Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chip Barlex
Mike mencondongkan tubuh ke sisi kepala Cantika, tepat di belakang telinga kiri, di area tulang mastoid. Ia menekan titik tertentu dengan ujung alat, lalu memberi sayatan dengan hati hati. Sedikit saja alat ini bergeser, nyawa pemilik tubuh berada di ujung tanduk.
Klik.
Lapisan silikon transparan terlepas, memperlihatkan chip mikro seukuran kuku kelingking, tertanam rapi di bawah kulit. Kabel serat mikro sehalus rambut manusia menghubungkannya langsung ke sistem saraf. Ia menarik chip itu perlahan, memastikan tidak merusak jaringan sekitar. Darah yang keluar, segera ia tekan dan bersihkan. Kemudian ia menutup luka dengan rapi.
Mike berdiri, menyodorkan chip itu di atas bantalan steril.
“Selesai, Tuan.”
Ethan mengangguk satu kali. Tatapannya jatuh pada benda kecil itu, dingin dan tajam.
“Kerja bagus, Mike.”
Ia mengambil chip tersebut dengan dua jari.
“Pindahkan dia ke Ruang Rose,” perintah Ethan saat melangkah keluar.
“Dilaksanakan,” jawab anggota Amox serempak.
Jerry mengikuti Ethan menyusuri lorong bawah tanah menuju ruangan khusus.
“Bagaimana Inti Amox?” tanya Ethan tanpa menoleh.
“Sedang dalam perjalanan dari bandara, Tuan,” jawab Jerry cepat. “Lima belas menit.”
Ethan tidak menjawab. Ia masuk ke ruangan, meletakkan chip di atas meja baja hitam, tepat di bawah lampu fokus.
Lima belas menit terasa seperti pisau di tenggorokan. Langkah kaki cepat terdengar menggema di lorong. Pintu terbuka setelah sensor sidik jari berbunyi. Rega masuk pertama, diikuti Raga dan Sambo. Tidak ada ekspresi santai seperti waktu di Bali. Wajah Rega langsung berubah saat melihat benda di meja.
“Chip Barlex,” kata Ethan dingin.
Rega menarik kursi dan duduk. Dalam satu gerakan ia sudah menyalakan perangkat dekripsi portabel, layar holografik tipis muncul seketika.
“Neuro-storage generasi kelima,” gumamnya, matanya bergerak cepat membaca struktur sinyal.
Ethan berdiri di sampingnya. “Berapa lama?”
“Harus selesai dalam empat puluh menit. Setelah itu sistem auto-purge aktif. Semua data akan hangus.”
Raga dan Sambo berdiri di belakang mereka dengan napas tertahan.
“Jika salah satu lapisan enkripsinya salah dibuka?” tanya Raga.
“Chip ini akan membakar dirinya sendiri,” jawab Rega tanpa menoleh. “Dan mungkin juga perangkat kita.”
Ethan mengangguk. “Kita mulai.”
Rega menancapkan chip ke slot khusus, saat itu juga layar langsung berubah merah dengan tampilan spektrum.
“Ethan, lihat ini.”
Ethan mencondongkan tubuh, melihat pola gelombang yang naik-turun, seperti denyut jantung.
“Bahasa manusia,” simpul Ethan dingin.
Rega mengangguk. “Ya, Chip ini ‘mengingat’ tekanan saraf pemiliknya. Cara otak inangnya merespons.”
Ia mulai menarik data mentah. Barisan karakter pertama muncul, tapi terdistorsi. Rega mulai mengetuk kakinya, panik.
“Tenang,” kata Ethan tenang, memulihkaan distorsi perlahan.
Keringat mulai terlihat di pelipis Rega.
“Sedikit lagi,” katanya, setengah pada dirinya sendiri.
KODE AUTENTIKASI: VX-Ø9A7K–Σ17–RΛ3–88E–XQ
“Yesss!” Rega memukul meja.
Raga menahan napas. “Itu… kodenya?”
Rega mengangguk, lalu memindahkan kode itu ke layar utama sistem. Menunggu Respon... layar memuat… lalu berhenti.
AKSES DITOLAK.
Rega mengetuk meja pelan, frustrasi. “Server mengunci. Gagal!”
Ia bersandar sebentar, mengusap wajahnya kasar.
“Seharusnya Celine ada di sini,”
Ruangan langsung mendadak sunyi.
“Dia yang paling paham pendekatan manusia ke sistem seperti ini,” lanjut Rega tanpa menoleh. “Jika dia ada, ini akan jauh lebih mudah.”
“Tidak masalah, yang paling penting kode sudah terdeteksi.” Ucap Raga menenangkan.
Ia memegang sandaran kursi Ethan dari belakang, menatapnya dengan kening mengerut.
“Tapi… kau belum menjelaskan dari mana chip itu berasal.”
Ethan tidak menoleh.
“Dari Cantika.”
Ruangan seketika berubah.
“Cantika?” Rega langsung mendengus sinis, satu nama itu cukup untuk membuatnya muak.
Ethan menatapnya. “Dia anak Wibowo Santoro.”
Brak!
Rega menggebrak meja keras hingga layar monitor bergetar.
“What the fuck?” suaranya naik. “Di mana dia sekarang?”
“Ruang Rose,” jawab Ethan singkat.
Raga tertawa tanpa humor, matanya menyala marah. “Kau bercanda?” Ia mencondongkan tubuh ke depan Ethan. “Seharusnya kau mengatakan ini sejak tadi.”
Ia berbalik hendak melangkah pergi.
“Aku akan ke sana.”
“Jangan,” kata Ethan cepat.
Rega menepis tangan Ethan dengan kasar. “Aku tidak mengerti kenapa kau melarangku!”
Ia berbalik tajam. “Dia anak Wibowo Santoro, Ethan. Orang yang menghilangkan setengah paru-paru kanan Celine.” Napasnya memburu. “Kita bisa ambil DNA-nya. Struktur neural di balik implan itu masih hidup. Dengan DNA-nya, kita bisa membuka sistem Barlex dan semua masalah ini selesai.”
“Tapi dia akan mati,” potong Ethan.
Rega terdiam sepersekian detik. Chip yang ditanam akan terikat langsung ke jaringan neural yang disinkronkan dengan DNA saraf inangnya. Kalau struktur itu diambil atau direplikasi, otaknya akan kolaps atau mati otak. Yang artinya, kematian adalah jalan akhir.
Rega menoleh perlahan, menatap Ethan dengan sorot keras.
“Bukankah dunia yang kita jalani ini sejak awal cuma soal hidup dan mati?” katanya tajam. “Apa bedanya?”
“Dia punya adik,” jawab Ethan datar.
Rega menepuk tangan pelan, tertawa sinis. “Wow.” Ia menoleh ke Sambo. “Ethan Montgomery sekarang memikirkan adik orang lain. Seseorang cubit aku sekarang.”
Sambo menurut, mencubit lengannya.
“Auh!” Rega menyeringai. “Berarti aku tidak bermimpi.”
Ia kembali menatap Ethan, amarahnya meledak.
“Kau lupa Celine juga hampir mati karena Barlex!”
Rahang Ethan mengeras, “Cantika dan adiknya juga korban. Mereka tidak tahu apa-apa.” katanya dingin.
Buk!
Tinju Rega menghantam rahang Ethan.
“Sialan kau!” teriaknya.
Ethan mendorong Rega keras, wajahnya menegang. “Aku membunuh Wibowo Santoro,” bentaknya. “Ayahnya.”
“Kau tidak membunuhnya!” Rega membalas keras. “Barlex yang menumbalkannya tepat ke arah peluru pistolmu!”
Ruangan kembali sunyi. Hanya suara napas tak beraturan keduanya yang terdengar.
Ethan melihat mereka bergantian, “Aku tidak ingin Amox membunuh dengan sengaja. Itu prinsip kita sejak awal.”
“Maaf, Ethan. Kali ini aku sependapat dengan Rega.”
Suara Raga terdengar berat, tidak lagi setenang biasanya. Ia berdiri tegak, bahunya terlihat kaku.
“Aku juga,” sambung Sambo tanpa ragu.
Ethan menatap mereka satu per satu. Tiga orang yang selama ini berdiri di garis yang sama dengannya, kini berlawanan arah.
“Amox berjalan di dunianya sendiri,” lanjut Raga. “Meski Illegal, kita tidak pernah bermasalah dengan siapa pun. Kita tidak menyentuh anak-anak, tidak memperdagangkan manusia, tidak bermain di obat-obatan terlarang.”
Ia menghela napas kasar.
“Sejak awal kita tidak pernah berurusan dengan mereka. Tapi Barlex yang bermain curang. Mereka menumbalkan nama Amox untuk bisnis gelap mereka. Aku tidak ingin berdamai soal ini, Ethan.”
“Kau dengar itu?” kata Rega menggebu. Ini bukan hanya amarah, tapi dendam.
"Kita harus dapatkan data rahasia itu dan setelah itu selesai. Barlex akan habis. Setelah itu kita akan hidup tenang."
Bunyi sensor sidik jari memecah ketegangan di ruangan. Keempat anggota Amox menoleh hampir bersamaan ke arah pintu.
pengorbanan celine terlalu besar hy untuk se ekor ethan...
cepatlah bangkit dan move on celine dan jauh jauh celine jangan terlibat apapun dgn amox apalagi yg didalamnya ada ethan² nya...
mungkin si SEthan merasa bersslah dan ingin bertanggung jawab atas kematian ayahnya Cantika, karna mungkin salah sasaran dan itupun sudah di jekaskan Raga & Rega.
tapi dadar si SEthan emang sengaja cari perkara, segala alasan Cantika punya adik, preettt...🤮🤮🤮
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻