NovelToon NovelToon
Sang Legenda: Naga Langit

Sang Legenda: Naga Langit

Status: tamat
Genre:Misteri / Fantasi Timur / Balas Dendam / Kebangkitan pecundang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Tamat
Popularitas:6.9M
Nilai: 4.6
Nama Author: Sang_Imajinasi

Xiao Chen selalu dianggap murid terlemah di Klan Xiao.

Tidak punya bakat, selalu gagal dalam ujian, dan menjadi bahan ejekan seluruh murid.
Namun tidak ada yang tahu kebenaran sesungguhnya bahwa tubuhnya menyembunyikan darah naga purba yang tersegel sejak lahir.

Segalanya berubah saat Ritual Penerimaan Roh Penjaga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Menuju Jantung Kegelapan

Matahari belum terbit. Langit di timur masih berupa garis ungu pucat yang berjuang menembus pekatnya malam.

Xiao Chen meninggalkan kota dengan langkah lebar. Dia tidak menoleh ke belakang, ke arah Kediaman Keluarga Su yang kini terasa dingin dan kosong. Hatinya telah ia bekukan. Rasa sakit perpisahan dengan Qingyue ia tekan dalam-dalam, diubah menjadi bahan bakar yang membakar darahnya.

Dia tidak kembali ke Klan Xiao untuk beristirahat. Waktu adalah kemewahan yang tidak dimilikinya. Turnamen akan dimulai saat matahari tepat di atas kepala. Dia hanya punya waktu kurang dari enam jam.

"Kau terlihat mengerikan, Bocah," suara Yao Huang memecah keheningan di kepalanya saat Xiao Chen memasuki batas Hutan Kabut Hitam. "Aura membunuhmu bocor ke mana-mana. Kau akan menakuti kelinci, tapi kau akan memancing predator yang lebih besar."

"Itu tujuanku," jawab Xiao Chen datar. Dia melompati akar pohon besar, gerakannya lincah menyatu dengan bayangan. "Guru, kau bilang ada cara cepat untuk meningkatkan kekuatan fisikku sebelum melawan Xiao Long. Apa target kita?"

Kabut hitam keluar dari manik di lehernya, membentuk wujud transparan Yao Huang yang melayang di samping Xiao Chen yang sedang berlari.

"Xiao Long berada di Puncak Tingkat 9 Pengumpulan Qi," jelas Yao Huang. "Dia memiliki keunggulan Qi yang lebih padat dan teknik beladiri tingkat tinggi dari klan. Kau baru di Tingkat 6. Jika kau bertarung dengan Qi, kau kalah telak."

"Aku tahu," potong Xiao Chen. "Itu sebabnya aku mengandalkan tubuh ini."

"Tubuhmu memang kuat, tapi belum cukup keras untuk menahan pedang atau teknik tingkat tinggi tanpa cedera," lanjut Yao Huang. "Kita butuh sesuatu untuk menyempurnakan Tulang Naga Tahap Awal-mu."

Yao Huang menunjuk ke arah bagian hutan yang lebih gelap, di mana kabut tampak lebih tebal dan pohon-pohon tumbuh setinggi menara.

"Di kedalaman hutan ini, ada wilayah tebing batu. Di sana hidup seekor Kera Roh Lengan Panjang."

Langkah Xiao Chen sedikit melambat. "Kera Roh Lengan Panjang? Itu binatang buas Puncak Tingkat 1. Setara dengan kultivator Tingkat 9 manusia. Mereka dikenal ganas dan memiliki kecerdasan rendah."

"Benar," Yao Huang menyeringai. "Inti monsternya mengandung esensi kekuatan otot murni. Dan darahnya... jika kau mandi dengan darahnya yang masih panas, itu bisa memadatkan kulitmu menjadi sekeras tembaga dalam waktu singkat."

"Puncak Tingkat 1..." gumam Xiao Chen. Matanya menyipit menatap kegelapan di depan.

Ini adalah pertaruhan nyawa. Melawan monster yang setara dengan Xiao Long, tapi lebih buas, tanpa aturan, dan di habitat aslinya. Jika dia terluka parah di sini, dia tidak akan bisa ikut turnamen.

"Takut?" tanya Yao Huang.

Xiao Chen meraba dadanya, merasakan detak jantungnya sendiri. Dia teringat surat Qingyue. Dia teringat wajah angkuh Tetua Su.

"Tidak," jawab Xiao Chen dingin. "Jika aku tidak bisa membunuh seekor monyet, bagaimana aku bisa membunuh takdirku?"

Dia mempercepat larinya, menembus semak belukar berduri tanpa mempedulikan goresan di kulitnya.

Semakin dalam Xiao Chen masuk ke hutan, semakin sunyi suasana di sekitarnya. Suara serangga malam yang bising perlahan menghilang. Burung-burung tidak berkicau di sini.

Ini adalah tanda bahwa dia memasuki wilayah predator puncak. Hewan-hewan lemah tidak berani bersuara di sini.

Udara menjadi lebih lembap dan berbau anyir.

Xiao Chen berhenti sejenak di dekat sebuah pohon besar yang tumbang. Dia berjongkok, memeriksa tanah yang berlumpur.

Ada jejak kaki besar. Sangat besar, dengan cakar yang menancap dalam ke tanah. Di batang pohon di dekatnya, terdapat bekas cakaran panjang yang merobek kulit kayu setebal lima inci.

"Kuat sekali," bisik Xiao Chen, meraba bekas cakaran itu. Serat kayunya hancur total. Jika cakar ini mengenai tubuh manusia, tulang rusuk pasti akan remuk seketika.

"Ini wilayahnya," bisik Yao Huang. "Mulai sekarang, atur napasmu. Kera jenis ini memiliki pendengaran yang tajam. Dia akan mendengar detak jantungmu jika kau panik."

Xiao Chen menutup matanya sejenak. Dia melakukan teknik pernapasan Naga Tidur yang diajarkan Yao Huang. Detak jantungnya melambat, menyatu dengan ritme hutan. Auranya menyusut hingga nyaris tak terdeteksi, seperti batu mati.

Dia membuka matanya kembali. Pupilnya kini vertikal penuh, kemampuan penglihatan malamnya aktif maksimal.

"Di mana dia?" batin Xiao Chen.

Dia bergerak lagi, kali ini tanpa suara sedikit pun. Dia tidak berlari di tanah, melainkan melompat dari satu dahan ke dahan lain, mengincar posisi ketinggian.

Beberapa ratus meter di depan, pemandangan hutan berubah. Pepohonan mulai jarang, digantikan oleh formasi batu-batu granit raksasa yang menyusun tebing curam.

Di sana, di celah bebatuan itu, Xiao Chen melihat sisa-sisa tulang belulang hewan—rusa, babi hutan, bahkan kerangka manusia yang sudah memutih. Itu adalah sarang sang raja hutan wilayah ini.

Xiao Chen bersembunyi di balik dedaunan rimbun, mengamati dengan sabar. Dia belum melihat kera itu, tapi dia bisa merasakan tekanan udara yang berat di sekitar tebing batu tersebut.

"Dia ada di sana," bisik Yao Huang di telinganya. "Sedang tidur atau menunggu mangsa. Bersiaplah, Xiao Chen. Ini bukan latihan memukul samsak. Ini adalah perburuan."

Xiao Chen mengepalkan tangannya. Keringat dingin menetes di pelipisnya, tapi tangannya tidak gemetar. Dia mengeluarkan belati karatan miliknya bukan untuk menyerang, tapi untuk memotong jalan jika dia terjerat tanaman rambat. Senjata utamanya adalah kedua tangannya sendiri.

"Hanya ada satu jalan keluar dari hutan ini," batin Xiao Chen. "Aku keluar dengan membawa inti monster itu, atau aku menjadi tumpukan tulang berikutnya di sarang itu."

Angin berhembus pelan, membawa bau musk yang tajam dari arah gua batu.

Xiao Chen menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan oksigen, mempersiapkan otot-ototnya untuk ledakan tenaga yang ekstrem.

1
Parwoko Solo
di bab berapa ya xiao chen ketemu Li zihan?
Indah Hidayat
berguna juga si kadal itu
Zee
cuma mukul pingsan ank buah raja ular hitam n kabur udah bikin Qi kosong ??? ngawur kau thor
Christ Mlg
good
Darwito
dduud
Darwito
wtwtey
Zee
apa dia gak punya pil pngumpul qi ?? naif bnget seorang alkemis shrusnya mmpersiapkn diri dgn pil pnyembuh luka n pil pngumpul qi sblum kluar brptualang
Tomi Khan
150 bab,,,baru tingkat 4,,,semangatttt
Darwito
ehhehe
Darwito
y
Darwito
sytwyeey
3R 1CK
author goblok
nongol lah
nih gw pembaca baru
bales lah coment nya
payah deh penulis goblok
translate aja sombong
3R 1CK
bully author goblok ini
sok mau jadi penulis
hilih goblok
3R 1CK
woi author goblok monyet
Zee
kapan mc disebut sampah oleh su qingyue ?? kapan thor ??!
Dir Dirman
kayaknya penempatan bab nya yg salah ini.. ceritanya kembali waktu MC masuk hutan
Dir Dirman
tingkat kultivasinya beda sama di pemberitahuan tingkat kultivasinya di bab 3
Zee
kasihan Su Qingyue,, jdi korban fitnah si thor
Dewa Raka jl
apa iya kultifasinya yg awalnya sudh tingkat 5 , malah jadi tingkat 4 stress llo torr
Dewa Raka jl
Autor yg tak berguna/ sampah🤣🤣
kultivasi naik turun
cerita maju mundur sampah 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!