Tidak menginginkan menjadi duri dalam hubungan dua orang yang saling mencintai. Tetapi takdir sudah menjadi seperti itu. Kesalahan besar yang membuat Aletta harus berada diantara hubungan Thalia Kakak kandungnya dengan Devan orang yang seharusnya menjadi Kakak iparnya.
Aletta kehidupannya sudah dihancurkan, berusaha menerima takdirnya dan mengalah demi kebahagiaan sang Kakak. Tetapi ternyata semua tidak mudah.
Lalu bagaimana Aletta harus berada di posisi yang benar-benar sangat sulit ini?
Apa dia mampu bertahan?
Siapa yang menjadi korban sebenarnya!
Lalu siapa yang paling tersakiti dalam hal ini?"
Jangan lupa untuk mengikuti novel terbaru saya sampai selesai. Jangan tabung bab dan terus dukung dengan beri komentar.
Follow Ig Saya ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonecis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 Keputusan Bersama
Devan akhirnya melepas pelukan itu dengan memegang pipi Aletta.
"Kita akan menyelesaikan semua ini dengan baik? Kamu harus percaya padaku," ucap Devan yang kerap kali meyakinkan Aletta.
"Aku tidak tahu Devan! Apakah aku harus percaya pada kamu atau tidak? Aku tidak tahu apa kita bisa melakukan semua ini?" tanya Aletta.
"Mari melakukannya demi Vallen," jawab Devan.
Aletta terdiam.
"Jangan memikirkan apapun. Aku akan kembali sebentar lagi," ucap Devan yang membuat Aletta menganggukkan kepala.
Devan akhirnya meninggalkan kamar tersebut. Aletta menghela nafas yang tidak mampu berkata apa-apa.
Aletta kembali duduk di pinggir ranjang yang menatap nanar Vallen.
"Maafkan Mama," ucap Aletta dengan perasaan yang sedih dan mencium lembut kening Vallen.
**
Devan tidak lama kembali ke kamar yang sudah membawa makanan untuk Aletta. Keduanya yang terlihat duduk di atas karpet dengan meja yang ada yang dipenuhi dengan makanan.
"Makanlah!" ucap Devan yang memberikan pada Aletta.
"Apa kita tidak bangunkan Vallen?" tanyanya.
"Tidak perlu. Vallen sudah tidur dan tadi dia mengatakan juga tidak ingin makan," jawab Devan.
Aletta menoleh ke arah Vallen.
Devan yang tiba-tiba mengusap rambut Aletta membuat Aletta melihat ke arah Devan.
"Vallen pasti akan baik-baik saja. Sekarang kamu harus makan, sejak tadi pagi kamu tidak makan," ucap Devan.
Aletta menganggukkan kepala dan menurut apa yang dikatakan Devan. Aletta menikmati makanan itu dan kembali menoleh ke arah Devan dengan dahi mengkerut.
"Kamu tidak makan?" tanya Aletta yang memang sejak tadi Devan terus saja melihatnya.
Devan menggelengkan kepala.
"Kenapa?"
"Bukankah kamu harus makan? Kamu juga tidak makan sejak tadi?" tanya Aletta.
"Baiklah! Kita akan makan bersama," jawab Devan yang membuat Aletta mengangguk dengan tersenyum tipis.
"Aku senang Aletta melihat kamu bisa tersenyum seperti ini," ucap Devan.
Aletta tidak merespon sama sekali dan tetap melanjutkan makannya.
***
Aletta, Devan, Vallen yang sekarang sudah berada di Restaurant hotel untuk menikmati sarapan di pagi hari. Mereka bersiap-siap untuk pulang dan sebelum pulang mereka ingin mengisi perut terlebih dahulu dan memilih untuk tidak makan di kamar.
Devan sejak tadi tampak memantau Vallen makan dari mengambilkan sarapannya sampai memenuhi apa yang diinginkan Vallen. Aletta tersenyum yang terus memperhatikan gerak-gerik Devan yang sesekali mengusap-usap pucuk kepala Vallen yang memang terlihat kasih sayang yang begitu besar dia tumpahkan kepada darah dagingnya itu.
"Mama tidak makan?" tanya Vallen yang membuat Aletta tersadar dari lamunannya.
"Iya sayang. Ini Mama sudah mau makan," jawab Aletta tersenyum.
Devan lihat ke arah Aletta dan tampak Aletta sangat ribet sekali pada mangkuk soup, di mana dia memisahkan daun bawang dari soup tersebut.
Tiba-tiba Devan mengambil alih pekerjaan itu.
"Biar aku saja!" Aletta menolak yang ingin menarik kembali dan Devan tidak membiarkannya
Aletta lagi-lagi tidak bisa apa-apa yang benar-benar di layani baik oleh Devan.
"Vallen juga sangat heran dengan Mama kenapa tidak menyukai daun bawang," ucap Vallen.
"Padahal daun bawang itu sangat enak," lanjutnya protes.
"Vallen, semua manusia itu tidak sama dan terkadang ada yang kita sukai dan terkadang juga pasti ada yang tidak kita sukai," ucap Devan.
"Benarkah begitu," sahut Vallen yang membuat Devan menganggukkan kepala.
"Sudah-sudah jangan protes terus. Ini sekarang Mama mau makan," sahut Aletta yang membuat Vallen menganggukkan kepala yang juga melanjutkan makannya.
***
Akhirnya Devan membawa Aletta dan Vallen pulang kembali kerumah. Mobil Devan yang berhenti di pekarangan rumah itu dan di sana sudah menunggu Ratih, Danu dan Thalia. Devan membuka pintu mobil untuk Aletta dan juga Vallen.
"Vallen!" Ratih langsung menghampiri cucunya itu dengan memeluk sangat erat
"Nenek benar-benar sangat khawatir pada kamu. Kamu tidak apa-apa, Kan?" tanya Ratih yang sudah melepas pelukan itu.
"Vallen baik-baik saja Nenek. Mereka tidak menyakiti Vallen dan juga teman-teman Vallen kok. Mereka hanya memberikan gertakan saja karena kami sempat menangis," jawabnya.
"Maafkan Nenek yang tidak bisa menjaga kamu," ucap Ratih.
"Bukan kesalahan nenek sama sekali jadi tidak perlu meminta maaf," ucapnya.
"Syukurlah jika Vallen baik-baik saja dan lain kali kita jadikan semua ini pembelajaran. Kami akan lebih waspada lagi lain kali dan pasti tidak akan membiarkan kejadian ini terulang kembali," ucap Danu.
Aletta menganggukkan kepala dan Ratih juga berdiri.
"Vallen Tante senang kamu sudah kembali," ucap Thalia.
"Makasih Tante. Vallen juga senang bisa kembali," ucapnya.
"Devan! Apa kamu bersama Aletta mencari Vallen?" tanya Thalia dengan tatapan mengintimidasi.
Aletta baru menyadari jika kakaknya ada di sana dan pasti akan mempertanyakan tentang mereka berdua.
"Kamu tiba-tiba saja menghilang dari Bali dan saat aku sampai Jakarta, Bunda mengatakan kamu sudah ada di Jakarta. Lalu pergi bersama Aletta?" tanyanya.
Aletta panik tanpa kesulitan menelan salivanya.
"Iya. Aku memang langsung ke Jakarta. Saat itu aku berpapasan dengan Aletta dan dia mengatakan bahwa Vallen hilang dan aku mengantarkannya," jawab Devan tanpa ada yang dia tutupi sama sekali.
"Kamu pergi tanpa memberitahuku dan aku juga menghubungimu. Kenapa kalian berdua malah pergi dan kamu Aletta kenapa tidak mengatakannya kepadaku?" tanya Thalia sekarang tatapan matanya tertuju pada adiknya.
"Hmmm, itu karena..."
"Thalia bagaimana mungkin Aletta masih memikirkan ini dan itu. Dia aja sudah kalang kabut yang memikirkan Vallen yang tidak sempat memberitahu kamu," sahut Devan yang berusaha untuk menolong Aletta agar terlihat tenang.
"Iya juga sih! Tapi apa kamu tidak memegang ponsel semalaman dan aku harus kembali ke Jakarta tanpa tahu kamu di mana. Aku mengetahui Kamu di mana ketika mendapatkan kabar dari Bunda," ucapnya.
"Apa kalian berdua melupakanku yang tidak mengingatku bahwa aku juga ada di Bali?" tanya Thalia semakin mengintimidasi dan bahkan bergantian melihat adik dan kekasihnya itu.
"Thalia sebenarnya...."
"Hmmmm, aku benar-benar minta maaf," Aletta langsung memotong kalimat Devan yang tetap saja dia sangat takut jika Devan mengatakan hal yang sebenarnya.
"Aku tidak memikirkan apapun saat Vallen hilang dan aku juga tidak memegang ponsel. Aku tidak tahu jika kak Devan pemegang atau tidak, karena dia hanya menyetir mobil untukku saja," ucap Aletta yang berusaha untuk klarifikasi agar Thalia tidak mencurigainya.
Devan menghela nafas dengar penjelasan Aletta yang pasti dia menginginkan bahwa Thalia benar-benar tahu yang sebenarnya dan lagi-lagi Aletta yang selalu menghentikannya.
"Sudahlah! Thalia adik kamu mungkin tidak bermaksud untuk tidak memberitahu kamu dan tidak mungkin juga melupakan kamu. Aletta seorang ibu dan pasti sangat khawatir. Bunda juga bahkan tidak sempat bertanya ini dan itu ketika Aletta datang. Jadi jangan lagi dibahas masalah ini dan sekarang Vallen sudah berada di antara kita," ucap Ratih.
"Benar apa kata Bunda, bukankah kedatangan Vallen yang kita inginkan," tambah Danu.
"Oke!" sahut Thalia dengan menghela nafas.
"Ya, sudah sekarang kita sebaiknya masuk," sahut Ratih.
"Kamu sebaiknya pulang saja Devan," sahut Thalia yang tiba-tiba mengusir Devan yang mungkin saja dia ngambek.
Devan melihat ke arah Aletta dan Aletta seolah memberikan kode pada Devan
"Baiklah! Aku juga harus kembali ke kantor," ucap Devan yang lebih baik memang pergi.
Bersambung...