Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 32
“Nona Anya, Tuan Arga meminta Nona menunggu di ruangannya.” Ucap Susi.
Rangga telah menelepon Susi untuk menunggu Anya di lobi dan mengantarnya ke ruangan Arga.
“Arga belum datang?” tanya Anya.
Anya mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Arga. Susi terkejut melihat ponsel itu—ponsel yang ia ambil dari kamar Arga dan bawa ke hotel. Kini ia tahu siapa wanita yang menginap di hotel itu. Ini berita besar baginya.
“Tuan sudah datang, tapi ada urusan sebentar. Silakan, Nona,” jawab Susi, membukakan pintu ruangan untuk Anya.
Seulas senyum simpatik menghiasi wajahnya. Ia harus bersikap baik pada Nona Anya. Wanita ini jelas sangat berarti bagi Tuan Arga. Selama ini, Tuan Arga tak pernah membawa wanita lain ke kediamannya selain Nona Anya.
Anya masuk, Susi pergi setelah menutup pintu. Anya duduk termenung, memikirkan pertanyaan-pertanyaan wartawan tadi. Kepalanya pening. Ponselnya berdering. Bella.
“Sayang, kamu baik-baik saja?” tanya Bella, suaranya penuh kekhawatiran.
“Hmm,” Anya hanya bergumam, suaranya terdengar lesu.
“Berita tentangmu menyebar sangat cepat dan menjadi trending topik sejak video-video itu beredar. Dan semakin panas setelah kamu jadi pemilik perusahaan LN dan berita pelukan hangat kalian berdua semakin memperuncingnya,” kata Bella, suaranya terdengar serius.
“Pelukan?” Anya masih belum sepenuhnya mengerti.
“Ya. Buka ponselmu dan lihat media sosial. Semua orang membicarakan kamu dan Arga. Bahkan wanita-wanita yang pernah dekat dengan Presdir Arga ikut berkomentar,” jelas Bella.
Anya membuka laptop Arga dan menyalakannya. Ia sangat terkejut melihat berita tentang dirinya berada di puncak trending topic. Matanya membulat tidak percaya.
"Seperti kata Arga, saat mereka berpelukan di luar gedung ada wartawan yang mengambil potret. Sudut foto ini di ambil dari belakang kami dan samping. Sepertinya Arga sengaja membiarkan berita ini terbit." Kata Anya dalam hati.
“Apa yang dilakukan Arga? Dia seperti menggali kuburku,” gumam Anya pelan, suaranya terdengar putus asa, air matanya mengancam jatuh.
“Menggali kuburmu?” Bella bertanya, bingung.
“Lihat saja komentar-komentar para haters! Aku sudah dalam keadaan buruk, dia malah memperburuk image-ku. Pantas saja aku mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang menyayat hatiku,” jelas Anya, suaranya bergetar karena terluka.
“Tapi menurutku Arga seperti membantumu. Ada yang tidak ku ketahui?” tanya Bella, penasaran.
“Arga ingin membalas pamanku,” jawab Anya, mengungkapkan rahasia itu dengan suara lirih.
“Dia tahu tentang pamanmu?”
“Dia menyelidikinya,” jawab Anya.
“Dia sepertinya sudah berubah. Dia sekarang memperhatikan perasaanmu,” kata Bella, mencoba memberikan semangat.
Anya terdiam. Apa benar itu bisa membantunya?
“Kamu mau aku membantumu?” tanya Bella, sedikit berharap.
“Bagaimana caramu?”
“Dengan memberi tahu media bahwa kamu sebenarnya adalah istri sah Arga Danendra,” jawab Bella, menjelaskan strateginya.
“Tidak, tidak. Biarkan mereka menghujat ku, asal jangan Arga,” Anya menolak dengan tegas, matanya berkaca-kaca.
“Apa mereka berani menghujat Arga?”
“Haters sangat gila. Mereka pasti akan mengatakan Arga bodoh karena memilihku menjadi istrinya. Situasinya akan semakin buruk bagiku,” Anya menjelaskan kekhawatirannya.
Anya memikirkan kebencian para wanita yang pernah dekat dengan Arga. Ia tak berani menanggung konsekuensi sebesar itu.
"Dan terutama Kinan. Aku harus melindunginya dari hujatan yang kejam,” gumam Anya dalam hati, wajahnya dipenuhi keprihatinan.
“Baiklah Anya. Kalau kamu butuh bantuan ku, kamu katakan saja padaku. Aku tutup teleponnya dulu. Atasan sedang mencari ku,” kata Bella.
“Ya,” jawab Anya.
Telepon terputus. Anya menutup laptop Arga, tapi tangannya tak sengaja tergeser, hingga menampilkan berita tentang Arga yang berada di kafe bersama seorang wanita, putri seorang pejabat tinggi. Berita itu menceritakan pertemuan mereka dari kafe hingga ke hotel. Keduanya baru keluar dari hotel saat tengah malam. Anya melihat tanggal berita itu diterbitkan dan ia terkejut. Tanggal dan hari di mana Arga membukakan kamar untuknya dan malam ia menunggu Arga pulang.
“Ternyata malam itu waktumu dihabiskan untuk wanita ini?” Anya merasa sakit hati. Rasa sakit dan kecewa memenuhi hatinya.
“Rangga juga menutupinya dengan mengatakan kamu sedang bekerja. Ternyata ‘kerjamu’ menyenangkan hati wanita itu,” gumamnya lagi, merasa dikhianati dan hatinya remuk redam.
Di sisi lain, di perusahaan…
Arga menyalakan rokoknya, lalu dengan dingin menempelkan puntung rokok yang masih menyala ke punggung tangan dua orang wanita muda dengan bergantian. Kedua wanita itu meringis kesakitan, tangannya gemetar hebat, namun Arga terus melakukannya berulang kali. Wajah Arga dingin dan kejam.
“Ampun, Tuan Arga… ampun…” mohon kedua wanita itu dengan suara gemetar dan menangis tersedu-sedu.
“Ampun? Kalian tahu tuduhan kalian bisa menghancurkan mental seseorang? Jika mental istriku rusak karena tuduhan kalian ini, kamu dan keluargamu akan menanggung akibatnya!” Arga berkata dengan suara dingin dan tajam, tatapan matanya menusuk.
Dua wanita muda itu tersentak, tubuh mereka gemetar hebat. Air mata bercucuran membasahi pipi pucat mereka. Mereka tak menyangka Anya adalah istri Arga. Tuduhan ringan mereka sebelumnya kini terasa amat berat, mengancam menghancurkan hidup dan keluarga mereka.
“Maafkan saya, Tuan… saya… saya tidak tahu…” ucap salah satu wanita, suaranya terbata-bata, hampir tak terdengar. Penyesalan mendalam tergambar jelas di wajah mereka berdua.
Arga menatap mereka dengan tatapan tajam, tanpa sedikit pun belas kasihan. Ia memadamkan puntung rokoknya dengan kasar di asbak. Suasana ruangan mencekam, dipenuhi ketegangan yang menyesakkan.
“Tidak tahu? Sebelum menuduh seseorang, sebaiknya periksa fakta terlebih dahulu. Ketidaktahuan kalian bukan pembenaran untuk menghancurkan kehidupan orang lain,” kata Arga dengan nada dingin, namun amarah tersirat di balik kata-katanya.
Ia berdiri, membiarkan kedua wanita itu terduduk lemas di lantai, masih terisak-isak. Arga berjalan ke jendela, memandang ke luar. Keramaian kota tak mampu mengusir bayangan Anya yang terluka dari pikirannya.
“Rangga, urus mereka. Kamu tahu Anya orangnya lembut. Jadi jangan kasar! Aku akan menemui Anya dulu.”
”Bukankah Tuan yang bersikap kejam?” gumam Rangga dalam hati.
“Baik, Tuan.”
Arga melangkah pergi.
“Tuan Rangga, mohon ampuni kami. Kami tidak akan mengulanginya lagi. Mohon belas kasihanmu,” mohon kedua wanita itu, suara mereka gemetar.
“Sekarang kalian tahu Anya istri Arga. Kalian harus tahu apa yang harus dilakukan,” kata Rangga dengan suara tegas, namun nada suaranya tidak sekeras Arga.
“Ya, Tuan Rangga. Kami mengerti.”
“Kalian seharusnya bersyukur karena lidah kalian masih aman. Jika tidak aku khawatir bahkan untuk makan saja kalian... "
Kedua wanita itu terbungkam. Mereka teringat ada teman wartawan yang menyinggung salah satu wanita Tuan Arga mendapatkan siksaan yang berat sebagai balasannya. Betapa tersiksanya hingga wanita itu mengakhiri hidupnya. Mereka masih beruntung hanya punggung kedua tangan mereka yang terluka bakar.
”Pergi dari sini.”
Kedua wanita itu segera pergi. Rangga menuju ruangan Arga. Ia membuka pintu, terkejut melihat Anya sedang beradu argumen dengan Arga. Ia segera menutup pintu kembali dan berdiri di luar, mencegah siapa pun menerobos masuk.
“Arga, kamu puas sekarang?” tanya Anya, suaranya bergetar menahan amarah.
“Anya, kamu jangan salah paham.”
“Aku tidak salah paham, Arga. Aku tahu kamu ingin membantuku membalas pamanku. Aku bersedia kembali ke perusahaan ayah, tapi kenapa kamu membuatku jadi pemilik terbesar kedua di perusahaan itu?”
“Tujuanku hanya untuk menarik perhatian pamanmu.”
“Tapi media ikut tertarik, Arga! Lihat hasilnya: ‘Putri mendiang Leonardo, dengan tubuh seksi dan kecantikannya, menggoda Presdir Arga Danendra demi kekuasaan.’ Arga, bukan hanya itu. Banyak wanita-wanitamu yang menyerangku!” Anya menunjuk berita di laptopnya, suaranya dipenuhi kekecewaan dan luka.
“Sekarang aku menarik ucapanku. Aku tidak akan mengelola perusahaan itu,” ucap Anya lagi, suaranya tegas, meskipun gemetar menahan emosi yang masih bergejolak. Keputusannya untuk mundur dari pengelolaan perusahaan bukan sekadar penolakan, melainkan bentuk perlawanan terhadap situasi yang telah membuatnya begitu terluka.
Arga menatap Anya, tatapannya dipenuhi penyesalan dan kekhawatiran. Ia melihat tekad dalam mata Anya, tekad untuk melindungi dirinya dari luka yang lebih dalam.
Anya menatap Arga sebentar, seolah ingin mengatakan lebih banyak, namun akhirnya ia mengalihkan pandangannya. Ia berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Arga. Langkahnya tegar, namun di baliknya tersimpan luka yang begitu dalam, dan sebuah pertanyaan besar tentang masa depan hubungan mereka.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁