mandir tak jelas.
"Gue panik, Bim. Gue takut Elang gak selamat," lirihnya dengan wajah memelas.
Pletak!
"Lo kalo ngomong gak usah sembarangan!" kesal Nathan sambil menjitak kepalanya.
"Tau tuh, An! Elang kuat, gue yakin dia selamat!" sambung Aldo.
"Udah diem, banyakin doa bukan ribut!" timpal Raka sambil menatap mereka datar.
Malas melihat teman-temannya, Raka memilih mengalihkan pandangannya menatap sang pujaan hati. Terlihat Sela yang sedang menenangkan Kia yang sedari tadi terus terisak pelan.
"Udah, kak. Jangan nangis terus, kak Elang pasti gak suka liat kakak kayak gini," Lala mencoba menenangkan sambil mengelus-elus pundaknya pelan.
"Aku takut, aku takut kehilangan lagi. Aku udah gak punya siapa-siapa lagi," lirihnya sambil menutup wajahnya menggunakan kedua tangan.
Kia biasanya tidak pernah selemah ini. Kali ini ia benar-benar takut. Dadanya sesak, jantungnya terus berdebar tak karuan. Kali ini bukan berdebar karena salting, melainkan karena takut kehilangan.
Kia mengusap air matanya, ia menghela nafas pelan. Lalu mendongak menatap ke atas dengan tatapan kosong. Memejamkan matanya sejenak, bayangan masa lalu melintas di benaknya. Pertemuan mereka waktu kecil, yang tidak akan pernah di lupakan.
*Flashback On*
Di sebuah taman yang sangat sepi, karena sudah terbengkalai. Seorang anak laki-laki berjalan tanpa sadar. Ia celingak-celinguk menatap sekelilingnya bingung. Terlihat sebuah bangunan terbengkalai dengan halaman di kelilingi rerumputan tinggi.
"Aku dimana?" tanyanya pada diri sendiri.
Dirinya sedang kesal karena terus di paksa belajar, belajar dan belajar. Akhirnya memilih kabur dari rumah dan tanpa sadar sudah berjalan jauh dari rumah.
"Tolong!! Tolong!!"
Keningnya berkerut mendengar suara seseorang minta tolong. Sontak ia langsung menoleh ke arah sumber suara yang kebetulan tidak jauh. Terlihat seorang gadis kecil berlari keluar dari bangunan tersebut.
"Kamu kenapa?" tanyanya menatap bingung gadis di hadapannya yang sedang mengatur nafasnya.
"Tolong Ayya, ada olang jahat! Kita halus pelgi dali sini!"
Gadis yang bernama Ayya itu langsung menarik tangannya tanpa aba-aba. Mereka pun mulai berlari pergi tanpa arah.
"Woii!!"
"Meleka ada di belakang!"
Anak laki-laki itu menoleh ke belakang. Melihat dua preman yang menyeramkan. Karena takut, ia semakin menguatkan genggaman tangannya dan berlari semakin kencang. Tanpa sadar sudah sampai di sebuah hutan.
Karena posisi jalan yang sedikit menekuk dan terhalang pepohonan besar. Apalagi tubuhnya yang mungil. Membuat para penjahat itu kehilangan jejak.
"Argh! Sial! Dimana dia!"
"Kita cari sampe dapet! Gue yakin gak bakal jauh dari sini!"
Sedangkan di sebuah gubuk yang tidak jauh dari posisinya. Di dalam gubuk, dua anak kecil ngumpet di balik tong-tong yang begitu besar.
"Ayya takut," lirihnya dengan tubuh sedikit bergetar.
"Jangan takut, ada aku di sini," anak laki-laki itu merangkul pundaknya sambil mengusap-usap, begitupun tangan satunya mengusap kepalanya lembut.
Mendapatkan perlakuan itu membuat Ayya merasa sedikit tenang. Ia mendongak melihatnya yang juga sedang menatapnya. Dua pasang mata kecil yang begitu indah saling bertemu. Untuk beberapa saat mereka terdiam.
"Nama kamu siapa?" tanya Ayya sambil menatapnya polos.
"Angga," jawabnya singkat.
"Aku Ayya."
"BOCAH! KELUAR LO! KITA TAU LO GAK JAUH DARI SINI!"
Terdengar suara teriakan di depan sana. Membuat Ayya kembali ketakutan, matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis.
"Meleka kesini. Ayya takut," cicitnya pelan.
"Kalo mereka masuk, kamu tetep di sini ya. Jangan keluar sebelum kita pergi," ucap Angga yang membuat Ayya menatapnya bingung.
"Aku mau ngalihin mereka biar gak ngejar kamu."
"Telus kamu?"
"Aku lari dari sini, kamu cukup diem aja ya," bisiknya pelan.
"Kalo kamu ketangkep gimana?" tanyanya khawatir.
"Gak usah peduliin aku. Yang penting mereka gak ngejar kamu."
Tap! Tap!
"Keluar! Gue tau lo di sini!"
Langkah kaki terdengar semakin dekat. Mulai masuk ke dalam. Angga celingak-celinguk dan melihat sebuah kayu kecil. Di saat ingin keluar dari persembunyiannya. Tiba-tiba tangannya di cekal, ia menoleh menatap gadis kecil yang sedang menatapnya berkaca-kaca.
Ayya merogoh saku celananya mengambil sebuah coklat payung miliknya. Lalu membuka gelang yang di pakainya. Dan meletakkan pada telapak tangan Angga. Membuat anak itu mengangkat alisnya bingung.
"Gelang ini ada nama Ayya, simpen baik-baik ya. Kalo kita ketemu lagi suatu hali nanti. Ayya janji bakal balas kebaikan kamu. Ayya halap kamu selamat," ucapnya sambil tersenyum manis.
Cup!
"Nanti, Ayya mau nikah sama Angga."
Angga terdiam memegangi pipinya yang di kecup pelan oleh gadis itu. Dadanya berdebar kencang, entah kenapa hatinya sangat senang. Ia tersenyum sambil mengusap lembut puncak kepalanya.
"Aku tunggu janjimu."
Angga kembali fokus ke depan. Ia memasukkan gelang dan coklat payung pemberiannya. Lalu meraih pelan sebuah kayu yang tidak jauh darinya. Ia mengintip melihat salah satu penjahat yang sedang berjalan mendekat sambil celingak-celinguk.
Dan di saat lengah, Angga keluar dari persembunyian dengan langkah pelan. Ia langsung memukul burungnya dengan cukup keras.
"Akh!! Bocah sialan!!" rintihnya sambil memegangi burungnya yang terasa ngilu.
"KEJAR DIA!" teriaknya pada temannya yang sedang menunggu di luar.
Angga berlari kencang, di depan sana sudah ada penjahat yang melebarkan kaki dan merentangkan kedua tangannya berniat menangkapnya. Namun, dengan pintar Angga menerobos lewat bawah kakinya. Tubuhnya yang mungil membuatnya sangat mudah.
Ayya sedari tadi hanya diam mengumpet dengan tubuh sedikit bergetar. Sudah satu jam berlalu dan dirinya masih diam menelungkupkan wajahnya di lutut. Gadis kecil itu tidak berani keluar dari gubuk. Ia takut penjahatnya masih ada.
"NAYA! KAMU DIMANA, NAK?!"
"Ayah?" gumamnya mendengar suara teriakan ayahnya yang terus memanggil namanya.
Ia mulai beranjak dari duduknya. Sedikit mengintip keluar dan ternyata benar ayahnya. Ayya langsung berlari keluar menghampiri.
"AYAH!"
"Nak, kamu baik-baik aja kan? Dimana penjahat itu? Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya khawatir langsung menggendong tubuh mungilnya.
Memang sebelum Ayya kabur dari gedung terbengkalai. Mereka sempat menelfon ayahnya untuk minta di tebus.
"Tadi ada anak laki-laki yang tolong Ayya. Demi Ayya dia kolbanin dilinya."
"Ayya takut dia kenapa-napa," ucapnya sambil menatap ayahnya dengan berkaca-kaca.
"Ayah bakal bantu cari dia. Kamu tenang dulu, berdoa semoga dia baik-baik aja," ujarnya sambil mengusap air mata putrinya yang mulai menetes.
"Di depan ada pak polisi."
Sedangkan di sisi lain. Tubuh dan tenaganya yang kecil, tentu kalah. Angga akhirnya tertangkap. Dan setelah penjahat itu mencari tahu tentangnya, ternyata dia anak orang tidak punya. Dan tidak mungkin orang tuanya akan menebusnya dengan jumlah uang yang besar. Karena tidak ingin menyia-nyiakan, mereka pun memilih mengambil salah satu ginjalnya untuk di jual.
Ayya dan ayahnya sempat mencari keberadaannya. Bahkan di bantu oleh polisi. Sebelum pergi ke sana, William sudah berjaga-jaga menelfon polisi. Selama beberapa hari juga mereka terus mencari di area hutan dan sekitarnya. Polisi terus menyelidiki, dan hasilnya nihil. Penjahat itu sangat pintar, mungkin mereka kabur keluar negeri tanpa meninggalkan jejak. Karena tidak hafal ciri-ciri anak yang di bawanya, semakin sulit untuk mencarinya.
Setiap hari Ayya terus menangis memikirkannya. Membuat William semakin mengetatkan pencariannya. Namun, hasilnya tetap nihil.
*Flashback off*
Adzkia Kanaya Smith, lebih sering di kenal Naya atau Ayya. Dulu dirinya adalah anak orang kaya. Bahkan papanya Elang menuruti permintaannya untuk menjaga Kia, sebagai tanda terimakasih. Karena William sangat baik, telah membantunya hingga usahanya berkembang pesat.
Dan saat usaha William mulai bangkrut. Leonel bukan tidak mau membantunya. Pria itu sering memaksanya untuk menerima bantuan darinya. Namun, Wiliam kekeh selalu menolak. Karena menginginkan hidup sederhana, itu lebih baik. Lagian masih mempunyai sebuah toko kue tidak membuatnya kelaparan. Hidup sederhana dengan kedua putrinya, membuatnya bahagia.