Di era teknologi yang melesat bak roket, manusia telah menciptakan keajaiban: sistem cerdas yang beroperasi seperti teman setia. Namun, Arcy, seorang otaku siswa SMA kelas akhir, merasa itu belum cukup. Di puncak gedung sekolah, di bawah langit senja yang memesona, ia membayangkan sistem yang jauh lebih hebat—sistem yang tak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kekuatan energi spiritual, sebuah sistem cheat yang mampu merajut takdirnya sendiri. Mimpi itu, terinspirasi oleh komik-komik isekai kesukaannya, membawanya ke petualangan yang tak terduga, sebuah perjalanan untuk mewujudkan sistem impiannya dan merajut takdir dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evolved 2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wulan Terpuruk
Arcy dengan susah payah membopong Aiden yang bertubuh gempal memasuki rumah sakit, keringat membasahi pelipisnya.
Arcy membaringkan Aiden perlahan di brankar yang disiapkan perawat.
Wulan berlari menghampiri. "Aiden! apa yang terjadi?!"
"Aku menemukannya tergeletak di pinggir jalan. Tubuhnya sudah seperti ini," jawab Arcy.
Wulan menatap Aiden dengan cemas, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Aiden tampak tak berdaya. Perawat membawa Aiden masuk ke ruang perawatan. Wulan tampak begitu cemas.
Arcy dalam diam melihat Aiden dibawah masuk. Kembali ke waktu sebelumnya, saat Aiden terbaring lemah dijalan, dengan tubuh penuh luka memar.
Aiden melihat seseorang mendekat kearahnya, orang itu duduk disampingnya. Dengan suara lirih, Aiden bertanya, "Kenapa... kenapa takdirnya seperti ini? Aku tidak ingin melihat Wulan menderita. Bisakah aku... bisakah aku memberikan kebahagiaan untuknya?"
Aiden terbatuk, darah segar keluar dari mulutnya. Aiden melanjutkan, "Aku ingin menjadi orang kaya. Jika uang bisa membuat Wulan bahagia, aku akan menjadi orang terkaya di dunia. Kenapa... kenapa hidup ini tidak adil?"
Aiden menatap orang disampingnya dengan tatapan kosong. Orang itu yang tak lain adalah Arcy, menatap Aiden dengan dalam.
"Hidup memang tidak adil, Aiden. Tapi kita bisa memilih bagaimana menghadapinya. Takdir itu seperti sungai, kita bisa mengikuti arusnya atau mencoba mengubah arahnya."
Arcy menghela napas sejenak sebelum melanjutkan, "Aku tidak bisa menjanjikan kebahagiaan instan untuk Wulan. Tapi aku bisa menjanjikan kesempatan untuk mengubah hidupmu. Bergabunglah denganku, Aiden. Bersama, kita akan mewujudkan impianmu. Kita akan mendapatkan kekuatan, kekayaan... dan kebahagiaan untuk orang-orang yang kita sayangi."
Aiden menatap Arcy, dia tidak mengenal siapa orang ini, tapi entah kenapa ada secercah harapan di matanya.
Kembali ke waktu sekarang, Arcy menatap pintu ruang perawatan tempat Aiden dirawat. Wulan duduk di kursi tunggu, masih dengan wajah cemas. Elis mendekat dan duduk di sampingnya.
"Dia akan baik-baik saja, Wulan," ucap Elis sambil merangkulnya.
Wulan hanya mengangguk lemah, air mata masih membasahi pipinya. Arcy menatap Wulan dengan dalam, pikirannya berkecamuk.
***
Arcy, Elis, dan Wulan duduk di ruang tunggu, menunggu kabar dari dokter tentang kondisi Aiden. Suasana tegang dan sunyi. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Wulan segera menghampirinya dengan wajah cemas.
"Dokter, bagaimana keadaan Aiden?
Dokter dengan nada prihatin, menjawab, "Keadaannya cukup memprihatinkan. Ada beberapa tulang yang patah akibat benturan keras, terutama di bagian rusuk dan lengan. Pelipisnya juga sobek cukup dalam karena pukulan yang sangat kuat. Tapi, kami sudah melakukan penanganan pertama, dia akan baik baik saja."
Wulan lemas mendengar penjelasan dokter. Kakinya terasa tak bertulang dan ia terduduk di kursi, air mata mulai membasahi pipinya. Elis segera merangkulnya, mencoba menenangkan dengan menepuk-nepuk pelan.
Wulan menggelengkan kepalanya, hatinya hancur. Ayahnya sakit, dan sekarang sahabatnya juga mengalami hal yang mengerikan. Beban hidup terasa begitu berat baginya.
Wulan mengepalkan tangannya, lalu berdiri. "Aku pergi sebentar." Suaranya terdengar seperti sedang marah.
Arcy menatapnya, "Mau kemana, Wulan?"
Wulan berusaha tersenyum, "Aku mau mengambil sesuatu di rumah. Aku akan segera kembali."
Wulan berbalik dan mulai melangkah pergi, tapi tiba-tiba Arcy menghentikannya.
"Kamu ingin menemui ibumu?"
Wulan berhenti dari langkahnya, diam tak membalas, sambil menahan tangisnya.
Arcy melangkah mendekati Wulan. "Wulan..." panggil Arcy lembut.
Wulan tidak berbalik, hanya isakannya yang terdengar semakin jelas. Arcy semakin mendekat, berdiri tepat di belakang Wulan.
"Tenang, Wulan. Ada aku di sini."
Wulan menggeleng lemah. "Aku nggak bisa, Arcy. Aku nggak bisa tenang." Suaranya bergetar, penuh kepedihan. "Ibu... ibuku cuma peduli sama judi. Dia nggak peduli sama Ayah lagi."
Arcy terdiam sejenak. Ia mengulurkan tangannya, menyentuh bahu Wulan pelan.
"Aku tahu, Wulan. Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi kamu nggak sendiri," kata Arcy, suaranya penuh keyakinan. "Aku janji, aku akan bantu kamu. Kita akan bantu Ayahmu."
Wulan akhirnya berbalik, air mata membasahi pipinya. Tatapannya penuh keraguan, namun ada sedikit harapan yang terpancar di sana.
Arcy menatapnya dalam. "Percaya sama aku, Wulan. Ayahmu akan sembuh, dan Aiden juga. Mereka akan baik-baik saja. Aku janji!"
Elis kemudian menyela, "tunggu, Arcy. Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?"
Arcy terdiam, lalu menghela napas. Ia tahu ia tidak bisa membohongi Elis. Ia mendekat dan berbisik di telinga Elis.
"Aku akan mencari tahu siapa yang melakukan ini pada Aiden, dan aku akan membuat mereka membayarnya."
Mata Elis membulat mendengar pengakuan Arcy. Elis panik. "Jangan, Arcy! Jangan lakukan itu!"
Arcy memohon, "Elis, plis! Aku tidak bisa diam saja. Aku harus melakukan sesuatu. Kumohon, biarkan aku pergi."
Elis terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Ia melihat Wulan yang sedang terpuruk lesuh di kursi. Akhirnya, ia menghela napas pasrah.
"Baiklah, tapi kamu tidak boleh pergi sendiri. Kamu harus membawa teman."
Elis mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Yuan, bisa bantu aku? Aku butuh bantuanmu sekarang!"
Di tempat lain, ibu Wulan dibawa ke sebuah rumah mewah. Seorang pria kaya mengajaknya masuk dengan senyum ramah. Mereka duduk di sofa empuk, gelas-gelas berisi minuman keras sudah tersaji di meja.
Mereka mulai minum bersama, tawa dan obrolan ringan mengisi ruangan. Ibu Wulan tampak menikmati suasana tersebut.
"Jadi, bagaimana bisnis kita berjalan?" tanya pria itu, membuka percakapan.
Ibu Wulan menyesap minumannya, lalu menjawab, "Lumayan, Pak. Tapi akhir-akhir ini agak sepi."
Pria itu tertawa kecil. "Tenang saja. Saya punya banyak cara untuk membuat bisnis kita semakin berkembang." Ia kembali menuangkan anggur ke gelas Ibu Wulan. "Minumlah, jangan terlalu tegang."
Bisnis yang dijalankan Ibu Wulan dan pria kaya itu adalah jaringan perjudian ilegal terselubung. Ibu Wulan berperan sebagai koordinator lapangan, merekrut pemain baru dan mengelola transaksi taruhan di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Sementara pria kaya tersebut adalah pemilik modal dan otak di balik operasi ini, menyediakan dana, tempat, dan perlindungan hukum bagi bisnis haram tersebut. Mereka berdua berbagi keuntungan dari setiap putaran perjudian yang berhasil mereka kelola.
Mereka terus minum dan mengobrol. Tawa dan obrolan ringan mengisi ruangan. Ibu Wulan tampak menikmati suasana tersebut. Pria itu terus menuangkan anggur ke gelasnya, hingga Ibu Wulan mulai tampak mabuk.
Matanya mulai sayu, bicaranya mulai melantur. Pria itu tersenyum dengan maksud terselubung. Ia menatap Ibu Wulan dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Fira, Anda wanita yang menarik," ujarnya, suaranya terdengar lebih rendah dari sebelumnya.