NovelToon NovelToon
Pesona Sang Duda

Pesona Sang Duda

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Fantasi / Tamat
Popularitas:30.4M
Nilai: 4.9
Nama Author: Clarissa icha

Warning.!! Area khusus dewasa.!
Bukan tempat untuk mencari nilai kehidupan positif. Novel ini di buat hanya untuk hiburan semata.
Tidak suka = SKIP


Pesona Al Vano Mahesa mampu membuat banyak wanita tergila - gila padanya. Duda beranak 1 yang baru berusia 30 tahun itu selalu menjadi pusat perhatian di perusahaan miliknya. Banyak karyawan yang berlomba lomba untuk mendapatkan hati anak Vano, dengan tujuan menarik perhatian Vano agar bisa di jadikan ibu sambung untuk anak semata wayangnya.
Sayangnya rasa cinta Vano yang begitu besar pada mendiang istrinya, membuat Vano menutup hati dan tidak lagi tertarik untuk mencintai wanita lain.
anak.?
Namun,,,, kejadian malam itu yang membuatnya tidur dengan sorang wanita, tanpa sengaja mampu membuat anak semata wayangnya begitu menyukai wanita itu, bahkan meminta Vano untuk menjadikan wanita itu sebagai ibunya.
Lalu apa yang akan Vano lakukan.?
Bertahan pada perasaannya, atau mengabulkan permintaan sang anak.?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Vano masih di rumah sakit selama hampir 1 jam berada di sana untuk menjaga Celina.

Seharusnya setelah makan siang dia akan memimpin rapat tahunan dengan para pemegang saham, namun Vano Memilih untuk membatalkan rapat itu dan menyuruh Arkan untuk mengatur ulang jadwalnya.

Saat ini urusan kantor tidak ada artinya dibanding dengan Celina yang masih berbaring lemah.

Vano merutuki dirinya yang sudah berbuat bodoh karna menuduh Celina mengandung anak dari laki - laki lain. Pada kenyataannya, anak itu adalah darah dagingnya sendiri.

Pikiran Vano mulai risau. Dia sudah bisa menebak kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya setelah Celina membuka mata. Hal yang dilakukan Vano saat ini adalah berusaha untuk meminta maaf serta menyiapkan hati saat nanti akan diusir oleh Celina.

Vano sadar, apa yang baru saja dia lakukan sudah cukup menghancurkan hati dan perasaan Celina. Tidak menutup kemungkinan kalau Celina enggan melihatnya lagi setelah apa yang terjadi.

Tangan kanan Celina masih dalam genggaman Vano sejak tadi. Seakan takut lepas, Vano menggenggamnya erat. Berulang kali Vano mendekatkan kecupan di kening Celina. Berulang kali pula dia mengusap perut Celina dan memohon agar darah dagingnya mampu bertahan.

Sikap Vano berubah 180 derajat saat mengetahui kebenaran itu. Dia juga sudah mulai menyadari perasaan cinta yang sejak dulu dia tepis.

Mungkin sekarang sudah terlambat karna Vano baru menyadari perasaannya terhadap Celina. Karna saat itu, hati Celina telah dipatahkan olehnya.

Jemari Celina bergerak dalam genggaman Vano. Menyadari hal itu, Vano langsung menatap wajah Celina dan meletakan tangannya di pipi Celina.

Perlahan mata lentik yang sejak tadi tertutup rapat, kini mulai terbuka. Setelah beberapa kali mengerjapkan mata, kini Celina bisa melihat dengan jelas sosok laki - laki yang tengah menatapnya dengan sorot mata sendu. Gurat kecemasan begitu terlihat jelas di wajah tampannya.

"Syukurlah, akhirnya kamu sadar,," Vano bernafas lega, namun dia belum bisa membuang rasa cemasnya.

"Kamu mau minum.? biar aku ambilkan." Tawar Vano lembut. Suara lembut penuh perhatian itu justru terdengar menyayat hati, Celina bahkan lebih suka saat mendengar hinaan dari mulut Vano.

Terbiasa di hina dan mendapat omongan kasar, membuat Celina merasa muak saat Vano bersikap baik padanya. Terlebih, Vano baru saja menuduhnya hamil dengan laki - laki lain.

Celina masih diam mematung. Wajahnya datar, namun sorot matanya yang penuh kebencian tidak bisa ditutupi. Celina tidak peduli dengan kondisinya saat ini yang sudah berbaring di rumah sakit, bahkan tidak mau tau bagaimana dia bisa ada disitu. Yang dia inginkan saat ini adalah menyuruh Vano untuk menyingkir dari hadapannya.

"Celina, kamu bisa mendengarku.?" Tanya Vano cemas. Dia mengusap lembut pipi Celina, berharap Celina bisa meresponnya. Tapi sayangnya Celina masih diam seribu bahasa.

"Tunggu disini, aku akan memanggil dokter." Ucap Vano sambil beranjak dari duduknya. Dia hendak menghampiri telfon yang ada di atas nakas untuk menghubungi dokter.

"Keluar.!" Pinta Celina. Suara tegasnya yang lirih terdengar bergetar. Dia bahkan enggan menatap Vano dan hanya mengarahkan telunjuknya pada pintu untuk menyuruh Vano keluar dari ruangannya.

Langkah Vano terhenti, dia kembali pada posisinya dengan berdiri disisi ranjang. Vano mulai gelisah, dia sudah membayangkan hal ini akan terjadi, tapi nyatanya dia tidak siap untuk meninggalkan Celina seorang diri.

Vano meraih tangan Celina. Tatapan matanya begitu iba dan memohon.

"Aku minta maaf." Ucap Vano penuh penyesalan.

"Kalau saja aku tau dia darah dagingku, aku,,,," Vano menghentikan ucapannya saat Celina menarik kasar tangan dari genggamannya.

" Keluar.!!" Seru Celina. Suaranya semakin meninggi namun terdengar jelas menahan tangis.

Bagaimana tidak, hatinya semakin hancur karna perlakuan Vano yang berubah 180 derajat. Jika orang lain akan bahagia saat melihat seseorang berubah menjadi baik, Celina justru membencinya.

Sikapnya berubah hanya kerna dia sudah mengetahui anak itu adalah darah dagingnya.

"Kamu boleh membenciku, tapi jangan menyuruhku pergi, setidaknya sampai kamu diperbolehkan pulang." Suara Vano terdengar lirih. Dia begitu pasrah saat Celina terus mengusirnya. Jika dulu dia bisa berbuat sesuka hati dan tidak bisa dilawan, kini dia yang tidak bisa melawan. Vano tidak berdaya di depan Celina yang sedang dikuasai kebencian dan amarah.

"Jadi aku harus membiarkanmu tetap disini.?!" Tanya Celina sinis.

"Lebih baik aku yang keluar dari sini." Celina berusaha bangun dari tempat tidur, namun Vano langsung mencegahnya.

"Jangan membahayakan dirimu dan anak kita, Celina.!" Pekik Vano. Dia memaksa Celina untuk kembali berbaring dan menahannya agar tidak beranjak dari ranjang.

Celina tertawa sinis.

"Aku.?! Membahayakan diri dan akan ini.?" Ujarnya mengulangi ucapan Vano.

"Justru kamu lah yang sudah membahayakan kami.! Aku tidak kan seperti ini jika kamu tidak menemuiku." Tutur Celina tegas.

"Satu hal lagi.! Jangan pernah pernah menyebutnya anak kita.! Dia anakku, bukan anakmu.?!"

Celina membentak Vano dengan mata yang sudah berkaca - kaca. Dadanya semakin terasa di remas.

Vano sudah menghancurkan hatinya tanpa sisa hingga membuat perasaan cintanya terhadap Vano ikut lenyap.

"Kamu salah besar kalau berfikir bahwa dia adalah anakmu.!"

"Jadi berhenti bersikap seperti orang bodoh yang sedang menyesali ucapannya, karna semua yang kamu ucapkan memang benar adanya.! Anak ini milik kekasihku,!!"

Celina berbicara lantang tanpa keraguan sedikitpun, dia ingin membuat Vano percaya bahwa anak itu bukan darah dagingnya. Sejak Vano menuduhnya hamil dengan laki - laki lain, Celina memang sudah bertekad untuk tidak menganggap anak yang dia kandungannya sebagai anak Vano.

"Tidak perlu berbohong, aku yakin dia anakku." Vano bersikeras menyangkal pernyataan Celina. Bukti yang ada sudah cukup menjelaskan bahwa anak itu adalah milikinya.

"Aku tidak peduli kamu percaya atau tidak. Tapi aku akan membuatmu bungkam setelah kekasihku mengakui darah dagingnya." Ucap Celina tenang. Meski sejujurnya Celina tidak akan pernah meminta Dion menanggung apa sudah terjadi padanya. Celina tidak akan sejahat itu pada Dion untuk meminta Dion menjadi ayah dari anak yang sedang dia kandung.

"Silahkan keluar dari sini, atau aku yang akan keluar.!" Celina kembali menyuruh Vano untuk meninggalkan dirinya di ruangan itu.

"Aku tidak akan main - main dengan ucapanku."

Celina menepis tangan Vano yang sedang mencegahnya bangun. Dia berusaha melepaskan jarum infus dari tangannya. Celina benar - benar nekat, dia lebih memilih pergi dengan kondisi yang sedang lebih, dari pada harus tetap di sana dan melihat Vano.

"Jangan konyol.!" Tegur Vano. Dia kembali menegur tindakan Celina.

"Tetap disini, aku akan pergi sekarang."

Vano menatap sendu, dia menarik nafas dalam sebelum melangkah mundur dari sisi ranjang.

Demi kondisi Celina dan anaknya, Vano memilih untuk luar dari ruangan itu dengan perasaan yang berkecambuk.

Tangis Celina pecah saat Vano keluar dan menutup pintu. Hidupnya hancur dalam sekejap, cintanya hilang, kebahagiaannya sirna. Semua itu terjadi karna Vano.

Kini Celina tidak tau harus bagaimana menghadapi kenyataan. Tidak tau bagaimana dia akan menjalani hidupnya dengan membawa kehidupan baru di dalam rahimnya.

Tak berselang lama, pintu ruangan terbuka. Celina langsung menyeka air matanya tanpa sisa, setelah itu baru menatap ke arah pintu.

Seorang suster datang dengan perlengkapan yang dia bawa di tangannya.

"Selamat siang Nona. Maaf, saat harus mengecek kondisi Nona dan janin.".Ucapnya ramah.

Celina mengangguk dan membiarkan suster itu memeriksa dia dan calon anaknya.

"Syukurlah, semua baik - baik saja. Janinnya kuat bertahan,," Tutur suster.

"Nona mau minum atau makan sesuatu.?" Tanyanya. Celina reflek mengangguk. Sejak tadi dia memang ingin minum untuk membasahi bibir dan tenggorokannya yang kering.

"Terima kasih,," Ucap Celina sambil menerima air minum yang disodorkan oleh suster. Dia meminumnya tanpa sisa.

"Ada hal lain yang Nona inginkan.?" Suster itu tak henti - hentinya menawari Celina dengan sikapnya yang ramah.

"Apa aku boleh meminjam ponsel.? Aku harus menghubungi orang tuaku." Pinta Celina memohon.

Suster merogoh kantong, lalu menyodorkan ponselnya pada Celina tanpa ragu.

"Terima kasih,,"

Celina langsung menghubungi Papanya, namun dia tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Celina hanya meminta sang Papa untuk memberikan ponselnya pada Dion karna ingin bicara.

"Kemana saja.? Apa terjadi sesuatu.?" Suara Dion langsung terdengar tak lama setelah sang Papa memberikan ponselnya pada Dion.

Celina terpaksa menghubungi Papa nya karna hanya nomor itu yang dia hafal.

"Jangan beri tahu Papa, aku dirumah sakit. Apa kak Dion bisa kesini.? Aku sudah minta sama Papa untuk mengijinkan kak Dion menemuiku sekarang."

"Jangan bereaksi berlebihan di depan Papa, kak Dion datang saja ke rumah sakit xxx,"

Ucap Celina lirih. Dia sengaja bicara pelan karna takut sang Papa masih berada di sekitar Dion.

"Hemm,, aku akan kesana sekarang." Jawab Dion datar. Dia langsung mematikan ponsel. Setelah mendengar jawaban Dion, Celina yakin kalau saat itu sang Papa masih berada di dekat Dion.

Celina mengembalikan ponsel itu. Kini dia sedang menunggu kedatangan Dion. Celina tidak mau menutupi apapun dari Dion, bahkan ingin meminta Dion untuk membatalkan pernikahan mereka.

...****...

Wahhh luar biasa dukungan dari kalian 😍😍😍

Makasih untuk votenya yang melebihi target. Sudah 800 vote lebih sampai dapet urutan ke 4.

untuk novel "Nicholas", jangan di unfav dulu ya. Akan ada kejutan yang menanti disana😊

1
Gintania nia
menarik sampai bab terakhir
Dee
Dion sama Intan saja
say't
nct tp cewekx trliat tua y
say't
intan ni malu2 tp mau..sok alim tp hati melebihi sifat satan
Jenike Amaliyah
sae ron /Cry/
Jenike Amaliyah
Buruk
strawberry 🍓
si vano nih sinting yaaa
menginginkan yang lebih baik tapi sendirinya buruk . ngaca wooy 🙄
lagian celina kan kelakuannya doang yg buruk . hatinya mah melooooow 😂
Wina
Aku baca 2025 pemeran ceweknya sdh meninggal
Fitriyanti Siregar
Luar biasa
Maya Cintaku
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Anugrah Senjakala
Luar biasa
irma rofiah
padahal gra" celine sendiri yg milih jadi ani", Marvin dah bener itu tobat
Kiki Nurjanah
Luar biasa
irma rofiah
apanya yang terlalu panas? masih polos nggak paham 😁
Akmal Ariza Lubis
Kecewa
Akmal Ariza Lubis
Buruk
crmell
bagusss bangetttt 😍😍
Fida
Luar biasa
zeus
Dion VS intan(bersih)
Vano VS celine(rusak)
Debby
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!