NovelToon NovelToon
Rainy Couple SEASON TWO

Rainy Couple SEASON TWO

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:565
Nilai: 5
Nama Author: IG @nuellubis

"Ivy nggak sengaja ketemu sama kamu dan Nabilah. Kamu--sabtu kemarin itu--ketemuan kan sama Nabilah di Rainbow Caffee?!"

Sempet ada jeda sebentar, yang akhirnya Matias berbicara juga. "I-iya, t-tapi a-aku ng-nggak ka-kayak yang kamu pikirin. Aku sama Nabilah pun nggak ada hubungan apa-apa. Murni ketemuan sebagai temen. Aku cuman cinta sama kamu, Ke."

Ternyata Kezia masih mau memaafkan Matias. Berlanjutlah kisah cinta mereka. Hanya saja, jalan di hadapan mereka berdua semakin terjal.

Berikutnya, tidak hanya tentang Matias dan Kezia. Ada juga kisah Martin Winter dan Vanessa Rondonuwu. Pun, kisah-kisah lainnya. Kisah yang sama manisnya.

Terima kasih banyak yang sudah menyimak season one RAINY COUPLE di tahun 2020 silam. Kali pertama aku menulis novel di platform.

NOVEL INI PERNAH MELEDAK DI NOVELTOON DI TAHUN 2020 SILAM!

Season 1 Rainy Couple
(https://noveltoon.mobi/id/share/102447)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IG @nuellubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kerjasama dengan Elf Designator

Di Pan Lova, siang hari yang cerah,

Dari luar, kafe tiga lantai itu tak terlihat seperti bangunan bisnis biasa. Dindingnya dipenuhi tanaman rambat yang dipangkas rapi, jendela-jendela besar berbingkai hitam elegan, dan papan nama dengan huruf metalik berkilau: Pan Lova. Sebuah tempat yang tak hanya menyajikan kopi, tapi juga impian.

Kafe yang dirintis Beby ini sejak awal Pandemi Corona yang silam, pernah diulas oleh beberapa kali oleh Youtuber. Memang tidak sekondang Nex Carlos, tapi, bersyukur itu bisa menaikkan omset.

Bahkan ada bloger yang sering mendapatkan endorsement, pernah mengulas Pan Lova. Tertulis di sana:

"Pan Lova bukan hanya tempat hang-out. Kafe yang terletak tak jauh dari sebuah danau buatan yang berada di kawasan Modernland itu sudah menjelma menjadi tempat bertumbuh bersama. Setiap orang bisa berbagi ide dan hati. Di antara aroma espresso, tercium bau-bau percakapan bisnis, rencana hidup dan cinta serta persaudaraan yang tumbuh pelan-pelan."

Begitulah tulis seseorang yang lebih sering tinggal di Bandung. Bloger ini kebetulan berkantor di firma desain juga, meskipun di kantor yang berbeda dari seseorang yang sedang diundang.

Kembali ke Pan Lova. Lantai satu dan dua dipenuhi pelanggan. Meja-meja kayu dipadukan kursi berwarna pastel. Musik indie mengalun pelan. Namun, di lantai tiga, yang menjadi pusat manajerial Pan Lova, suasana berbeda. Di sinilah semua keputusan penting dibuat.

Di ruangan tengah yang penuh blueprint, kertas perencanaan, dan catatan keuangan, Kezia baru saja memeriksa dokumen kerja sama Pan Lova dengan Elf Designator, sebuah firma desain interior kenamaan. Kantor tempat Vanessa bekerja.

“Beby, berkas legal draft kontrak Elf Designator udah gue siapin. Cuma tinggal tanda tangan dari elo aja, sebagai perwakilan dari pihak sana,” ujar Kezia sambil menutup map merah.

Beby, yang mengenakan kemeja putih gading dan celana linen, mengangguk dengan tenang. “Oke, makasih, Zia. Kantor mereka juga udah konfirmasi. Utusan mereka datang sore ini. Gue yang ajak dia liat apa aja yang butuh dirombak.”

Di pojok ruangan, Ivy, yang spesialis mengurus bagian keuangan kafe, tengah menghitung pengeluaran terakhir. Rambutnya diikat, jemarinya menari di atas laptop. Di sampingnya, Mega, karyawan bawahan Ivy, sibuk memegang tablet dan sesekali bertanya tentang sistem akuntansi yang digunakan.

“Kak Ivy, ini kayaknya perlu evaluasi alokasi dana buat renovasi. Harga yang dikasih Elf Designator lumayan tinggi,” ujar Mega setengah berbisik.

“Tapi worth it, kata Bu Bos. Elf Designator bukan sembarang perusahaan desain. Aku sih setuju, Mega, perusahaan ini punya visi dan misi yang cocok dengan kebijakan Pan Lova. Beby udah percaya banget sama mereka,” jawab Ivy tanpa menoleh.

"Kak Ivy, emang utusannya mau datang kapan?"

"Bentar lagi. Pihak Elf Designator mau kirim orang ke sini. Kalau nggak salah, namanya Vanessa Rondonuwu."

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Suara sepatu hak tinggi terdengar menyentuh lantai. Mungkin yang datang itu Vanessa Rondonuwu. Perempuan mengenakan blazer hitam, dengan rambut panjang dikuncir rendah. Ia membawa map dan tas kecil, wajahnya teduh tapi tajam.

“Halo semua,” sapanya.

“Halo Vanessa. Selamat datang di Pan Lova,” sapa Beby sambil berdiri menyambut. Ia menyalami Vanessa dengan profesional. “Akhirnya kamu datang juga. Pan Lova sudah butuh sentuhan tangan kamu, Nona.”

Vanessa tertawa kecil. “Senang bisa diajak kerja sama. Pihak kami juga semangat waktu dengar nama Beby yang urus ini kafe. Apalagi Beby kan teman SMA salah satu manager Elf Designator.”

Mereka lalu duduk di meja meeting. Beby mulai menjelaskan rencana besar untuk Pan Lova.

“Jadi sederhana saja, dan langsung saja, yah, Vanessa, kita pengin ubah sebagian area lantai dua jadi ruang komunitas. Ada ruang kreatif kecil, semacam pojok baca, plus tempat mini workshop. Kalau bisa, ada semacam panggung kecil. Nanti rencananya setiap sabtu-minggu, mau ngadain live music. Soalnya pengunjung kafe ini mulai betah lama-lama. Berarti sukses sama pembuatan kafe ini agar para pengunjungnya merasa di rumah sendiri.”

Vanessa mencatat di bukunya. “Menarik. Berarti kita main dengan layout terbuka dan material hangat. Kombinasi rustic industrial dengan sentuhan feminin?”

Beby mengangguk cepat. “Baru aja aku mau omongin. Pas banget aku order ke Elf Designator.”

Di sisi lain meja, Kezia memperhatikan Vanessa dengan seksama. Tak bisa dipungkiri, wanita ini memang punya karisma. Cara dia bicara yang penuh ketenangan dan kendali. Kezia seperti mengenal sosok perempuan berkulit putih tersebut.

Setelah sesi penjelasan selesai, mereka turun ke lantai dua. Vanessa mulai berjalan dari ujung ke ujung, sesekali berdiskusi dengan Mega dan Ivy. Ia memperhatikan ventilasi, posisi pencahayaan, bahkan penempatan stop kontak.

“Bagian sini bagus, tapi sebaiknya dibuka lebih lebar. Dinding ini bisa diganti kaca lipat. Jadi kalo sore, cahaya matahari bisa masuk, yang bikin ambience makin nyaman,” ujar Vanessa.

Ivy mencatat semua komentar Vanessa.

Kezia yang ikut di belakang, akhirnya membuka percakapan, “Mbak Vanessa kerja di Elf Designator sudah berapa lama?”

Vanessa menoleh dan tersenyum ramah. “Baru tiga tahun. Tapi sebelumnya aku freelance di Menado. Trus pindah ke Jakarta.”

“Orang Menado?” puji Kezia jujur. "E do do e... torang juga dari sana?"

“Terima kasih,” jawab Vanessa lembut. "Menado-nya di mana?"

“Bukan di Menado kota, sih. Agak lupa-lupa ingat. Udah lama nggak ke sana."

"Oh... eh, tadi sebelum ke sini, Beby sempat cerita ke kantor, karyawan-karyawan di sini siapa saja. kamu yang kerja di bagian legal?"

Kezia mengangguk. "Tapi sih, karena Beby lulusan Hukum juga, sama kayak aku, yang ngurus perizinan kafe ini masih dia juga."

Vanessa terkekeh.

Mereka lalu berdua bertatapan sejenak. Tak ada kecanggungan. Hanya rasa saling hormat.

Di seberang ruangan, Mega menatap Vanessa dengan mata penuh kekaguman. Ia belum pernah melihat desainer sekuat dan setegas itu. Sambil mencoret-coret iPad-nya, Mega bergumam ke Ivy, “Perempuan ini keren banget. Kayak CEO aja.”

Ivy tertawa kecil. “Udah, lah, kerja aja, ntar juga, kalau kerjaan kamu beres terus, bisa jadi CEO betulan."

"Amin, Kak Ivy,"

Sore itu, setelah sesi inspeksi selesai, mereka kembali ke lantai tiga. Di ruang tengah, Beby menyerahkan dokumen untuk ditandatangani.

“Ini NDA dan letter of agreement. Kita bakal kerja sama selama enam bulan,” ujar Kezia.

Vanessa membaca cepat, lalu menandatangani dengan yakin. “Let’s make Pan Lova more than just a café.”

Beby mengangguk. “Kita bikin ini jadi rumah untuk semua orang yang pernah merasa hilang.”

Saat Vanessa pamit, Kezia mengantarnya sampai pintu masuk kafe.

“Vanessa, terima kasih sudah mau kerja sama,” ujar Kezia.

Vanessa tersenyum. “Terima kasih juga. Eh, sepertinya torang kenal ngana."

Kezia mengernyitkan dahi. "Masa?"

"Ada cowok di kafe yang ada di Jakarta, namanya Martin Winter, dia suka sebut-sebut nama Kezia Celine. Ngana, kah, orangnya?"

"Martin Winter itu sepupu jauh torang. Ya ampun, sempit sekali dunia ini."

"E do do e... torang didekati sepupunya dari bakal rekan kerja torang..."

Kezia tersenyum setengah bingung, setengah geli. “Dia pasti banyak bacot, yah.”

Vanessa tertawa. “Bacot-bacot menggemaskan."

Pintu menutup. Kezia berdiri diam, termenung sejenak. Ia menatap bayangan dirinya di kaca depan kafe yang mulai memudar. Entah kenapa, ia merasa sedikit lega. Setidaknya, Vanessa bukan seperti yang Thalia bayangkan. Vanessa adalah wanita yang berdiri dengan kakinya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!