NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:524
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bara Yang Menyebar

Fajar menyingsing di timur. Kabut tebal menyelimuti perkemahan Kaelith, tapi di balik kabut itu, pasukan kecil bergerak diam-diam.

Darius berdiri di depan mereka, zirahnya penuh bekas goresan pertempuran, pedangnya dihunus. Selene di sisinya, wajahnya dingin tapi penuh keyakinan.

Seorang prajurit berbisik, “Kaelith tidak memerintahkan ini. Jika ia tahu—”

Darius menoleh, tatapannya tajam. “Kaelith hanya tahu membakar musuh dari kejauhan. Aku akan menyalakan api kita di medan perang, di tempat darah mengalir. Ikuti aku, atau kembali dan jadi anjingnya.”

Tak ada yang mundur. Bara itu mulai menyebar.

 

Mereka menyerbu sebuah desa kecil yang dikuasai pasukan Hale. Pertarungan pecah di jalan-jalan sempit.

Darius memimpin dari depan, gerakannya cepat, penuh amarah. Setiap tebasan pedangnya seperti menyulut nyala merah samar di udara. Prajurit yang mengikutinya tergerak, bertarung lebih berani, seolah energi Darius menular pada mereka.

Selene melepaskan panah bertubi-tubi dari atap rumah, menyingkirkan pengawal musuh. Dalam waktu singkat, desa itu jatuh.

Prajurit bersorak. “Untuk Darius!” teriak seseorang. Nama itu menggema, lebih keras daripada nama Kaelith.

Darius hanya berdiri, dadanya naik turun. Ia tahu ia baru saja menyalakan api yang tak bisa lagi ia sembunyikan.

 

Di sisi lain hutan, Edrick dan Rowan menghadapi pasukan musuh di tepi sungai.

Awalnya, mereka mengira itu hanya barisan depan Kaelith. Tapi begitu pertempuran pecah, ada yang berbeda. Musuh bertarung dengan keganasan tak biasa, seolah tidak peduli mati, seolah ada bara di dalam dada mereka.

Edrick mengayunkan Ashenlight, api biru menyapu tiga orang sekaligus. Tapi bahkan ketika tubuh mereka roboh, sorot mata mereka masih menyala merah sesaat sebelum padam.

Ashenlight bergetar, bisikan menusuk pikirannya.

“Itu bukan Kaelith. Itu api lain. Api yang mengenalmu.”

Edrick menggertakkan gigi. Dalam hati, ia tahu siapa yang dimaksud.

 

Kabar tentang kemenangan Darius di desa kecil itu menyebar lebih cepat daripada kuda Kaelith. Pasukan mulai berbisik, desa demi desa menyalakan obor dengan nama baru.

Selene mendekati Darius malam itu. “Kau sudah tak bisa lagi kembali. Bahkan kalau kau mau sekalipun, jalanmu kini terpisah dari Kaelith.”

Darius menatap ke langit, api unggun memantulkan sinar di matanya. “Aku tak berniat kembali. Aku bukan bara milik siapa pun. Aku adalah api itu sendiri.”

Di dua sisi berbeda, api menyebar.

Edrick dengan cahaya biru yang menenangkan. Darius dengan bara merah yang membakar.

 

Malam turun, pasukan Hale beristirahat setelah bentrokan sengit di tepi sungai. Api unggun menyala, tapi sorot wajah prajurit dipenuhi kegelisahan.

Seorang pengintai masuk tergesa-gesa, tubuhnya berlumuran lumpur. “Jenderal, kami menemukan sesuatu. Sebuah desa di timur jatuh. Tapi… bukan oleh Kaelith.”

Rowan menyipitkan mata. “Kalau bukan Kaelith, lalu siapa?”

Pengintai menelan ludah, suaranya bergetar. “Mereka menyebut namanya… Darius.”

Suasana hening seketika. Semua mata beralih pada Edrick.

 

Edrick duduk diam, tangannya mengepal di atas lutut. Ashenlight di punggungnya bergetar samar, seakan ikut bereaksi.

Rowan akhirnya bicara. “Jadi benar. Bara merah itu bukan hanya kabar. Itu dia. Saudaramu.”

Edrick menutup mata sesaat, napasnya berat. Ingatan tentang masa kecil mereka—berlari di halaman benteng, berlatih pedang bersama, bersumpah melindungi Hale—muncul dalam benaknya.

Tapi kini, nama Darius disebut bukan sebagai saudara, melainkan musuh.

“Kalau dia memilih jalan itu,” Edrick akhirnya berkata, suaranya rendah namun tegas, “maka aku akan menghentikannya. Dengan tanganku sendiri.”

 

Di sisi lain, perkemahan Darius juga dipenuhi sorak sorai. Para prajurit menyebut namanya dengan lantang, seperti mantra yang menyalakan nyali mereka.

“Untuk Darius!” seruan itu menggema berulang kali.

Selene mendekatinya. “Kau lihat? Namamu kini menjadi obor. Kaelith mungkin masih menganggapmu bayangannya, tapi pasukan mulai memilihmu.”

Darius menatap api unggun, wajahnya keras. “Obor bisa memberi terang, atau membakar habis. Aku tak tahu yang mana aku, Selene.”

Selene menatapnya lama, lalu berkata pelan. “Mungkin kau adalah keduanya.”

Malam itu, angin membawa dua nama di medan perang.

Nama Edrick, sang obor biru.

Nama Darius, sang bara merah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!