Zidane Alvaro Mahesa adalah pewaris ketiga dari kelurga terkaya di Asia Tenggara Reno Mahesa, yang menempuh pendidikan di Inggris. Pria tampan dan cerdas ini telah salah pergaulan hingga berakhir menyedihkan. Demi mendapatkan hukuman dari sang Daddy, Zidane di asingkan untuk mendapatkan pelajaran.
Hidup tanpa keluarga dan tidak memiliki aset apapun membuat Zidane merasa sendiri. Hingga ia bertemu dengan sekelompok genk yang menjerumuskan dirinya semakin dalam dan menuju jalan kematian.
Zidane harus menjalani hidupnya penuh kesialan, tuduhan atas pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis telah membuatnya masuk kedalam jeruji besi. Berbagai siksaan dan intimidasi ia peroleh. Hukuman mati telah menanti, Namun Zidane tidak tinggal diam.
Berhasilkah sang pewaris membalas dendam pada orang-orang yang telah membuatnya menderita?
Yuk ikuti kisah selanjutnya, ada juga kisah-kisah romantis anak-anak Reno yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sifat iri hati
Marissa masuk kedalam kamar mandi untuk bersih-bersih setelah seharian berada di festival. Selesai mandi ia meraih pakaian kaos dan celana pendek dari dalam lemari. Rissa duduk di depan cermin, mengunakan hand body ke permukaan kulit tangan dan kakinya. Lalu membuka laci di bawah meja rias. Rissa terkejut tidak mendapati perhiasan miliknya.
"Dimana kalung dan cincin milik Mama ku?" seru Rissa sambil terpekik. Ia mulai mencari keseluruh tempat, mengobrak-abrik pakaiannya hingga berjatuhan ke lantai. Membuka semua laci yang berada di dalam lemari. Mengangkat kasur dan melempar bantal ke lantai, namun tidak ia temukan perhiasan tersebut.
Raisa mulai mengingat-ingat kembali saat ia menaruh perhiasan miliknya. "Aku tidak mungkin lupa, perhiasan itu aku taruh laci. Tapi keno tidak ada?"
Marissa berjalan keluar kamar dan memanggil asisten rumah tangga dari atas tangga. "Mona .."
Wanita berusia 20 tahunan itu berjalan cepat, ia menaiki anak tangga "Ada apa Nona?"
Rissa menarik wanita itu kedalam kamarnya dan bertanya "Mon, apa ada yang masuk kedalam kamar ku?"
"Memang nya kenapa Non? saya setiap hari masuk kedalam kamar nona untuk menyapu dan mengepel lantai."
"Maaf Mon, apa kamu buka-buka lemari atau laci di bawah meja rias?"
"Saya tidak berani buka apa-apa non? Memang nya ada apa Non?"
"Perhiasan ku di dalam laci meja rias hilang."
"Apa?! Bola mata Mona terbelalak "Aduh non, beneran saya tidak tahu. Saya berani sumpah."
"Tidak Mon, aku tidak menuduh mu. Mungkin saja Kamu pernah lihat ada yang masuk kedalam kamar ku."
Mona terdiam sambil menggigit bibir bawahnya, bola matanya memutar, seperti sedang menyimpan sesuatu. "Katakan saja kalau kamu ketahui, perhiasan itu sisa peninggalan almarhum ibu ku." kata Rissa sedih.
Mona seperti ketakutan dia hanya menggeleng lemah sambil tertunduk. Rissa tidak memaksa lagi dan membiarkan wanita itu berpamitan untuk meneruskan pekerjaan nya.
Rissa terdiam sambil mencari sesuatu dari dalam lemari. "Aku hanya memiliki tabungan ini." ia membuka saldo rekening di buku tabungan.
"Besok hari minggu, aku akan ke dealer motor. Masalah perhiasan ibuku, akan aku selidiki lagi besok."
Rissa naik keatas tempat tidur dan berbaring di kasur. Tak lama kemudian ia tertidur pulas.
Esoknya Rissa bangun pagi-pagi, ia sudah bersiap-siap untuk pergi ke dealer motor untuk membeli kendaraan roda dua keluaran terbaru.
"Rissa, pagi-pagi sudah mau pergi." tegur sang ayah yang sedang duduk di ruangan kelurga, sambil membaca koran di tangan nya bersama secangkir kopi hitam di atas meja.
"Ayah.." Rissa berjalan mendekat dan duduk di samping Robert Pattinson.
"Aku ada perlu sebentar yah, tidak akan lama Rissa akan kembali pulang."
"Kata Mama Monic, kamu memenangkan lomba biola dan juara pertama?"
"Iya yah."
Robert tersenyum "Ayah bangga padamu, dan ayah akan memberikan kamu hadiah sebagai keseriusan mu bermain biola. Sebutkan saja kamu ingin hadiah apa?"
"Hmm .."
"Tidak usah yah, ayah sudah banyak memberikan aku banyak hadiah."
"Ayah dengar dari dosen di kampus mu, kau anak yang berbakat di sekolah. Atau, kamu ingin mobil keluaran terbaru tahun ini?"
Rissa tersenyum sumringah, tadinya ia ingin membeli sebuah motor. Kebetulan sekali ayahnya menawarkan mobil terbaru, jadi Rissa ingin sang Ayah membelikan sebuah motor yang sejak lama ia incar.
"Kebetulan sekali yah, aku ingin__"
"Ayah...."
Keduanya menoleh, Felly berjalan mendekat kearah mereka, lalu duduk di samping Robert sambil memeluknya. Begitulah Felicia selalu bersikap manja dan tidak ingin tersaingi.
"Ada apa lagi anak ayah ini."
"Yah, mobil ku sudah sering rusak. Katanya ingin belikan aku mobil yang terbaru lagi."
Alis Robert mengeryit "Masa iya mobil sebagus itu seringkali rusak."
"Bener yah." ucap Felly manja.
Melihat Felicia begitu manja yang di buat-buat, membuat Marissa menahan kekesalan. Ia sangat tahu ayahnya begitu royal dan tidak pilih kasih. Namun melihat sikap Felly yang selalu ingin pamer di kampusnya dengan barang-barang branded membuat Marissa kesal.
"Nanti ya, ayah ganti yang baru. Ayah ingin belikan buat Rissa dulu."
"Yah, buat apa di belikan mobil yang baru? Mobil Rissa di garasi saja tidak pernah ia pakai. Buang-buang duit tahu!" cetus nya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Felly! Seru Monica yang ikut berbaur di ruangan kelurga. Wanita itu duduk di samping Marissa.
"Mama tidak suka kamu bicara seperti itu. Minta maaf lah pada Rissa." omel wanita paruh baya yang masih terlihat bugar dan cantik.
Felicia langsung terdiam dengan wajah suram.
"Sayang, berikan saja Rissa mobil yang terbaru. Mobil Rissa yang di garasi untuk antar Mona belanja ke supermarket."
Marissa menggeleng cepat "Tidak usah Tante, mobil ku masih bagus. Aku tidak terlalu suka gonta-ganti mobil." ucap Marissa yang terlihat mengalah.
"Rissa itu tidak pernah bergaul dengan teman-teman satu kampus, teman nya hanya ada satu, yaitu si Aldo." sindir Felly sambil tersenyum tipis. "Berbeda dengan aku yang banyak teman dan beraktivitas sebagai seorang model majalah. Jadi butuh mobil terbaru yah." bujuk Felly sambil terus merengek.
"Felly, kamu tidak bolah bicara seperti itu sama ayah mu. Mobil mu masih bagus dan baru dua tahun di ganti."
Robert menghela nafas pelan "Baiklah, Ayah akan ganti mobil terbaru untuk mu."
"Yes! thank you Yah..." seru Felly kegirangan sambil mencium pipi Ayah sambungnya.
"Rissa, kamu mau pergi kemana sudah rapih?" tanya Monic lembut, ia mengusap punggung anak tirinya
"Aku ada janji sama temen Tante."
"Siapa lagi kalau bukan sama si Aldo! Iya kan?!" celetuk Felly.
Monica melototi anak gadisnya, Felly malah memutar bola matanya malas.
Marissa tidak perduli, ia beranjak dari duduknya dan pamitan pada ayah dan ibu tirinya.
"Rissa pergi dulu ya yah."
Robert mengangguk "Jangan pulang terlalu malam." ucapnya sambil menatap kepergian Anak kandungnya.
"Oke yah!"
"Rissa, lebih baik kamu di antar supir ya?"ucap Monica khawatir, sepertinya ia sedang mencari perhatian di depan suaminya.
"Tidak usah Tante, aku sudah janjian sama temen."
"Ya sudah, hati-hati di jalan ya sayang." Monica berkata dengan lembut
Rissa melangkah pergi menuju pintu depan yang melewati ruangan tamu. tiba-tiba Felicia mencegatnya.
"Hey Rissa, bagaimana rasanya Ayah mu lebih berpihak pada ku daripada dengan mu!" sindir Felicia, seraya menyeringai.
"Aku tidak perduli, karena aku bukanlah dirimu yang haus akan kekayaan." balas Marissa dengan tenang.
Felicia menatap tajam pada Marissa "Tentu saja, karena kita beda kelas!"
"Terserah padamu, buat apa ladeni orang yang penuh kemunafikan."
"Siapa yang munafik? Jangan karena kamu dekat dengan Alvaro, bisa merubah kelas mu?" Asal kau tahu saja, aku membuang Alvaro karena dia sudah miskin dan tidak memiliki apa-apa lagi, tetapi kau malah memungutnya dengan bangga!" cetus Felly sambil melipat tangannya di dada.
Marissa tidak meladeninya lagi, ia melangkah pergi, tanpa perdulikan saudara tirinya yang menatap penuh amarah.
💜💜💜💜