NovelToon NovelToon
ALVANA

ALVANA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: aufalifa

"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja

🍃🍃🍃

Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.

Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?

🍃🍃🍃

"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

janji di jari manis

Kali ini Alvan pulang lebih cepat dari biasanya, pulang membawa sebuah kotak kecil di tangannya. Ana yang masih lemah terbaring sambil memangku Alvarez menoleh, heran melihat senyum lembut suaminya.

“Kenapa cepat sekali pulangnya, A'?” tanya Ana pelan.

Alvan duduk di samping ranjang, menatap istrinya penuh rasa bersalah sekaligus cinta. “Aku sudah memutuskan, mulai sekarang cukup setengah hari saja di kantor. Separuh hariku yang lain akan selalu untuk kamu dan anak-anak kita, sayang."

Ana menunduk, kelopak matanya basah. Ia tak menyangka Alvan mengucapkan kalimat itu.

Alvan membuka kotak kecil di tangannya, memperlihatkan sebuah cincin perak sederhana yang berkilau lembut. Ia meraih tangan Ana yang pucat lalu menyematkan cincin itu di jari manisnya.

“Aku tahu, mungkin ini bukan hadiah mewah. Tapi cincin ini, aku ingin kamu anggap sebagai janji. Janji bahwa aku akan menjagamu, mencintaimu, dan bersamamu bukan hanya dalam sehat, tapi juga dalam lelah dan sakitnya kamu. Karena kamu adalah ibadah terindah yang Allah titipkan padaku.”

Air mata Ana tumpah. Ia menggenggam tangan Alvan erat-erat, bibirnya bergetar menahan haru. “Terima kasih, A'. Ana, Ana ngga butuh apa-apa lagi selain Aa' yang tetap di sini, mendampingi.”

Alvan tersenyum, menunduk lalu mengecup kening istrinya. Bayi kecil di pelukan Ana menguap pelan, seakan ikut menjadi saksi janji cinta mereka yang suci.

"Alvarez, kamu saksi cintanya Baba ke Uma." ucap Alvan menoel pipi Alvarez gemas

🍃🍃🍃

Malam itu rumah Ana terasa sedikit lebih tenang. Alvarez dan Alvira akhirnya tertidur setelah seharian rewel, tubuh mungil mereka terlelap di buaian. Ana duduk bersandar di sofa, perutnya yang semakin membesar membuat ia cepat lelah. Bi Asih sibuk membereskan sisa peralatan bayi, sementara Bi Iyem dan Bi Minah menyiapkan minum hangat untuk Ana dan Alvan.

Tiba-tiba, tawa kecil terdengar dari pojok ruangan. Rey, dengan kaki mungilnya, berdiri sambil berpegangan pada kursi. Matanya berbinar, seakan ingin menunjukkan sesuatu.

“Aa'... lihat Rey,” bisik Ana sambil menahan napas.

Alvan yang tengah menidurkan Alvira segera menoleh. Ia melihat putra kecilnya melepas pegangan kursi, lalu melangkah satu… dua… tiga langkah ke arahnya. MasyaAllah, Rey benar-benar berjalan!

“Reyyy… sini ke Baba!” seru Alvan dengan suara bergetar bahagia.

Rey tertawa riang, langkahnya masih goyah, tapi ia berhasil sampai di pelukan Alvan. Suara tepuk tangan spontan terdengar dari para pembantu yang menyaksikan.

“MasyaAllah, Den Rey pinter sekali!” seru Bi Iyem.

“Belum satu tahun, tapi sudah bisa jalan. Padahal masih kemarin bisa merangkak, sekarang udah bisa jalan.” tambah Bi Asih, matanya berbinar.

Bi Minah menutup mulutnya, kagum. “Anak ini pasti jadi anak kuat.”

Ana tak kuasa menahan tangis. “Aa'… ini hadiah dari Allah. Di tengah lelahku, Allah beri kita kebahagiaan ini.”

Alvan mengangkat Rey tinggi-tinggi, lalu mengecup keningnya. “Kamu hadiah terindah, Nak. Kamu telah membuat rumah ini penuh cahaya.”

Ana tersenyum sambil mengusap pipinya yang basah. “A', janji ya… apapun nanti, kita jaga anak-anak ini bersama. Aku takut tak kuat, tapi aku ingin mereka tumbuh dengan cinta orang tuanya.”

Alvan mendekat, meraih tangan Ana dan mengecupnya lembut. “Aa' janji, sayang. Kamu ngga sendiri. Aa' di sini, untuk kamu dan anak-anak kita.”

Rey merangkak turun, lalu kembali mencoba berjalan, kali ini menuju Ana. Langkahnya kecil, tertatih, tapi sampai juga di pangkuan ibunya.

Suasana hening sejenak, hanya terdengar napas tenang bayi kembar dan tawa kecil Rey. Malam itu, di bawah cahaya lampu temaram, keluarga kecil itu merasakan arti surga rumah tangga, kebersamaan, doa, dan cinta yang tak tergantikan.

🍃🍃🍃

04.00

Adzan Subuh baru saja selesai. Rumah masih dalam temaram cahaya lampu kecil. Alvan sudah berwudhu dan menggelar sajadah, sementara Ana duduk di ranjang sambil menenangkan Alvira.

Alvan mendekati Rey yang masih tidur meringkuk di kasurnya. Ia membelai lembut kepala anak itu.

Alvan mengelus kepala Rey penuh sayang sembari berbisik membangunkan Rey. Rey, bangun dulu yuk. Sudah waktunya sholat sama baba."

Rey mengerjap pelan, matanya masih sayu. Ia menggumam pelan. "Baba..." sambil meraih jari Alvan untuk ia genggam.

Alvan tersenyum penuh haru. "Iya baba ada di sini. Yuk ikut baba sholat."

Alvan menggendong Rey sebentar, membawanya ke kamar mandi untuk membasuh wajah Rey lalu menurunkannya di sajadah kecil di samping sajadahnya. Ana memperhatikan dari jauh sambil menggendong Alvarez.

Melihatnya, Ana tersenyum sambil berbisik. "Masyaallah Rey kecil udah mulai ikut sholat."

Sholat pun dimulai. Setiap kali Alvan mengangkat tangan bertakbir, Rey ikut mengangkat tangan mungilnya. Saat rukuk, Rey menunduk kaku. Saat sujud, ia menempelkan kening kecilnya ke sajadah, meski gerakannya tak beraturan. Rey mengikutinya sampai sholat subuh selesai.

Ana yang melihatnya, meneteskan air mata. Tidak menyangka anak sekecil itu sudah bisa mengikuti gerakan sholat dengan tertib hingga selesai. Tidak memilih untuk bermain melainkan mengikuti gerakan Alvan.

“Ya Allah, anak sekecil ini sudah kau beri rasa ingin meniru ibadah…”

Selesai sholat, Alvan duduk berdoa. Rey hanya duduk menirukan, lalu tiba-tiba mengangkat tangan kecilnya sambil berbisik, “Umma… baba…”

Ana langsung menutup mulutnya, menahan haru. Ia tidak mungkin salah dengar, Rey ternyata sedang mendoakannya dan Alvan.

Alvan menoleh ke arah Ana lalu tersenyum lembut. "Sayang, lihat... doa polosnya saja sudah menenangkan."

Matahari mulai merekah. Tiba-tiba Rey berdiri di atas sajadah, tangannya merentang seperti mencari keseimbangan. Pelan-pelan, ia melangkah satu… dua… lalu berjalan tertatih menuju Ana.

Ana sungguh terpana, lalu meneteskan air mata. "A' lihat Rey, dia jalan lagi. Dia jalan di sajadah..."

Rey sampai di pangkuan Ana, memeluknya erat sambil menggumam lagi, “Umma…”

Ana menangis sambil mencium kening anak itu. "Rey anak pintar, anak cerdas. Nanti kalau udah besar, tugas Rey bisa memberi contoh yang baik untuk adik-adiknya Rey. Oke sayang?" lebih terharunya lagi Rey mengangguk antusias seolah paham dengan pesan yang disampaikan Ana

Alvan selesai melipat sajadah, lalu melihat Rey yang masih duduk di pangkuan Ana. Rambutnya sedikit acak-acakan, pipinya masih basah bekas ciuman Ana.

Alvan mengulurkan tangannya ke arah Rey. "Sini, Rey. Sekarang ikut Baba, ya. Kita mandi biar segar. Hab hab, jadi anak ganteng lagi.”

Rey langsung menoleh ke arah Alvan dengan tawa kecilnya sembari bergumam, "baba..." lalu meraih tangannya.

Ana tersenyum. "Rey sama baba ya, umma juga mau mandiin adik-adiknya Rey, Alvarez dan Alvira."

Alvan menggendong Rey sembari memainkan tangan Rey. Seolah ikut menjawab ucapan Ana. "Iya, umma. Rey mau mandi dulu sama baba. Umma jangan capek-capek ya, nanti Rey sama baba khawatir." ucapnya menirukan nada anak kecil

Rey menepuk-nepuk dada Alvan, lalu tersenyum sambil menggumam lagi, “Umma…”

Alvan menoleh ke arah ana, tersenyum jahil penuh menggoda. "Wah kayaknya Rey juga pengen mandi sama umma ya. Apa mandi bareng bertiga? Ayo umma, ayo umma." ujarnya antusias, Ana hanya menggelengkan kepala sembari tertawa kecil. Perempuan dengan perut menonjol itu memilih untuk keluar dan meminta bi Asih membantunya memandikan anak kembarnya.

Ana duduk bersandar di kursi rotan dekat jendela, menatap ke arah halaman yang basah oleh embun pagi. Dari kamar mandi terdengar suara tawa kecil Rey yang baru selesai mandi, bercampur dengan suara berat Alvan yang mencoba menenangkan Rey agar tidak terlalu lama bermain air. Tak lama, Alvan keluar sambil menggendong Rey yang masih basah rambutnya, sementara Bi Asih dan Bi Iyem menggendong Alvarez dan Alvira dengan handuk kecil yang membalut tubuhnya. Hatinya terasa penuh, rumah yang riuh itu bagai taman kebahagiaan baginya. Ana terdiam, melamun dalam bahagia, menyadari betapa Allah telah menitipkan cinta melalui suami dan anak-anaknya. Pandangannya tertuju pada Alvan yang kini sedang terburu-buru bersiap ke kantor, wajahnya tetap menampakkan senyum meski harus bergegas. Ada rasa haru yang menyeruak: lelaki itu bukan hanya seorang suami, tapi juga ayah yang rela menukar separuh waktunya demi keluarga. Ana tersenyum, menahan air mata syukur yang hampir jatuh.

1
Bukhori
lanjut👍
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!