Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sekya vs lamino. deklarasi perang
“Kau menyerang tanpa berpikir, dan itu membuatmu mudah dilukai. Kau tahu, aku bisa saja membunuhmu sekarang, tapi aku lebih tertarik untuk melihat bagaimana kau akan bertindak setelah ini.” Dia mendekat selangkah, pedangnya masih berada di tangan kanannya dan tetap dalam posisi siap bertarung.
“Apa kau masih mau melanjutkan, atau kau akan lari seperti tadi?” tanya Lamino, matanya menantang Lyra.
“Aku tidak akan lari!” jawab Lyra dengan suara lantang, ia menguatkan cengkeramannya pada pedangnya. “Aku akan mengalahkanmu dan membawa Raja Vazkal pergi dari sini!”
Lamino hanya tertawa. “Begitu? Kalau begitu, ayo kita lihat seberapa jauh amarahmu bisa membawamu, karena aku sudah bosan bermain-main,” ujarnya, suaranya kini terdengar serius, dan matanya tidak lagi memancarkan kejahilan, tetapi fokus yang tajam.
Lamino mulai menyerang dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa, membuat Lyra terpaksa mundur. Setiap ayunan pedangnya terasa berat dan terarah. Tidak ada lagi senyuman di wajahnya, hanya fokus yang tajam pada setiap gerakan Lyra.
Lyra mencoba membalas, tetapi setiap serangannya berhasil dihindari atau ditangkis dengan mudah oleh Lamino, sehingga dia hanya bisa bertahan. Beberapa kali pedang Lamino hampir mengenai tubuhnya, memaksa Lyra untuk mengelak dengan gerakan yang tidak teratur.
Kaki Lyra mulai tergelincir di tanah yang basah karena embun malam, yang membuat dirinya semakin terpojok. Dia merasa Lamino sengaja tidak langsung mengalahkannya, melainkan menekan dan mempermainkannya.
Hal itu membuat Lyra semakin marah namun juga semakin putus asa, dan ia tahu, ia harus segera mengubah strateginya jika tidak ingin kalah dalam pertarungan ini.
Lyra, yang sudah kelelahan, mengayunkan pedangnya dengan sisa-sisa kekuatannya. Tapi Lamino dengan mudah menangkis serangan tersebut dan mendorongnya mundur hingga Lyra kehilangan keseimbangan. Lamino mengangkat pedangnya untuk melancarkan serangan terakhir, ia menatap Lyra yang terengah-engah dan tidak berdaya.
“Sayang sekali, aku sudah memperingatkanmu,” kata Lamino.
Saat pedang Lamino melesat turun, terdengar suara dentingan keras yang memecah kesunyian malam. Pedang Lamino berhasil ditahan oleh sebuah pedang lain, dan di sana, berdiri Pangeran Sekya. Ia menatap Lamino dengan pandangan dingin.
“Tangan kotormu tidak pantas menyentuh anak buahku, Lamino,” kata Pangeran Sekya.
Lamino terkejut melihat Pangeran Sekya. “Sekya?” katanya, suaranya dipenuhi keterkejutan. “Kau tidak seharusnya berada di sini.”
Sekya hanya menyeringai. “Aku di sini untuk mengambil kembali milikku.”
Lamino mundur sedikit, pandangan matanya bertemu dengan Pangeran Sekya, dan keduanya saling berhadapan dengan pedang teracung, di tengah hembusan angin malam yang berdesir di antara mereka, menandakan dimulainya pertarungan antara dua ksatria yang akan mengubah sejarah di benua timur.
Lyra, yang masih terduduk di tanah, mencoba mengumpulkan napasnya yang tersengal, lalu ia menatap Pangeran Sekya dengan mata lebar.
"Yang Mulia! Mereka dalam bahaya! Ayahmu dan anak buahmu dikejar oleh prajurit Lamina di hutan sebelah, mereka harus bersembunyi di balik pohon tua untuk menghindari mata-mata musuh, jadi kita harus segera pergi dan membantu mereka! Pangeran Lamino, aku tidak punya waktu untuk bermain-main denganmu!" teriaknya, mengabaikan Lamino dan mencoba berdiri dengan tertatih-tatih.
Pangeran Sekya tidak memalingkan wajahnya dari Lamino, matanya tetap waspada, namun ia menjawab dengan tenang.
“Brutus sudah membereskan masalah itu, dan mereka semua sudah aman sekarang, jadi kau tidak perlu khawatir. Aku tahu kau ada di sini karena salah satu anak buahku yang berhasil lolos dan menceritakan semuanya padaku, kau terlalu ceroboh dan mudah emosi, kau hampir saja mati,” ucap Pangeran Sekya, nadanya terdengar dingin dan penuh kekecewaan, ia tahu persis bagaimana Lyra bisa bertindak tanpa berpikir panjang.
Lyra hendak membalas, tetapi Pangeran Sekya langsung memotongnya, ia hanya melirik Lyra sesaat, lalu menoleh kembali ke Lamino.
“Pergilah Lyra, ini bukan urusanmu lagi. Kau sudah terlalu ceroboh dan melukai dirimu sendiri, sekarang pergilah dan temui anak buahku di sana, mereka pasti membutuhkanmu untuk merawat lukanya,” katanya, nadanya terdengar tegas, seolah tidak menerima bantahan, dan ia tahu bahwa Lyra tidak akan menolaknya.
Lyra segera bangkit dan pergi. Lamino yang daritadi hanya mengamati berkata, "Sudah selesai?"
Sekya mengangguk dan menatap Lamino, "Dion, adikmu, ada di tanganku sekarang, dan ayahku sudah ku dapatkan kembali. Dengan ini aku menyatakan perang kepada Lamina. Tapi sebelum itu, aku ingin menghajarmu lebih dulu."
Ia kemudian menatap Sekya dengan tajam dan berkata, "Dion memang bodoh, tapi jika kau melakukan sesuatu kepadanya, aku akan membunuhmu saat ini juga!"
Sekya hanya membalas dengan senyum mengejek, "Aku tak melakukan apapun... aku hanya memotong jari-jari tangannya dan menyiksanya setiap hari."
Mendengar hal itu, amarah Lamino meledak, ia langsung menyerang Sekya tanpa ragu, pedangnya melesat cepat ke arah Sekya, menciptakan kilatan cahaya di kegelapan malam, dan mengabaikan semua aturan bertarung.
Pertarungan sengit pun pecah di antara mereka, suara pedang yang beradu memecah kesunyian malam, setiap ayunan pedang mereka mengandung kekuatan yang besar, dan mereka bertarung sambil melontarkan ejekan satu sama lain, Lamino menyerang dengan amarah, sementara Sekya menangkis dengan tenang, sesekali Sekya membalas serangan Lamino sambil berkata, “Kau tidak perlu khawatir Lamino, aku akan mengembalikan adikmu Dion ke kerajaan Lamina, tapi... hanya kepalanya saja yang akan aku kirimkan."
Pertarungan itu tidak berlangsung lama, karena dari kejauhan terdengar suara langkah kaki para prajurit dan jenderal dari Kerajaan Lamina yang mendekat, mereka menuju ke arah kehebohan yang terjadi akibat pertarungan sengit antara kedua pangeran tersebut. Sekya yang mendengar suara itu, tahu bahwa ia harus segera pergi, ia menangkis serangan Lamino untuk terakhir kalinya dan melompat mundur. Sebelum benar-benar menghilang ke dalam kegelapan hutan, Sekya menatap Lamino dan berkata, “Siapkan pasukanmu dalam waktu satu minggu. Kita bertemu di perbatasan. Akan kupastikan kalian semua rata dengan tanah."
Lamino segera kembali ke istana. Ia berjalan cepat menuju ruangan ayahnya. Di sana, Raja Abbas sedang duduk di singgasananya, ia terlihat tenang seolah tidak ada hal yang terjadi.
Ia menatap anaknya dan bertanya, "Ada apa, Lamino? Mengapa kau terlihat panik?"
Lamino mengambil napas dalam-dalam, lalu ia menceritakan semua hal yang dikatakan Sekya, tentang Dion, tentang Raja Vazkal, dan yang paling penting, tentang deklarasi perang yang ia ucapkan di depan Lamino.
Mendengar hal itu, wajah Raja Abbas yang tadinya tenang, kini berubah menjadi tegang, ia mengepalkan tangannya dan menatap anaknya dengan pandangan dingin. "Sekya, kau benar-benar berani bermain-main denganku," kata Raja Abbas, suaranya pelan tapi penuh ancaman.
Kini, Kerajaan Lamina dan Kerajaan Vazkal berada di ambang perang, tak ada yang tahu nasib Dion, tak ada yang tahu siapa yang akan memenangkan pertarungan di perbatasan, dan tak ada yang tahu, apakah setelah peperangan ini, benua timur akan tetap sama.
meanwhile author : /Doge/