Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Pagi hari itu,
Suasana rumah Kiyai berubah menjadi sendu, karena pagi ini Jesica akan kembali ke Negaranya. 2 wanita itu sudah cantik dengan kopernya masing-masing. Sementara sang pengawal, Kenzi juga susah siap dengan ransel yang melekat dipunggungnya.
Sejujurnya berat sekali meninggalkan Umi Khadijah, wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibunya sendiri. Namun, keadaan memaksakan ia kembali kerumah.
"Hati-hati ya, Nak!" Umi Khadijah memeluk Jesica, begitu juga dengan Ester.
Begitu pelukan melonggar, mereka berdua bergantian memeluk Umi Khadijah. "Kami pasti akan merindukan Umi, dan teman-teman yang ada disini," jawab Ester.
Umi Khadijah begitu Kiyai melambaikan tangan, begitu mobil yang dikendarai Huda Yahya sudah melaju meninggalkan wilayah Pesantren.
Selama perjalanan menuju Bandara, sejak dari rumah Huda Yahya hanya diam, namun sorot matanya penuh kecewa. Ditinggalkan untuk kedua kalinya oleh orang yang paling ia cintai, membuatnya tidak memiliki selera hidup lagi.
'Andai kamu tahu, kalau saya sangat mencintaimu, Jesica!' kedua mata Huda memanas.
Jesica menatap kaca didepan. Ia melihat, saat diam-diam Huda Yahya menyeka air matanya. Perjalanan kali ini terasa menyakitkan.
'Mas Huda menangis? Ya Allah ... Apa yang membuatnya menjadi rapuh seperti itu?'
10 menit kemudian, mobil Huda sudah tiba di Bandara Juanda Surabaya.
Huda membantu menurunkan koper Jesica, karena milik Ester sudah dikeluarkan Kenzi.
"Terimakasih, Mas Huda," ucap Jesica mengambil alih kopernya.
"Jes, tunggu sebentar," Huda terlihat kembali kedalam mobil, untuk mengambil sesuatu. Selanjutnya, ia datang sambil menenteng 1 paperbag agak kecil.
Jesica agak mengernyit. "ini ... Ambilah!" Huda menyerahkan bingkisan itu.
"Terimakasih lagi, Mas Huda," Jesica tampak bahagia sekali menerimanya.
"Bukalah disaat kamu sudah tiba dirumah! Dan jangan lupa memberi kabar saya, jika kamu sudah tiba disana!" Huda tertunduk sekilas, mencoba memaksakan senyum.
Jesica mengangguk lemah. Ia memberikan senyum hangat kepada Huda sebagai salam perpisahan.
Dan tepat pukul 09.35 pihak Bandara sudah mengintrupsi melalui panggilannya. Koper sudah diambil oleh Kenzi. Ia dan Ester juga sudah berpamitan dengan Huda Yahya.
Jesica melambaikan tangan, begitu juga Huda membalasnya. Sorot mata Huda masih melekat kearah wanita hamil, yang kini mengenakan abaya plus mantel putih itu.
Senyum Jesica pasti akan ia kenang, ia simpan rapat didalam hatinya.
Setelah memastikan Jesica masuk kedalam, Huda dengan berat hati meninggalkan Bandara tersebut.
Disatu sisi, tepat pukul 10 pagi,
Kini seorang pria tampan, yang mengenakan stelan casual, celana jeans hitam dipadukan kaos yang dilapisi jaket hitam juga, serta topi dan juga masker, kini baru saja tiba di Bandara Juanda Surabaya.
Senyum dibalik masker itu merekah. Ia kini menggendong ransel, sambil menenteng sebuah paperbag tanggung bewarna merah hati.
Ia adalah Yusuf Ahmad Yahya.
Tanpa memberitahu pihak keluarga, Yusuf hari ini datang ingin memberikan kejutan, terutama untuk seorang wanita yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya sekali.
Yusuf masih terduduk, menunggu taxi yang ia pesan.
"Umi ... Usia kehamilan berapa sih, sudah siap untuk dibelikan barang-barang?" Lontaran kalimat Yusuf dari sebrang ponsel, kini membuat Umi Khadijah tampak berpikir keras.
📞 "Setelah Allah meniupkan ruh pada rahim seorang wanita, Yusuf! Ya ... Kira-kira usia 4 bulanan. Emangnya kamu mau belikan baju bayi untuk anaknya Jesica, apa?"
"Nggak sih, Umi, kan Yusuf cuma bertanya aja! Sudah ya, Umi ... Yusuf mastikan dulu!"
Yusuf teringat betul, terakhir kali ia menanyakan perihal kehamilan wanita pada Ibunya. Ia melirik pada paperbag yang ia letakan dibangku sebelahnya.
'Semoga saja kamu suka!' Yusuf kembali mengulas senyum penuh harap.
"Mas Yusuf, ya?"
Yusuf bangkit, "Betul, Pak! Kita berangkat sekarang saja!"
Pria parubaya tadi adalah sopir taxi yang Yusuf pesan. Mereka kini menuju arah parkir, dan langsung melaju kembali.
*
*
*
"Bagaimana bisa, Rasyid?" Tuan Gio kini berada dalam ruangan putranya, mengepalkan tangan mengingat perbuatan yang dilakukan oleh mantan menantunya itu.
"Rasyid juga lupa mengambilnya, Yah! Tapi untungnya, semua aset-aset penting sudah Rasyid amankan dirumah Jesica."
Tuan Gio menggeram, mendesah kasar. "Ayah yakin, jika dua aset penting itu sudah tergadaikan dengan uang!"
"Untuk aset rumah, Rasyid sudah memberikan kepada Andini sebagai bentuk kompensasi gugatan, dan sejumlah uang! Tapi wanita itu nggak tahu diri!" geram Rasyid.
"Untuk apa kamu beri rumah, toh dia saja tidak dapat memberikanmu anak, Rasyid! Dan lagi ... Andini sudah menunda kehamilan sebegitu lamanya. Dia hanya mengincar hartamu saja!" sahut Tuan Gio. Sorot mata itu berkobar, ingin sekali mencekik mantan menantunya itu.
Tok?!! Tok!!!
"Masuk!"
Seorang pemuda tampan masuk. Ia mengenakan setelan jas hitam, dan kini sudah berdiri disebrang sofa.
"Bagaimana Razel?" Tun Gio menatap anak buah putranya itu.
"Tuan, menurut informasi anak buah saya ... Non Andini-"
"Nggak usah panggil dia Non lagi! Dia bukan istri saya. Panggil saja namanya," sahut Rasyid merasa tidak suka.
Razel mengangguk patuh. "Andini baru saja mengunjungi keluarganya, Tuan! Namun menurut informasi dari tetangga kompleknya ... Wanita itu datang dengan seorang pria setengah baya."
"Dia berasa di Semarang?" tanya Tuan Gio.
"Benar, Tuan! Namun, untuk saat ini ... Saya belum mendapat informasi lagi, karena anak buah saya belum memberikan informasi."
Rasyid bangkit. Ia menuang nafas kasar. Wajahnya memerah menahan emosi. "Razel ... Suruh anak buahmu untuk mengikuti jejak Andini terus! Saya tidak mau tahu ... Yang penting dua aset saya segera dia kembalikan!"
"Baik, Tuan
Setelah pertemuan itu, kini Rasyid dan Tuan Gio dalam perjalanan menuju Pabrik, guna membekukan dana, agar Andini tidak dapat merusak investasi pabrik tersebut.
Namun sebelum itu, Tuan Gio dan Rasyid telah membuat laporan ke kantor polisi, dan saat ini menetapkan Andini sebagai buronan.
Tidak hanya mengandalkan polisi saja, Tuan Gio juga menyewa detektif kelas kakap, guna menemukan dimata Andini saat ini.
Drttt ....
"Iya, bagaimana Gama?"
📞 "Tuan, baru saja yang melakukan pengecekan di Bandara Semarang, jika Andini baru saja melakukan penerbangan menuju Singapore siang ini!" Pungkas anak buah Tuan Gio.
"Gama ... Saat ini juga kamu terbang kesana. Nanti Sore biar Rasyid menyusul dengan Razel!" putus Tuan Gio mengakhiri panggilannya.
Rasyid memukul setir mobilnya sekilas. Demi apa, dia benci sekali dengan mantan istrinya itu. "Andini benar-benar iblis!" geram Rasyid.
"Sudah, lebih baik sore ini kamu terbang saja ke Singapore bersama Razel! Ayah yakin, Andini pasti akan menjual saham itu pada perusahaan asing disana!" kata Tuan Gio tak kalah ikut kesal.
Padahal, niat hati, sore nanti Rasyid akan mendatangi pondok pesantren waktu lalu, demi dapat bertemu istrinya. Karena Rasyid yakin, jika wanita yang berdiri diteras itu adalah Jesica.
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you