Di dunia yang hanya menghargai bakat spiritual dan aliran Qi yang sempurna, ia terlahir sebagai "Tanpa Akar". Sementara teman sebaya disibukkan dengan meditasi dan pil kultivasi, Lian memilih jalan yang menyakitkan: ia mengukir kekuatannya dengan darah, keringat, dan Latihan Tubuh Besi yang brutal, menolak takdir yang telah digariskan langit.
Ketika Desa Lingshan dihancurkan oleh serangan mendadak. Lian secara tidak sengaja menelan sebuah artefak kuno: Giok Tersembunyi.
Giok itu tidak hanya memberinya Qi; ia menipu Surga, memberikan Lian jalur kultivasi yang tersembunyi dan lebih unggul. Kekuatan ini datang dengan harga: ancaman yang ia hadapi di Alam Fana hanyalah bayangan dari musuh-musuh kosmik yang ingin merebut kembali Giok yang merupakan Fragmen Takdir.
Kisah ini adalah tentang seorang pemuda yang dihina, yang menggunakan tekadnya untuk menghadapi musuh dari Alam Abadi, dan membuktikan: Bakat adalah hadiah, tetapi kehendak adalah kekuatan sejati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlawanan
Perjalanan empat hari menuju Menara Pengamat Guntur adalah ujian kesabaran dan kewaspadaan. Lian tidak lagi bergerak dengan kecepatan nekat seorang buronan. Dia bergerak dengan ketelitian seorang pemburu, seorang "fana" yang berpikir secara lateral, seperti yang diajarkan Zhe.
Dia tahu dari Peta Mo Ya bahwa Menara Pengamat Guntur adalah benteng militer yang dijaga ketat. Tidak seperti Simpul Tiga Sungai yang tersembunyi, Menara ini adalah pernyataan arogansi Sekte Seribu Pedang. Itu adalah Simpul Formasi yang juga berfungsi sebagai pos komando regional "Pembersih". Menyerangnya secara langsung akan menjadi bunuh diri.
Selain itu, dia kini sadar bahwa musuh baru sedang memburunya. Tetua Kuan dikalahkan karena dia adalah petarung fisik yang meremehkan serangan Jiwa. Kapten Gao Yan dikalahkan karena dia mengandalkan Formasi eksternal yang bisa dihancurkan secara fisik.
Lian tahu musuh berikutnya, yang dikirim setelahnya akan berbeda. Mereka akan siap menghadapi serangan Jiwa. Mereka akan siap menghadapi kekuatan fisiknya. Dia menduga kedatangan Tetua Yin, atau seseorang seperti dia, yang dipersenjatai dengan Artefak Pelindung Jiwa.
"Jika aku tidak bisa menyerang Jiwa mereka, dan aku tidak bisa mengalahkan pertahanan Formasi mereka... apa yang tersisa?" gumam Lian pada dirinya sendiri saat dia berjongkok di dahan pohon tinggi, mengamati dataran di depannya.
Jawabannya kembali padanya, dalam suara serak Zhe dari ingatannya: "Gunakan kelemahan mereka, Nak. Gunakan kecerdasan 'fana'."
Dia harus menjadi hantu. Dia harus menyerang apa yang tidak mereka jaga.
Pada hari keempat, dia tiba di kaki pegunungan tandus tempat Menara Guntur berdiri. Menara itu masih jauh di puncak, sebuah siluet gelap yang menantang badai yang berkumpul di atasnya. Wilayah ini dipatroli dengan ketat.
Lian menggunakan "Perisai Jiwa Ketiadaan"-nya, menyembunyikan Maksud-nya, membuatnya tampak seperti batu atau pohon bagi Formasi Logika Alami yang memindai area tersebut. Dia bergerak lambat, mengandalkan "Langkah Giok Hampa" hanya untuk melintasi area terbuka dalam sekejap mata.
Saat itulah dia mendengarnya. Bukan suara pertarungan kultivator—yang biasanya diiringi ledakan Qi—tetapi suara benturan baja yang tumpul dan teriakan putus asa.
Dia menyelinap mendekat, tubuhnya menyatu dengan bayang-bayang bebatuan.
Di sebuah celah sempit, konfrontasi sedang terjadi. Di satu sisi, tiga "Pembersih" Sekte Seribu Pedang berdiri dengan jubah abu-abu mereka yang kaku. Mereka semua berada di Puncak Fondasi Qi, tetapi aura mereka diperkuat oleh Formasi internal yang membuat mereka tampak seperti benteng kecil.
Di sisi lain, ada sekitar selusin orang yang tampak seperti... penduduk desa. Mereka adalah fana, tidak memiliki Qi sedikit pun, hanya dipersenjatai dengan tombak berburu, busur, dan baju zirah kulit seadanya. Mereka bertarung dengan kemarahan yang putus asa.
Ini adalah "Perlawanan Fana".
"Bodoh," kata pemimpin "Pembersih", suaranya datar dan tanpa emosi. "Kalian para 'Pemberontak Tanah Tandus' terus melawan Logika. Formasi kami membawa keteraturan. Keteraturan membawa kemakmuran. Penolakan kalian terhadap Aturan adalah kekacauan."
"Keteraturan kalian adalah perbudakan!" teriak seorang wanita di depan kelompok fana itu. Dia tampak kuat, bekas luka menghiasi lengannya. "Formasi kalian mengalihkan aliran sungai kami untuk mendinginkan Simpul kalian! Kalian mengambil air kami, merusak panen kami, dan menyebutnya 'Logika'! Kami lebih baik mati sebagai manusia bebas daripada hidup sebagai budak Aturan kalian!"
Wanita itu memberi isyarat. Para pemberontak fana menyerang.
Mereka tidak menyerang kultivator secara langsung. Mereka melepaskan jebakan tali yang disembunyikan di tanah. Mereka menembakkan panah yang ujungnya diolesi racun tidur. Mereka mencoba membutakan "Pembersih" dengan debu kapur.
Lian menyaksikan dengan napas tertahan. Itu adalah pertarungan lateral melawan kekuatan vertikal.
Tetapi itu tidak berhasil.
Pemimpin "Pembersih" itu hanya mendengus. Dia menghentakkan kakinya. "Formasi Logika: Perisai Analitis."
Sebuah kubah cahaya redup muncul di sekitar ketiga "Pembersih". Panah-panah itu berbelok di udara, dihitung ulang oleh Formasi dan jatuh tanpa bahaya. Debu kapur itu tertiup ke samping oleh hembusan angin yang terkendali. Jebakan tali itu putus bahkan sebelum menyentuh jubah mereka.
"Perlawanan fana adalah tidak logis," kata "Pembersih" itu. "Kekuatan kalian tidak relevan. Sekarang, rasakan Keteraturan."
Dia mengangkat tangannya. "Formasi Logika: Pengikat Gravitasi."
Dia tidak menyerang. Dia hanya menerapkan Aturan pada area di sekitar para pemberontak fana. Tiba-tiba, udara di sekitar mereka menjadi seberat timah. Para pemberontak itu menjerit kesakitan saat gravitasi buatan menekan mereka ke tanah. Tombak mereka hancur berkeping-keping. Tulang-tulang mereka mulai berderak.
"Menyerah pada Logika," kata "Pembersih" itu.
Lian menyaksikan dari kejauhan. Dia merasakan konflik batin yang hebat.
Jika dia turun tangan, dia akan mengungkap posisinya. Para "Pembersih" ini pasti memiliki cara untuk mengirim sinyal ke Menara Guntur.
Tetapi jika dia tidak melakukan apa-apa, dia akan menyaksikan orang-orang ini—orang-orang yang bertarung dengan filosofi "fana" yang sama dengan yang diajarkan Zhe—dihancurkan oleh arogansi Sekte Seribu Pedang.
Zhe: "Kelemahanmus adalah berkah terbesarmu. Itu memaksamu untuk menjadi cerdas."
Lian tidak akan bertarung secara langsung. Dia akan menjadi "hantu" yang diajarkan Zhe.
Dia memindai area itu. Para "Pembersih" fokus pada para pemberontak. Mereka tidak menyadari keberadaan Lian, berkat "Perisai Jiwa Ketiadaan"-nya.
Mata Lian tertuju pada pemimpin "Pembersih" itu. Dia sedang menyalurkan Formasi Pengikat Gravitasi. Lian bisa melihat, berkat Peta Mo Ya di benaknya, bahwa Formasi itu tidak stabil. Itu adalah Formasi tempur yang ditenagai oleh Inti Qi pemimpin itu, tetapi dikendalikan oleh Simpul Formasi Taktis kecil—sebuah piringan giok kecil yang dia letakkan di ikat pinggangnya untuk menjaga stabilitas Aturan.
Itu adalah kelemahannya.
Lian berada seratus langkah jauhnya, tersembunyi di balik batu besar. Terlalu jauh untuk "Pukulan Giok Stabil". "Langkah Giok Hampa" akan mengungkapnya.
Dia mengulurkan jari telunjuknya. Dia memfokuskan semua kepadatan Gioknya ke satu titik, seperti yang dia latih di gua.
"Jari Giok Penembus."
Dia tidak menembakkan Qi. Dia tidak menembakkan proyektil. Dia hanya menerapkan Ketiadaan dan Kepadatan pada satu titik di kejauhan.
Ujung jarinya bersinar hitam. Seratus langkah jauhnya, piringan giok di ikat pinggang pemimpin "Pembersih" itu... retak.
KRAK!
Pemimpin "Pembersih" itu membeku.
Formasi Pengikat Gravitasi tidak lenyap. Ia kehilangan kendali. Logika yang menahannya telah dihancurkan.
Energi gravitasi yang tadinya menekan para pemberontak fana, kini berbalik arah dengan liar.
WHUUUSSSHHH!
Gelombang gravitasi yang kacau meledak ke atas, menghantam ketiga "Pembersih" itu. Mereka terlempar ke udara seolah-olah ditabrak oleh raksasa tak terlihat, menabrak dinding tebing dengan keras. Formasi Perisai Analitis mereka hancur seketika.
Kekacauan total terjadi. Para "Pembersih" terluka parah, tergeletak di tanah, tidak mengerti apa yang baru saja menghantam mereka.
Para pemberontak fana, yang tiba-tiba bebas dari tekanan, menatap dengan kaget.
"Apa... apa yang terjadi?" bisik salah satu dari mereka.
Pemimpin wanita itu tidak membuang waktu. "Jangan bertanya! Mundur! Cepat! Mundur ke tempat aman!"
Para pemberontak fana menarik rekan-rekan mereka yang terluka dan menghilang ke celah-celah batu, meninggalkan "Pembersih" yang kebingungan dan terluka.
Lian, dari tempat persembunyiannya, menghela napas. Dia berhasil. Dia telah menyerang secara lateral. Dia telah menggunakan kelemahan musuh.
Dia berbalik untuk pergi, misinya untuk membantu selesai.
"Tunggu."
Sebuah suara serak dan penuh perintah terdengar di belakangnya.
Lian membeku. Dia berbalik.
Wanita pemimpin pemberontak fana itu tidak melarikan diri bersama yang lain. Dia berdiri sendirian di atas batu besar, menatap lurus ke arah Lian. Dia tidak mungkin melihat Lian—Lian masih diselimuti oleh "Perisai Jiwa Ketiadaan".
"Aku tidak bisa melihatmu," kata wanita itu, matanya yang tajam memindai bayang-bayang tempat Lian berdiri. "Tapi aku merasakanmu. Aku merasakan ketiadaan di tempat yang seharusnya ada sesuatu. Sama seperti Formasi Logika Alami yang mengabaikanmu."
Lian tetap diam.
"Para 'Pembersih' itu tidak mengalahkan diri mereka sendiri," lanjut wanita itu. "Simpul Formasi Taktis mereka dihancurkan dari jarak seratus langkah. Aku melihat piringan itu retak. Hanya ada satu jenis kekuatan yang bisa melakukan itu tanpa jejak Qi. Kekuatan 'hantu'. Kekuatan 'Anomali' yang mereka bicarakan."
Wanita itu melangkah lebih dekat. "Kami adalah Perlawanan Tanah Tandus. Musuhmu adalah musuh kami. Siapapun kau, 'hantu', kami berhutang nyawa padamu."
Dia meletakkan sebuah token kayu kecil di atas batu. "Jika kau bukan hanya bayangan, temui kami di sarang rubah di bawah Menara Guntur saat bulan purnama berikutnya. Kami bisa membantumu. Kau tidak bisa melawan Menara itu sendirian."
Wanita itu berbalik dan menghilang ke dalam celah batu.
Lian menatap token kayu itu. Dia telah mendapatkan sekutu baru yang potensial. Sekutu "fana" yang berpikir seperti Zhe.
Dia mengambil token itu, lalu menggunakan "Langkah Giok Hampa" dan menghilang. Dia harus melanjutkan misinya ke Menara Pengamat Guntur, tetapi sekarang dia tahu dia tidak sepenuhnya sendirian.