Deonall Argadewantara—atau yang lebih dikenal dengan Deon—adalah definisi sempurna dari cowok tengil yang menyebalkan. Lahir dari keluarga kaya raya, hidupnya selalu dipenuhi kemewahan, tanpa pernah perlu mengkhawatirkan apa pun. Sombong? Pasti. Banyak tingkah? Jelas. Tapi di balik sikapnya yang arogan dan menyebalkan, ada satu hal yang tak pernah ia duga: keluarganya akhirnya bosan dengan kelakuannya.
Sebagai hukuman, Deon dipaksa bekerja sebagai anak magang di perusahaan milik keluarganya sendiri, tanpa ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah pewaris sah dari perusahaan tersebut. Dari yang biasanya hanya duduk santai di mobil mewah, kini ia harus merasakan repotnya jadi bawahan. Dari yang biasanya tinggal minta, kini harus berusaha sendiri.
Di tempat kerja, Deon bertemu dengan berbagai macam orang yang membuatnya naik darah. Ada atasan yang galak, rekan kerja yang tak peduli dengan status sosialnya, hingga seorang gadis yang tampaknya menikmati setiap kesialan yang menimpanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mycake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Deonall Story
Deon meletakkan secangkir kopi perlahan ke atas meja, gerakannya tenang, tapi pikirannya kacau balau.
Tangannya yang satu lagi masih menggenggam cangkir, menggigil tipis bukan karena suhu, tapi karena tekanan yang tak terlihat. Dia membuka mulut, hendak berbicara.
“Lo—”
Namun kalimat itu tak sempat keluar.
Tiba-tiba, seolah dikendalikan oleh tombol tak kasat mata, suara itu keluar dari mulutnya tapi bukan suaranya.
“Sudah malam. Kamu bisa kembali ke rumah kamu.”
Nada suara itu datar, dingin, dan sangat Damian. Bukan Deon.
Wajah Deon membeku. "Bukan gue! Astaga, itu barusan bukan gue yang ngomong!"
Damian atau lebih tepatnya tubuh Damian yang dia huni kembali bersuara, memotong udara malam yang kaku.
“Tidak baik seorang gadis berada di apartemen pria dewasa. Kalau kamu ada keperluan, sebaiknya besok saja. Aku benar-benar butuh istirahat malam ini.”
Deon panik dalam pikirannya sendiri. "Eh, bro! Gue gak maksud gitu! Tahan dulu! Jangan usir dia dong, gue baru mau interogasi dia!"
Cilla yang berdiri di dekat meja makan, menatapnya lekat-lekat. Tatapan itu bukan marah. Bukan tersinggung.
Tapi penuh rasa penasaran. Penuh pengamatan.
“Aku pikir kamu tadi amnesia,” ucap Cilla sambil tersenyum miring, suaranya pelan seperti angin menusuk.
“Senang rasanya kamu akhirnya menerima keberadaan aku. Tapi sepertinya kamu sudah sadar, ya?”
Deon tercengang. “Apa maksudnya? Maksud dia apa?!”
Cilla bangkit, melangkah menuju pintu sambil tersenyum lembut namun menusuk.
“Baiklah, aku pulang. Sampai jumpa besok atau mungkin sampai jumpa di hari yang lain, Damian.”
Klik.
Pintu menutup.
Deon langsung jatuh terduduk di sofa, wajahnya pucat.
“Oke, itu barusan serem. Dia ngomong apa tadi? Sampai jumpa di hari lain? Maksudnya apaaa?!”
Dia menatap cermin di seberang ruangan, sorot matanya mulai dihantui pertanyaan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
"Jangan jangan tu cewek yang obses sama Damian?!" badan Deon bergetar merinding. " Anjir serem banget sih!"
Deon melemparkan tubuhnya ke atas sofa dengan frustrasi, seolah gravitasi emosinya jauh lebih berat dari tubuhnya sendiri.
Dahi berkerut, tangan terentang liar, dan napasnya memburu seperti baru saja berlari maraton dari kenyataan yang menampar tanpa aba-aba.
“Gila gila, ini semua makin gak masuk akal!” gumamnya lirih, menatap langit-langit apartemen Damian yang terlalu sempurna untuk hidup yang serba berantakan kayak sekarang.
“Gue cuma mau nyari tahu skandal bokap gue. Bukannya malah masuk ke tubuh orang yang punya smart-living kayak Tony Stark!”
Dia membalikkan badan ke sisi kanan sofa, tangan mengusap wajahnya yang penuh kekesalan dan kebingungan.
“Baru juga semalem mabuk sapi panggang, sekarang digas sama cewek misterius yang kayaknya lebih tahu tentang gue daripada gue sendiri?!”
Matanya melirik ke arah pintu yang tadi ditutup Cilla.
“Dan sampai jumpa di hari yang lain... itu maksudnya apa, Cilla?! Gila! Gue harus tidur. Atau meditasi. Atau balik ke tahun gue yang bener!”
Tapi dalam hatinya, Deon tahu ini baru permulaan. Dan
Damian bukan hanya tubuh pinjaman. Dia teka-teki berjalan yang bisa jadi jauh lebih dalam dari yang ia perkirakan.
__
Deon mengacak rambutnya sendiri, lalu menjatuhkan tubuhnya lagi ke sofa. Wajahnya kusut, matanya menatap kosong ke langit-langit.
“Gila! Kepala gue panas banget,” gumamnya, “tadinya gue cuma pengen nyari tahu soal skandal perusahaan bokap. Tapi sekarang malah nyangkut di tubuh orang lain, kerja di kantor pesaing, ketemu cewek random yang tiba-tiba peluk gue, dan-”
Deon mendesah panjang. “Dan sekarang cewek itu bilang sampai jumpa di hari lo yang lain? Apa maksudnya coba?! Emangnya gue siapa? Emangnya Damian siapa?!”
"Meraka pacaran kah?!"
"Atau mantan pacar?!"
Ia bangkit dari sofa, berjalan mondar-mandir kayak orang stress.
“Dari semua hal aneh, yang paling bikin gue curiga kenapa Damian bisa punya apartemen secanggih ini? Buka tirai otomatis, aroma terapi, layar TV tersembunyi, kamar mandi kayak hotel bintang lima. Gaji manager biasa gak cukup buat semua itu. Gak masuk akal.”
Tiba-tiba, lampu di sudut ruangan berkedip. Lalu, tembok yang tadinya tertutup lukisan perlahan terbuka. Di baliknya, muncul layar monitor besar yang otomatis menyala.
Deon langsung mundur selangkah. “Waduh, ini apaan lagi?”
Layar itu menampilkan satu folder besar. Nama foldernya bikin jantung Deon makin kenceng.
“PROYEK MERCURY - FILE RAHASIA - JANGAN DIBUKA”
Deon diam sesaat. Lalu pelan-pelan dia mendekat. Tangannya tremor pas nyentuh mouse yang muncul dari laci kecil otomatis.
“Nah, ini baru mulai masuk akal atau malah makin gila.”
Klik.
Begitu Deon mengklik file itu, layar besar menampilkan tampilan yang menyerupai sistem database rahasia.
Bukan sekadar PowerPoint kantor biasa. Tampilan antarmukanya gelap, minimalis, dan jelas bukan sesuatu yang dibuat untuk konsumsi umum.
Di pojok kanan atas, ada logo kecil dengan tulisan.
"SIRIUS GROUP – INTERNAL ACCESS ONLY"
Deon menyipitkan mata. “Sirius Group? Bukannya itu grup holding yang ngepayungi beberapa perusahaan teknologi dan riset? Ini bukan perusahaan bokap gue, tapi levelnya jelas jauh lebih tinggi dari sekadar pesaing.”
Ia scroll pelan-pelan. Ada berbagai dokumen berjudul “Mercury Phase 1,” “Uji Coba Subjek Beta,” “Koneksi Temporal – Efek Samping,” dan yang paling bikin lehernya kaku
“DAFTAR NAMA RELAWAN – KODE INISIATOR”
Satu nama langsung mencolok.
Damian R. Valesco – Status Aktif – Fungsi Penyelaras Memori
Deon langsung terduduk di kursi kerja Damian. Wajahnya pucat.
“Penyelaras memori?” gumamnya pelan. “Damian jangan-jangan lo bukan cuma orang kantoran biasa. Jangan-jangan lo sadar gue di tubuh lo.”
Tangannya gemetar saat dia klik nama Damian.
Muncul rekaman video. Damian duduk di depan kamera, ekspresinya tegas namun matanya menyimpan sesuatu yang kelam.
“Jika seseorang menonton ini, berarti aku gagal keluar dari loop. Nama ku Damian R. Valesco. Aku ikut proyek Mercury atas kesadaranku sendiri. Tujuannya? Menyelaras dan melindungi memori seseorang yang dianggap kunci dari kehancuran sistem perusahaan ini. Tapi ada yang gak beres. Mereka mulai mengejar ku. Mereka tahu aku mulai sadar kalau ini semua lebih dari sekadar eksperimen.”
Rekaman berhenti. Deon bengong.
“…jadi lo sengaja ninggalin tubuh lo buat gue?” bisik Deon. “Atau lo mau gue gantiin lo karena lo gak bisa keluar dari sini?”
Deon terduduk di lantai marmer apartemen Damian, punggungnya bersandar pada kaki meja kopi, napasnya masih berat.
Matanya menatap layar monitor yang kini menampilkan wajah Damian dalam rekaman yang barusan ia tonton.
Tangannya berkeringat, meski ruangan itu disetel dengan suhu ideal.
“Ini... gila sih,” gumamnya lirih.
Dia menyapu rambutnya ke belakang dengan kasar.
“Gue cuma pengen tau siapa dalang skandal di perusahaan bokap gue. Gue pengen bales dendam. Gue pengen tau siapa yang bunuh gue.”
Suara Deon meninggi seiring kebingungannya sendiri.
“Tapi kenapa gue malah masuk ke tubuh Agra terus sekarang Damian? Siapa lo, Dam? Kenapa semua ini makin jauh dari tujuan awal gue?!”
Dia bangkit, berjalan mondar-mandir sambil menunjuk layar.
“Ini udah bukan tentang perusahaan bokap gue lagi. Ini kayak kayak ada level yang lebih tinggi. Dimana gue cuma pion. Di mana Damian ini dia bukan orang biasa. Dia bukan karyawan biasa.”
Deon berhenti. Menatap cermin besar di dekat dapur terbuka.
“Dan yang paling parah kenapa semuanya ini terasa kayak udah diatur dari awal?”
Dia menunjuk dirinya sendiri di cermin. “Apa gue bagian dari proyek Mercury ini? Apa yang mereka cari dari memori gue? Apa hubungan gue sama semua ini?!”
Hening. Ruangan terasa terlalu sunyi.
Deon menunduk, matanya mulai berkaca-kaca.
“Gue bukan siapa-siapa, gue cuma anak dari CEO korup, yang mati di hari yang gak masuk akal. Gue cuma nyari kebenaran. Tapi makin gue gali, makin absurd semuanya. Kenapa rasanya justru gue yang dikejar takdir orang lain?”
Lalu tiba-tiba, layar komputer Damian menyala otomatis kembali.
Teks muncul sendiri di tengah layar hitam.
“Selamat datang kembali, Inisiator berikutnya.”
"Astaga! Apalagi sih ini tuhan?!" guman Deon frustasi.