Hanum Khumaira, seorang wanita soleha yang taat beragama, terpaksa menerima perjodohan dari kedua orangtuanya dengan seorang perwira polisi bernama Aditama Putra Pradipta. Perjodohan ini merupakan keinginan kedua orangtua mereka masing-masing.
Namun, di balik kesediaannya menerima perjodohan, Aditama sendiri memiliki rahasia besar. Ia telah berhubungan dengan seorang wanita yang sudah lama dicintainya dan berjanji akan menikahinya. Akan tetapi, ia takut jika kedua orangtuanya mengetahui siapa kekasihnya, maka mereka akan di pisahkan.
Diam-diam rupanya Aditama telah menikahi kekasihnya secara siri, ia memanfaatkan pernikahannya bersama Hanum, agar hubungannya dengan istri keduanya tidak dicurigai oleh orangtuanya.
Hanum yang tidak mengetahui rahasia Aditama, mulai merasakan ketidaknyamanan dengan pernikahannya ini.
Konflik dan drama mulai terjadi ketika Hanum mengetahui suaminya telah menikahi wanita lain, akankah Hanun tetap mempertahankan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melakukan penyelidikan
Tama yang semula ingin mengatakan jika dirinya pernah melakukan hal yang sama seperti Papahnya, namun kali ini ia urungkan, rencananya ia akan mengatakan semua perselingkuhannya di depan kedua orangtuanya di dampingi oleh Hanum, setelah acara pesta perayaan kenaikan pangkat sang Papah atas terpilihnya sebagai Wakapolri baru di negeri ini.
Dan obrolan pun di akhiri, akhirnya Tama bisa mengerti mengapa Papahnya melarang keras Mamahnya untuk pergi ke Villa Puncak, begitupun dengan Riana, rupanya Papah telah menyimpan rahasia besar selama ini, dan mungkin karena dirinya anak laki-laki jadi bisa mengerti dan memahaminya.
Namun sampai kapankah rahasia besar ini akan terus di sembunyikan, dari Mamah dan juga adik perempuannya? Lambat laun mereka berdua pasti akan tahu semua ini.
Saat Tama masuk ke dalam kamar tidurnya, ia mendapati sang istri sudah tertidur pulas di atas ranjang tempat tidur, dengan ditemani oleh cahaya lampu yang temaram, Tama mendekat dan menatap wajah Hanum. Dengan lembutnya ia mengusap kepalanya lalu mengecupnya.
"Aku tidak akan pernah membiarkan kamu celaka lagi Num, ku pikir orang yang selama ini ingin menghabisimu adalah Bella, tapi rupanya ada musuh papah yang lainnya yang mengincar keselamatan kamu, maaf gara-gara keluargaku kau menjadi seperti ini." monolognya penuh rasa penyesalan.
Setelah itu Tama bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kali ini Tama tidak ingin menganggu tidur lelapnya sang istri, apalagi mengingat peristiwa tadi pagi, ia benar-benar tidak habis pikir dengan si pelaku.
Keesokan harinya.
Seperti biasanya, pagi-pagi sekali Tama sudah berangkat ke Mabes bersama Papahnya, dan kali ini kediaman Komjen Cahyo Pradipta telah di jaga cukup ketat oleh beberapa anak buahnya, mengingat kejadian kemarin yang telah menimpa Hanum, sedangkan pelaku saat ini masih dalam pencarian. Bu Kiran dan juga Riana sempat syok ketika mengetahui peristiwa kemarin dari mulut Tama dan juga Pak Cahyo. Sampai akhirnya baik Bu Kiran dan juga Riana keduanya memeluk Hanum.
"Maafkan Mamah ya Num, Mamah beneran tidak tahu masalah ini!" ujarnya penuh rasa sesal.
"Tidak apa-apa Mah, lagian Hanum baik-baik saja kok!" jawabnya tersenyum ramah.
Begitupun dengan Riana, ia benar-benar sangat terkejut saat mengetahui hal itu.
Setibanya di Mabes, Tama di kejutkan dengan penemuan barang bukti berupa rekaman CCTV sang kurir, rupanya si Kurir yang mengantarkan paket untuk istrinya berjumlah dua orang, dan pria yang mengenakan masker serta helm tersebut seolah sengaja menyembunyikan identitasnya, sedangkan si Kurir yang satunya lagi bertugas mengantarkan paket langsung kepada Hanum, wajahnya pun terlihat cukup jelas dan kini Pihak dari kepolisian mulai mencari kurir tersebut untuk dimintai keterangan.
"Menurut ku ini sangat mencurigakan Pak Kombes, biasanya kan kurir paket itu kerjanya sendiri-sendiri, tapi ini kok malah berdua, dan pria misterius yang telah membawa motor tersebut pun sangat mencurigakan sekali gerak-geriknya." tukas Damar sambil mengamati rekaman CCTV yang ia dapat dari salah satu pemilik rumah yang bersebrangan dengan rumah korban, alias Aditama dan Hanum.
Dan kini setiap CCTV yang terpasang di sepanjang jalan sekitar area perumahan tempat tinggal Tama mulai di telusuri, dan jejak mereka pun sempat ada beberapa yang terekam setelah kejadian naas kemarin.
"Jadi para pelaku melarikan diri menuju jalan Cendrawasih dan setelahnya mereka masuk ke salah satu gang sempit bantaran kali ciliwung?" tanya Tama dengan serius.
"Betul sekali Pak Kombes, sepertinya pelaku masih warga sekitar Jakarta." jawabnya tanpa ada keraguan.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya kurir yang membawa paket untuk Hanum berhasil di amankan, dan benar saja jika si kurir yang memiliki nama Yadi ini ternyata di suruh oleh seseorang dan pelaku utamanya adalah pria yang membawa motor miliknya, Yadi sendiri telah diiming-imingi uang sebesar sepuluh juta untuk melancarkan aksi si pelaku, Yadi sendiri sebenarnya terpaksa menerima tawaran si pelaku karena terhimpit ekonomi, apalagi istrinya sebentar lagi akan segera melahirkan, dan Yadi sendiri tidak mengetahui jika paket yang ia bawa merupakan sebuah bom jenis bom molotov yang bisa meledak kapan saja saat kotak di dalamnya terbuka ataupun terlempar dan jatuh.
"Saya berkata yang sebenarnya Pak Polisi, saya juga tidak tahu isi paket itu, pria misterius itu selama dua hari terus saja mendesak saya, sampai akhirnya ia mengiming-imingi saya sejumlah uang." tukas Yadi berkata yang sebenarnya dan Tama pun tahu jika Yadi telah berkata jujur, beberapa kali Tama mengulang pertanyaan yang sama, ia mendapatkan jawaban yang tidak berubah dari mulut Yadi.
"lantas apa kau tahu wajah pria yang memintamu mengantarkan paketnya?"
"Saya pernah melihatnya secara sepintas Pak, waktu itu tidak sengaja masker penutup wajahnya terlepas, ia pun buru-buru menggantinya dengan masker yang baru sambil menutup wajahnya dengan tangannya, dan ciri-cirinya pria tersebut memiliki paras yang tampan dan warna kulitnya putih bersih, hidungnya mancung serta memiliki mata yang bulat." imbuhnya.
Kemudian Tama meminta tim penyidik untuk membuat sketsa pelaku menurut hasil pengamatan yang di ceritakan oleh Yadi.
sekitar hampir lima belas menit lebih, akhirnya Tama berhasil mendapatkan sketsa wajah si pelaku.
"Ternyata pria ini terlihat masih muda, sepertinya usianya tidak begitu jauh dengan Riana, apakah pria ini suruhannya Arman? musuh bebuyutannya Papah?" monolognya sambil memandangi gambar sketsa di atas meja kerjanya.
Menjelang makan siang, rupanya Tama mendapatkan kiriman makanan dari istri tercintanya, Hanum sengaja memasak pindang ikan patin yang resep masakannya ia dapat dari Ibu mertuanya, dan ini adalah masakan turun temurun dari keluarga Bu Kiran.
Kali ini yang mengantarkan makan siang adalah mang Udin, sopir pribadi Mamahnya.
Saat duduk di kantin, Damar dan rekan anggota polisi lainnya hanya melempar senyum ketika melihat atasan mereka makan masakan rumah, biasanya Tama selalu membeli makan siang dari luar.
"enaknya jadi Pak Kombes, punya istri pandai sekali memasak!" goda Damar sambil duduk berhadapan dengan Tama.
"mangkanya buruan nikah, betah amat sih jadi bujang lapuk!" ejeknya sambil tersenyum tipis.
"Ish, anda ini sangat menyebalkan sekali, tapi boleh tidak jika seandainya aku PDKT sama Riana, adiknya pak Kombes yang sangat cantik itu!" ujarnya sambil membayangkan wajah Riana, rupanya kemarin sore saat dirinya libur bekerja dan memutuskan untuk pergi ke kedai kopi, tanpa disengaja Damar bertemu dengan Riana. Melihat Riana yang telah tumbuh menjadi gadis dewasa, tiba-tiba Damar tertarik padanya, padahal dulu Damar tahu betul ketika Riana masih mengenakan seragam anak SMP
Seketika Tama langsung menaikan tangannya yang sudah di kepal ke atas, sorot matanya yang tajam menunjukan bahwa ia tidak suka dengan perkataan dari Damar, tangannya yang kekar telah membuat Damar sedikit ciut.
"berani mendekati adikku, hadapi dulu aku Dam, kau terlalu tua untuk Riana!" Tama begitu entengnya berkata seperti itu, sehingga membuat Damar menjadi kesal
"Woy pak Kombes, anda ini tidak bisa berkaca diri ya, bukankah anda juga dengan istri anda memiliki selisih usia yang jauh? Lagian umur tidak menjadi penghalang sebuah cinta yang sudah bersemi di hati!" ucapnya sambil memejamkan mata.
"Sudahlah kau jangan kebanyakan ngoceh, ganggu aku makan siang saja!" omelnya sambil mendengus, kemudian Tama segera memakan masakan dari istri tercintanya, ia pun sangat terkejut dengan rasanya yang sangat mirip dengan masakan neneknya.
"Wah, enak sekali masakan istriku, besok-besok aku ingin dimasakin ini lagi!" monolognya tersenyum puas.
Sedangkan Damar yang melihat ekspresi Tama yang seperti itu, ia malah terlihat kesal.
Sekitar pukul sebelas malam, Tama akhirnya tiba dirumahnya, kali ini ia di sambut hangat oleh sang istri.
"Kamu belum tidur Num?"
Hanum malah mengangguk cepat, sepertinya ia mengharapkan sesuatu dari suaminya, mangkanya ia belum bisa tidur. Hanum terus saja menatap dalam wajah suaminya.
Beruntungnya Tama sangat peka apa yang di harapkan oleh istrinya.
"Num, makasih ya sudah memasak pindang ikan patin untukku, masakanmu sangat enak dan lezat." ucapnya sambil mengusap kepalanya
Mendapatkan pujian seperti itu, Hanum pun sangat senang dibuatnya, meskipun terkesan sederhana tapi bagi Hanum itu semua sangatlah berharga.
Kemudian Tama memutuskan untuk membersihkan diri sejenak di dalam kamar mandi, sedangkan Hanum yang saat ini sedang menjinjing tas kerja suaminya, mulai menaruhnya diatas meja dekat sofa, dan saat Hanum hendak merapihkan nya, tiba-tiba pengait tas tersebut terlepas, sehingga beberapa kertas sempat terjatuh di atas lantai, Hanum pun buru-buru merapihkan nya karena ia takut terkena omel.
Namun ada satu kertas yang membuatnya sangat tertarik, yakni sketsa wajah seseorang yang menurutnya tidak asing.
'Rasanya aku pernah melihat wajah dari gambar sketsa ini, tapi siapa ya?' batinnya mencoba mengingat kembali.
Bersambung...
⭐⭐⭐⭐⭐⭐
maaf sok nasehati.
Lanjut tripel up oke
up lagi kak....jd penasaran