NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

"Kandungan Aisha memang bermasalah, sudah dari awal saya katakan padanya jika kandungan dia bisa membahayakan nyawa dia. Lemah jantung juga fisik Aisha yang lemah jadi pemicu itu. Rahim Aisha juga tak sekuat rahim ibu-ibu lainnya. Juga stress di awal kehamilan yang dialaminya."

Ucapan dokter Sri membuat duniaku runtuh, air mata mengalir deras. Aisha pasti stress karena tahu aku dan Azam memiliki kisah masa lalu. Aku tak tahu dia menyimpan duka yang dalam juga sakit dalam kesendirian.

"Saya sudah sarankan untuk kuret saja, karena sangat berbahaya. Namun, Aisha kekeh untuk mempertahankan janinnya. Dia bilang dua tahun penantian untuk bisa mengandung juga karena janin itu suaminya lebih sayang pada dia."

Aku tak bisa berkata apa-apa, hatiku benar-benar sedih saat ini. Azam lelaki itu hanya menunduk dalam, tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya.

"Kemana saja kamu gus? Kenapa bisa ceroboh!" aku kembali melontarkan pertanyaan yang sama. Tetap saja lelaki itu membisu, membuat emosiku mencapai titik didih.

"Aisha bertaruh nyawa demi calon anak, kamu. Dia berjuang sendiri, kemana aja kamu Gus?" aku berucap lebih keras agar terdengar di telinganya.

Lelaki itu mendongakan kepala menatap sayu aku, dia benar-benar kacau saat ini.

"Aisha tidak pernah cerita apapun padaku, Neng. Aku juga syok mendengar ini!" jawab Azam setelah lama terdiam.

Dadaku kembang kempis, menahan emosi yang terus saja meluap-luap. Aku kecewa sangat kecewa pada Azam. Dia bisa lalai, dan saat ini Aisha kritis. Allah mengapa ini harus terjadi hari ini. Apalagi rencanamu?

"Itu karena kamu sibuk dengan hati sendiri, lupa istri yang harus dijaga. Bukankah aku titip Aisha saat akan pergi dari Darul Arkom. Kenapa ini bisa terjadi Gus?" aku sudah tak bisa mengontrol emosi, hatiku terlalu terluka dengan keadaan Aisha.

Semua pasti juga karena aku, andai malam itu tidak perlu Azam mengintrogasi aku semua tak akan seperti ini.

"Aisha stress, Gus! Dia pasti kepikiran tentang kita. Kenapa kamu nggak sadar jika ada perubahan pada Aisha, kenapa Gus?" aku tergugu, isak tangisku tak bisa aku bendung lagi.

Rasa ini lebih sakit dari waktu Azam menikah dengan Aisha. Di dalam sana dua nyawa sedang bertaruh. Aisha juga calon anaknya. Tangisku semakin keras, betapa aku telah jahat pada kembaranku sendiri.

"Aku terima marahmu, Neng! Aku juga sedih tak habis pikir pada diri sendiri. Jika dengan emosi bisa membuatmu lega, lakukan neng! Aku memang salah."

Tenggorokanku tercekat, lidahku benar-benar kelu. Marahku tak akan merubah keadaan. Aku memalingkan pandangan, tampak orang-orang melihatku juga Azam. Persetan dengan mereka, Allah kenapa Aisha harus menanggung semua ini?

Aku merasa gagal jadi kakak, yang tak bisa melindungi adiknya juga tempat berbagi. Cinta yang membuat semua rumit.

"Terlambat, Gus. Marahku tidak akan membuat Aisha baik-baik saja. Aku nggak tahu harus apa." suaraku melemah seiring tubuhyang mendadak lemas.

Keadaanku juga kacau, kebaya yang aku kenakan kusut. Make up sudah luntur sejak tadi. Aku terduduk lemah di bangku ruang tunggu. Hanya aku dan Azam yang tahu keadaan Aisha yang sebenarnya. Semua keluarga ada di dekar ruang icu dimana Aisha berada.

"Alisha.."

Aku mendongak menatap orang yang memanggilku. Ibu dia juga tak kalah syok melihat keadaan Aisha. Wanita tercintaku itu terlihat sembap matanya. Air masih mengalir dari kedua bola matanya. Aku berdiri memeluk erat Ibu.

"Temui Aisha, Nak! Dia mencari kamu," ucap Ibu parau.

Aku melepas pelukan Ibu, menghapus jejak air mata Ibu. Aku harus menguatkan hati Ibu agar kuat menghadapi ini.

"Alisha temui sekarang, Ibu jangan nangis lagi. Aisha akan baik-baik saja!"ucapku sebelum pergi. Aku melirik Azam yang terus menunduk, mungkin kata-kataku menusuk ulu hatinya. Tapi itu wajar ia terima karena lalai tidak mengetahui keadaan istri sendiri.

Dengan gontai aku melangkahkan kakiku, sesak di dada kian terasa. Apa aku sanggup melihat keadaan Aisha? Air mata kembali menetes, semakin dekat ruang dimana Aisha berada semakin deras air mataku.

Semakin masuk ke ruangan Aisha, aku mengatur napas juga menghapus jejak air mata.

Gemetar aku memutar knoop pintu, aku mengucap bismillah untuk kekuatanku. Pintu terbuka terlihat sosok Aisha terbaring lemah.

Wajah itu terlihat pucat, dari bibirnya terucap zikir meski lirih. Allah, mengapa harus menimpa Aisha di saat begini. Hari bahagia ini terdapat duka untuk seluruh keluarga.

"Kak Aisha.." bibir pucat itu memanggi lemah diriku. Ribuan panah menikam ulu hatiku, Aisha dia tidak baik-baik saja. Dia begitu lemah dan tak berdaya. Allah, sungguh berdosa diri ini.

"Kakak disini, Sha. Kamu butuh apa biar kakak ambilin!" ucapku dengan sedikit ceria yang di paksakan aku tak ingin membuat Aisha semakin stres.

"Maafin Aisha yang telah merenggut kebahagiaan kakak. Dan hari ini pernikahan kakak gagal karena aku. Aku sungguh adik yang payah," ucap Aisha lemah.

Aku menggeleng cepat, untuk tidak membenarkan apa yang Aisha ucapkan.

"Kakak yang minta maaf ga bisa jaga kamu, kenapa kamu sembunyikan semua ini dari kakak Sha? Kenapa nggak cerita sama Azam? Dia suami kamu!" ucapku penuh penekanan.

"Aku nggak mau nyusahin siapa-siapa, kak. Sudah cukup bikin kakak pergi dari rumah dua kali juga rasa sakit yang dalam. Aku banyak salah sama Kakak." Aisha berkaca-kaca.

Allah, aku tak sanggup melihat ini, ku peluk dari samping tubuh Aisha. Sungguh ini bagai mimpi yang buruk.

"Jangan pikirkan apapun dulu, kamu harus kuat untuk anak kamu, Sha. Kakak akan jaga kamu!" ucapku dengan linangan air mata.

"Kak jika aku meninggal tolong jaga dan rawat anakku!"

Aku spontan melepas pelukanku, menatap tak percaya Aisha. Kenapa bisa berfikir begitu, Aisha? Bahkan tak terlintas sedikitpun dipikiranku.

"Nggak baik ngomong gitu! Kamu selamat Sha. Hanya kamu yang pantas merawat anakmu."

Aisha semakin deras meneteskan air mata, mungkin selama ini Aisha juga menangis dalam diam. Allah, mengapa semua rumit?

"Aku lelah Kak, aku nggak kuat rasanya," ucap Aisha lagi.

"Kamu kuat, ada kakak, Ibu, Ayah juga Azam suami kamu. Yakin kamu dan anak kamu akan selamat, Aisha!"ucapku meyakinkan Aisha.

"Aku mohon, Kak jaga anakku jika aku tak bisa bertahan. Mas Azam sangat menantikan anak ini. Aku mohon, kak."

Aisha kembali berucap hatiku teriris rasanya. Robb, aku harus jawab apa? Aisha dia saat ini sedang kritis, kenapa bisa mikir yang tidak-tidak.

"Aisha..." aku memekik kala Aisha kembali pingsan. Air mata deras mengalir dari kedua bola matanya.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!