Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Mba Atik datang sendiri?" Queensa sedang celingukan cari sosok lain yang biasanya ikut datang saat perempuan bernama Atik itu bekerja.
"Rayhan lagi dibawa ayahnya ke Banjarmasin, katanya neneknya sakit." tutur perempuan akhir 30an itu dengan senyum tipis duduk di dekat Queensa.
Atik salah satu karyawan yang bekerja di kebun kelapa sawit milik Queensa. Janda anak satu itu mengais rejeki dengan bekerja sebagai pengumpul brondol, buah sawit yang terlepas dari tandanya.
Queensa tau sedikit cerita wanita itu, Atik bercerai dengan suaminya sejak Rayhan berumur 3 tahun, dan sekarang anak itu berusia empat setengah tahun berarti mereka sudah berpisah selama satu setengah tahun.
"Mba nggak ikut?" sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas, Queensa bertanya lirih.
"Ayah Rayhan adalah orang yang paling aku cintai, tapi, dia juga orang yang tak ingin ku temui lagi seumur hidup." jawaban sederhana itu membuat Queensa terpana.
"Kenapa?" tanyanya ingin tahu.
"Kami bercerai karena cinta pertamanya kembali dari perantauan, aku bisa bersaing dengan orang baru, tapi sulit jika harus bersaing dengan masa lalu, karena cinta pertama sulit di lupakan, dan itu terbukti... Dia lebih memilih berbohong untuk diam-diam bertemu dengan perempuan itu,"
"Apa akhirnya mereka menikah?"
Dari raut wajahnya, terlihat perempuan itu sangat penasaran. Beruntung Atik juga orang yang blak-blakan, dia tak keberatan membagi pengalaman hidupnya.
Atik menggeleng pelan.
Kebohongan, sekecil apa pun, dapat merusak kepercayaan yang telah susah payah dibangun, menyebabkan keraguan dan ketidakamanan dalam hubungan.
Kebohongan adalah masalah besar dan serius dalam rumah tangga karena dapat merusak kepercayaan, menyebabkan konflik, menciptakan jarak emosional, dan mengancam stabilitas pernikahan. Kejujuran adalah kunci keharmonisan, sedangkan kebohongan, sekecil apa pun, dapat memicu kebohongan lain dan menghancurkan hubungan.
"Sekali pasangan kita berbohong, dia akan mulai terbiasa, dan akan mudah menciptakan kebohongan lainnya." Jawaban Atik menyentil hati Queensa. Mungkin prinsip Atik tak jauh berbeda dengan Anjasmara. Mereka tidak ingin dibohongi.
*******
Sekitar jam setengah empat sore, Queensa meninggalkan pabrik. Sampai di tanjakan pertama di perjalanan pulang motornya tiba-tiba mogok.
Queensa mengeluh lirih, pemukiman masih cukup jauh, sedangkan jalanan di perkebunan juga bukanlah aspal, melainkan tanah laterit.
Hari ini Mansur tidak bisa mengantarnya karena mobil sedang dalam perbaikan, karena pagi tadi cerah Queensa memilih mengendarai sepeda motor.
Queensa semakin murung saat satu persatu air jatuh dari langit. Tiba-tiba gerimis dan dia masih di tengah perjalanan.
"Sial," kesalnya sambil menengadah ke atas. Tak ada satu kendaraan pun melintas, hingga baju yang dipake mulai basah.
Tin. Tin.
Sebuah klakson berbunyi. Mobil Avanza hitam berhenti di sampingnya yang tengah berusaha mendorong motor.
"Mba Queensa, motornya kenapa? Ayo ikut kita aja, hujan Mbak." seru seseorang yang membuka jendela mobil. Queensa kenal, pria itu juga merupakan karyawannya.
Tidak ada pilihan, hujan semakin deras, Queensa membiarkan pria itu turun mendorong motornya sampai di puncak, kemudian pria itu masuk mobil dan menghubungi temannya untuk mengurus motor Queensa.
Tiba-tiba dari kursi kemudi sebuah jaket terulur kearah perempuan itu.
"Ambil mba, kamu basah. Nanti masuk angin." pria yang membantunya mendorong motorlah yang bicara, sementara dari balik kursi kemudi tetap sunyi.
Ragu-ragu Queensa meraih jaket itu, saat sudah berada di tangannya dia merasakan aroma familiar dari pakaian tersebut.
Meski ragu dia tetap memakainya, tak lupa mengucapkan terima kasih.
Hujan benar-benar turun lebih deras, mobil melaju dengan kecepatan sedang, beruntung mereka tidak harus melewati turunan terjal yang membahayakan, hanya sekali pendakian dan jalanan datar.
Entah karena hawa dingin yang membuatnya nyaman, atau justru karena aroma familiar yang membuai, mata Queensa terpejam dan mulai lelap.
Queensa terjaga saat pria yang duduk disampinya pamit turun di pos jaga, pria itu berpamitan dengan sopan sebelum menitipkannya pada si pengemudi, dan berpedan agar Ia di antarkan hingga ke rumah.
"Maaf merepotkan." sudah sekitar dua menit mobil itu berjalan, Queensa baru berani bicara.
"Ga papa," jawaban itu singkat, tapi suara yang Queensa dengar seperti aliran listrik yang menyengat jantungnya.
Suaranya....
"Belok kiri!" buru-buru Queensa mengarahkan takut salah belok, tapi mobil itu sudah berada di jalur seharusnya.
"Apa dia juga karyawan ku?" batin Queensa, sambil menilik ke spion tengah guna melihat wajah si pengemudi.
Ck!
Pria itu menggunakan masker dan topi. Matanya juga fokus di jalan, Queensa benar-benar tak bisa melihat, bahkan sorot matanya.
"Sudah sampai!" kalimat itu membangunkan Queensa dari lamunan, seketika ia mematung, saat pria itu membukakan pintu untuknya.
"Istirahat yang cukup, jangan capek-capek! Masalah motor biar diantar oleh Pak Agus."
Queensa terpaku lama, membeku tanpa bisa berkata-kata. Padahal kakinya sudah menapak di tanah. Hingga saat mobil Avanza itu menjauh dari pekarangan rumahnya, Queensa baru tersadar, air mata sudah membasahi pipi.
"Mas... Ternyata kamu... "
😆
makanya gak usah sooook...