Alana terpaksa menikah dengan seorang CEO dingin bernama Adam Pratama atas permintaan saudara kembarnya, yang kabur satu hari sebelum pesta pernikahan.
Seiring berjalannya waktu, Adam menunjukkan rasa pedulinya pada Alana dan mulai melupakan mantan kekasihnya.
Akankah muncul benih-benih cinta diantara mereka berdua? Apalagi mengingat kalau ini adalah pernikahan yang terpaksa semata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35
"Siapkan mobil. Kita pulang sekarang, Boy!" titahnya pada Boy.
Asisten pribadi Adam mengangguk, kemudian berlari untuk mengambil mobil.
Sedangkan Adam, pria itu langsung menarik pergelangan tangan Alana.
"Lepaskan, Kak. Aku tidak mau!" sentak Alana menepis tangan Adam.
"Kenapa tidak mau pulang, hmm? Kamu marah karena aku tidak mengantarmu ke kampus tadi?" tanya Adam, mendongak menatap Alana dengan mata berkaca-kaca.
Entah apa yang membuat Adam jadi melow seperti itu. Yang pasti Adam sangat takut kehilangan Alana.
Saat berada dalam perjalanan kemari, ia terus memikirkan Alana. Adam tidak bisa membayangkan jika Alana benar-benar pergi dari hidupnya.
"Berikan aku waktu untuk berpikir," ucap Alana memalingkan wajahnya ke arah lain. Enggan menatap Adam yang terlihat rapuh.
"Dia pasti sedang berpura-pura bersedih supaya aku tidak kabur darinya, kan? Dia pikir bisa menipuku," gerutu Alana dalam hati.
Adam sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya dan malah semakin erat mencengkram tangan istri kecilnya itu.
"Berpikir apalagi? Apa belum cukup semua yang aku lakukan untukmu?! Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membuktikan seberapa besar perasaanku padamu?!" ucap Adam mengusap wajahnya frustasi.
"Semuanya tidak semudah ucapan mu, Kak!"
Dokter Raka tersenyum mengejek ke arah Adam. Tentu sikap Alana yang menolak suaminya itu membuatnya sedikit senang.
Berarti dia memiliki kesempatan untuk mendekati Alana, bukan?
"Apa kamu tuli, Dam? Dia bilang butuh waktu untuk berpikir jadi lepaskan saja—" belum selesai dokter Raka bicara, pukulan keras dan menyakitkan mendarat di rahang kokohnya.
Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Adam. Melihat Alana dipeluk oleh sahabatnya itu, cukup membuat Adam muak.
Dan sekarang, dokter Raka sok ingin menjadi pahlawan kesiangan untuk Alana.
Adam tidak akan membiarkan pria perusak rumah tangga seperti dokter Raka, menjadi duri dalam dagingnya.
"Kak, hentikan!" Alana menahan lengan Adam. "Apa yang kamu lakukan!" pekiknya lalu menghampiri dokter Raka yang sudah terkapar lemah di tanah memegang pipinya.
"Kemari, Alana!" teriak Adam.
Tak menghiraukan ucapan Adam, Alana malah berlutut dan membantu dokter Raka untuk bangun. "Dokter baik-baik saja, kan?" tanya Alana khawatir.
"Ya, aku tidak apa-apa, Al." seringai licik terukir dari bibir dokter Raka.
Ia bisa saja membalas pukulan Adam. Namun, pria itu tidak mau melakukannya hanya untuk menarik simpati Alana.
"Pulang, Alana!" teriak Adam lagi. Hatinya memanas melihat Alana perhatian pada dokter sialan itu.
"Tidak mau!"
Alana bersikeras melawan Adam. Lalu, tanpa menunggu lama, Adam memerintahkan anak buahnya untuk memberi pelajaran pada dokter Raka.
"Lakukan tugas kalian, jangan beri dia ampun. Bila perlu patahkan kaki dan tangannya supaya tidak bisa lagi menemui istriku dan memeluknya!" tegas Adam dengan rahang mengeras.
"Baik, Tuan."
Anak buah Adam menyeret dokter Raka dan memukulinya hingga wajahnya babak belur.
Banyak orang yang melihat, namun mereka tidak mau ikut campur dan memilih kabur dari sana.
Alana menggeleng, memohon pada Adam untuk tidak melakukan itu pada dokter Raka. "Cukup, Kak. Dia bisa mati!"
"Semua keputusan ada di tangan kamu, Alana!" seru Adam menatap tajam Alana.
"B-baiklah."
"Apa?!" Adam sama sekali tidak menunjukkan sisi kelembutannya lagi. Stok kesabarannya mulai habis menghadapi istri labilnya.
"Kita pulang..." lirih Alana.
"Hentikan! Kalian boleh pergi dan tinggalkan pria ini!" Adam mengangkat tangan kanannya, memerintahkan pada anak buahnya untuk pergi dari sana.
"Jangan pernah kembali padanya, Alana. Dia licik! Dia juga yang sudah membunuh— argh..." dokter Raka memekik kesakitan saat Adam menendang kakinya dan juga menginjak jari-jari tangannya.
"Membunuh? Membunuh siapa, Dok?" tanya Alana penasaran.
"Mau pulang sekarang atau anak buah ku akan kembali memberinya pelajaran Alana!" teriak Adam yang sudah lebih dulu berjalan menuju mobil.
"Al, dengarkan aku. Dia sebenarnya—"
"Maafkan aku, Dok. Aku harus pergi." Alana berbalik dan berlari menyusul Adam sebelum pria itu berubah pikiran.
"Brengsek! Kenapa bibir ini susah sekali mengatakannya." dokter Raka mengumpat dirinya sendiri, melihat kepergian Alana yang mulai menjauh dari pandangannya.