Genre : Action, Adventure, Fantasi, Reinkarnasi
Status : Season 1 — Ongoing
Kekacauan besar melanda seluruh benua selatan hingga menyebabkan peperangan. Semua ras yang ada di dunia bersatu teguh demi melawan iblis yang ingin menguasai dunia ini. Oleh karena itu, terjadilah perang yang panjang.
Pertarungan antara Ratu Iblis dan Pahlawan pun terjadi dan tidak dapat dihindari. Pertarungan mereka bertahan selama tujuh jam hingga Pahlawan berhasil dikalahkan.
Meski berhasil dikalahkan, namun tetap pahlawan yang menggenggam kemenangan. Itu karena Ratu Iblis telah mengalami hal yang sangat buruk, yaitu pengkhianatan.
Ratu Iblis mati dibunuh oleh bawahannya sendiri, apalagi dia adalah salah satu dari 4 Order yang dia percayai. Dia mati dan meninggalkan penyesalan yang dalam. Namun, kematian itu ternyata bukanlah akhir dari perjalanannya.
Dia bereinkarnasi ke masa depan dan menjadi manusia!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Watashi Monarch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Subjek Eksperimen Baru
Dalam kegelapan, Aurora perlahan membuka matanya.
Pandangannya sedikit berputar, apalagi kepalanya terasa sangat pusing. Ia mengernyit dan memutar kepalanya ke sekitar, berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.
"Di mana ini? Ugh, kepalaku sakit."
Itulah pertanyaan pertama yang muncul di benaknya.
"Apa aku sedang bermimpi?"
Kesadarannya masih belum kembali sepenuhnya karena kepalanya terasa sakit. Tapi setelah mencium bau darah yang entah berasal dari mana, Aurora langsung tersadar.
Tidak, ini bukan mimpi!
Dia langsung menegaskan hal itu dalam kepalanya.
'K-kenapa aku bisa ada di sini?! Siapa yang membawaku ke tempat ini?' pikir Aurora sambil memegang kepalanya.
Aurora hanya ingat bahwa dia diserang oleh seseorang dari belakang. Setelah itu, dia tidak mengingat apa-apa.
Dan sekarang, dia bangun di suatu tempat yang asing.
"Ini... apa aku sekarang berada di penjara bawah tanah?"
Di depan, atau lebih tepatnya, dia berada di dalam ruang kecil dan gelap semacam penjara. Dia berpikir seperti itu karena melihat puluhan jeruji besi yang mengelilinginya.
Tanahnya lembap dan dindingnya terbuat dari tanah.
Belum lagi, banyak sarang laba-laba dan kelelawar yang menggantung di langit-langit. Bukan hanya itu saja, tapi Aurora juga dapat mendengar suara tikus dan serangga.
"Aku tidak tahu ini di mana, tapi aku harus segera keluar!"
Aurora bangun dan berencana untuk pergi, namun suara gemerincing di bawah kaki membuatnya berhenti. Saat menurunkan pandangan matanya, dia mengerutkan alis.
'Sepertinya tidak semudah itu keluar dari sini!' pikirnya.
Mungkin karena panik, Aurora tidak merasakan kalau kaki dan tangannya telah di rantai. Ia tidak bisa pergi maupun melarikan diri dengan lima rantai besi yang mengikatnya.
Aurora mencoba merusak rantai, tapi usahanya sia-sia.
"Bagaimana caranya aku pergi dari tempat ini ...?"
Saat memikirkan hal itu, suara langkah kaki tiba-tiba saja muncul dan menarik perhatiannya. Aurora pun langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan di sana, dia melihat dua sosok manusia yang sedang berjalan mendekatinya.
Tidak ada cahaya matahari maupun bulan, Aurora sendiri bahkan tidak tahu sudah berapa lama dia pingsan. Wajah dari dua sosok itu tidak terlihat jelas di bawah kegelapan.
'Apakah mereka yang menculikku?' pikir Aurora.
Dan saat mereka mendekati obor api yang menempel di dinding bagian luar penjara, wajah mereka pun akhirnya terlihat. Aurora terkejut saat ia mengenali salah satunya.
"K-kau... Seilan?!"
Salah satunya adalah seorang prajurit wanita yang waktu itu menjadi lawan tandingnya. Dia memegang belati dan menatapnya dengan pandangan dendam dan kebencian.
"Akhirnya kau bangun juga, putri tidur."
Aurora yang bingung berteriak, "Apa maksudnya ini?!"
Seilan diam saja dan terus menatapnya dengan sinis.
"Kenapa kau menculikku? Apa kau masih dendam karena aku mengalahkanmu saat lawan tanding itu?" lanjutnya.
Mengingatnya kembali membuat Seilan semakin emosi.
"Berhenti ..." Seilan maju dan mengayunkan belatinya.
Dia menggores pipinya hingga berdarah dan berteriak,
"Berhenti bicara omong kosong di depanku! Saat itu kau hanya beruntung karena bisa mengalahkanku!" katanya dengan penuh amarah. "Kalau kau hanya menggunakan pedangmu saja, kau tak mungkin bisa mengalahkanku!"
Seseorang yang berdiri di belakangnya tiba-tiba bicara.
"Hei, hentikan. Jangan membuat banyak keributan. Dia adalah subjek penting yang mungkin bisa menciptakan hasil penelitian yang bagus. Jadi, tahan amarahmu dulu."
Seilan pun langsung berhenti dan berkata, "Baik, tuan."
'Hasil penelitian? Apa yang mereka bicarakan?' pikirnya.
Aurora mengalihkan pandangannya pada sosok berjubah yang menggunakan topeng berwarna hitam dan putih di belakang Seilan. Meskipun dia hanya diam, Aurora dapat merasakan kekuatan besar dan aneh di dalam tubuhnya.
'Siapa dia? Kenapa terasa sedikit familiar ...?' batinnya.
Pria bertopeng itu menatap Aurora sesaat dan berbalik.
"Apa yang ingin kalian lakukan padaku?!"
"Diam!" Seilan membentaknya dengan keras, tidak mau menjawab pertanyaan, begitu juga dengan pria tersebut.
"Panggil dua pria tua itu, kita mulai eksperimennya."
'E-eksperimen?!' batin Aurora, terkejut mendengarnya.
"Baik," jawabnya, dan menatap Aurora sebentar sebelum dia pergi. Pria bertopeng kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dengan Seilan dan berhenti di dekat dinding.
'A-apa yang sedang dia lakukan?' pikir Aurora, curiga.
Pria bertopeng menarik tuas berwarna merah ke bawah.
Dan tak lama, seluruh ruangan bercahaya. Di dinding dan langit-langit yang bercahaya ternyata terdapat batu sihir.
Aurora tentu begitu terkejut melihatnya, sebab batu sihir adalah material sihir berharga dan langka yang harganya mahal. Butuh ratusan keping emas untuk membeli satu buah, tapi di sekitarnya sekarang ada puluhan batu sihir.
Hanya bangsawan dan pedagang kaya raya yang mampu membelinya. Itulah petunjuk pertama yang Aurora miliki.
Dan petunjuk kedua adalah kegunaan batu sihir tersebut.
Batu sihir biasanya digunakan oleh seorang pandai besi untuk membuat senjata sihir. Kegunaan lainnya mungkin sebagai bahan praktikum dalam uji coba sihir yang baru.
Namun, orang yang menculiknya justru memanfaatkan batu sihir sebagai pencahayaan ruangan. Memang batu sihir punya daya dan kandungan sihir yang cukup besar di dalamnya, tetapi bukan begitu cara menggunakannya.
"S-siapa kau?" tanya Aurora dengan gelisah. "Bagaimana kau bisa memperoleh batu sihir kualitas tinggi sebanyak ini? Aku yakin kota Rossvale tidak memiliki banyak stok."
Pria bertopeng menatap Aurora dan berkata,
"Kau tidak perlu tahu." sambil berbalik dan berjalan pergi.
Aurora mengikuti arah yang dituju oleh pria bertopeng itu dan melebarkan mata terkejut. Bau darah yang dia cium beberapa saat lalu ternyata berasal dari sesuatu di sana.
Sesuatu yang masih hidup dan mengerikan.
"A-apa yang ...?!"
Pria itu keluar, dan suasana yang tegang menjadi hening.
"Apa yang sebenarnya mereka lakukan di sini? Apa yang ingin mereka ciptakan dengan melakukan hal kejam ini?"
Itu menjadi pertanyaan tersendiri di benak Aurora.
Di depannya, Aurora melihat banyak monster yang masih hidup. Mereka dikurung dalam kandang besi dan diberi kalung berwarna merah dengan simbol seperti bintang.
Yang menjadi pertanyaan dan masalah bukan itu, tetapi banyak tabung yang isinya air berwarna merah. Dia tidak terlalu yakin, tapi sepertinya tabung kaca itu berisi darah.
'Aku ingin kabur dari sini, tapi rantai ini tidak mau hancur atau rusak. A-ada yang aneh dengan rantainya.' batinnya.
Tidak lama kemudian, Seilan datang bersama dua orang lanjut usia. Melihat dari keriput dan rambut putih, Aurora berpikir jika umur mereka ada di sekitar 50 tahun ke atas.
"Itu orangnya, profesor." ucap Seilan sambil menunjuk ke arah Aurora. "Tuan bilang, cepat lakukan hingga berhasil."
Dua pria tua berpakaian serba putih itu tertawa.
"Hahahaha, itu bisa diatur." balas salah satu dari mereka. "Selama ada bahan, kami siap melakukannya kapanpun."
Seilan yang mendengarnya menyeringai dan berkata,
"Nikmatilah hidupmu selagi bisa, dasar gadis sialan!"
Setelah mengatakan itu, Seilan berbalik dan pergi keluar dari ruangan, meninggalkan dua pria tua dengan Aurora.
"Kalau begitu," salah satu dari mereka mengeluarkan dua jarum suntik dari saku bajunya. "Mari kita mulai bekerja."
Pria tua yang lain membuka kunci penjara tempat Aurora dikurung. Setelah itu, mereka masuk dan mendekatinya.
"T-tidak, apa yang ingin kalian lakukan? Menjauh dariku!"
Aurora panik dan ingin memberontak, tapi rantai besi di tubuh membuatnya tidak bisa bergerak terlalu jauh. Dia mencoba untuk mengeluarkan Aura, tapi tidak ada yang terjadi, seolah Auranya diblokir oleh rantai besi tersebut.
Darah dari luka sayatan belati di pipinya menetes.
"Tenang saja, kami tidak tertarik pada tubuhmu." ujar pria tua berjenggot dan mengangkat jarum suntiknya. "Kami lebih tertarik pada darahmu, jadi kamu tidak perlu takut."