"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Pagi itu, langit terlihat cerah, namun tidak dengan hati Adel. Dia duduk di samping Bima di dalam mobil, matanya menatap keluar jendela, mencoba menghindari kontak mata dengan pria yang selama ini dia anggap sebagai ayah sekaligus sosok yang dia cintai. Ingatannya kembali ke kejadian kemarin, saat dia memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada Bima. Tapi, apa tanggapan Bima? Hanya candaan dan anggapan bahwa itu semua hanyalah prank belaka. Adel merasa hancur, tapi dia tak bisa menunjukkan itu di depan Bima.
“Adel, kamu kenapa? Dari tadi diam aja,” ujar Bima sambil melirik ke arahnya, mencoba memecah keheningan yang terasa berat.
“Nggak apa-apa, Ayah. Cuma lagi mikir aja,” jawab Adel singkat tanpa menoleh, suaranya datar tanpa ekspresi.
Bima menghela napas. Dia tahu ada yang tidak beres dengan Adel sejak kemarin, tapi dia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Baginya, Adel masih anak kecil yang kadang suka iseng dan bercanda. Dia tak pernah tahu bahwa perasaan Adel padanya adalah sesuatu yang serius.
“Ya udah, kalo ada apa-apa, bilang ya. Jangan dipendem sendiri terus.” kata Bima sambil tersenyum, mencoba menenangkan suasana.
Adel hanya mengangguk, tapi hatinya semakin sakit. Dia merasa seperti dianggap remeh oleh Bima. Padahal, perasaannya tulus. Tapi, bagaimana mungkin Bima bisa mengerti? Baginya, Adel hanyalah anak angkatnya, bukan lebih dari itu.
'sakit banget, hiks.... Dia ngomong gitu, kayak orang yang gak terjadi apa-apa, padahal, aku kemarin ngungkapin perasaan aku serius banget! Tapi, Selalu aja dianggep bercanda, prank lah, inilah, itulah. Bikin kesel aja deh, ishhhhhhh!! Giliran serius dianggep bercanda! Giliran bercanda dianggep serius. Apa sih maunya ayah tuh!' batin Adel nangis sambil menggerutu kesal dengan bima yang terlihat bodo amatan.
Sesampainya di sekolah, Adel langsung turun dari mobil tanpa banyak bicara. Bima hanya melihatnya dari kejauhan, sedikit bingung dengan sikap Adel yang tiba-tiba berubah. Biasanya Sebelum turun dari mobil, Adel selalu mencium seperti biasanya, lantas sekarang mengapa tidak?
“Hati-hati di jalan, ya!” teriak Bima sebelum Adel menghilang di balik gerbang sekolah.
Adel berjalan menuju kelasnya dengan langkah berat. Dia bertemu Novi dan Sinta di depan kelas, kedua sahabatnya itu sedang asyik mengobrol.
“Eh, Adel! Dari tadi ngelamun aja lo. Ada apa sih?” tanya Novi sambil menyikut pelan bahu Adel.
“Nggak ada apa-apa. Cuma lagi capek aja,” jawab Adel, mencoba tersenyum tipis.
“Ah, masa sih? Lo dari tadi keliatannya murung. Jangan-jangan ada masalah sama Sandi ya?” goda Sinta sambil tertawa.
Adel hanya menggeleng. Dia tak pernah menceritakan perasaannya pada siapa pun, termasuk Novi dan Sinta. Baginya, ini adalah rahasia yang harus dia simpan sendiri.
Saat bel istirahat berbunyi, Adel duduk di kantin bersama Novi dan Sinta. Tiba-tiba, Sandi mendekati mereka dengan senyum lebar.
“Eh, Adel! Lo udah liat tugas matematika yang dikasih Bu Rina? Gue bingung nih,” kata Sandi sambil duduk di sebelah Adel.
Adel hanya mengangguk, tidak terlalu antusias. “Iya, udah. Tapi gue juga masih bingung sih.”
Sandi terlihat kecewa dengan respon Adel yang dingin. Dia sudah lama menyukai Adel, tapi sepertinya Adel selalu cuek padanya. Padahal, Sandi sudah berusaha mendekati Adel berkali-kali.
“Lo kenapa sih, Adel? Dari tadi keliatannya nggak mood,” tanya Sandi, mencoba mencuri perhatian Adel.
“Nggak ada apa-apa. Cuma lagi nggak enak badan aja,” jawab Adel singkat.
Novi dan Sinta saling pandang, merasa ada yang aneh dengan Adel. Tapi mereka memilih untuk tidak menanyakan lebih lanjut.
"Jes! Lihat tuh sandi, perhatian banget ya, sama si Adel!" Tunjuk salah satu temannya.
Jesicca and the gang yang dimeja sebelah, menatap benci kearah Adel yang selalu didekati oleh sandi, setiap hari saat disekolah. Hati Jesicca panas, ingin sekali ia mengamuk-ngamuk dikantin, namun, niatnya ia urungkan karena orang-orang dikantin sangat ramai. Ia tak mau menggangu dan ribut disini. Kecuali jika..... Bener saja kedua tangannya terkepal kuat diatas meja saat mendengar perkataan sandi yang mengkhawatirkan kondisi Adel.
"Aku anterin ke UKS aja ya del! Biar diperiksa disana! Aku khawatir sama kondisi kamu, kalo dibiarin nanti tambah parah loh!" Kata sandi lembut,
Adel menghela nafas berat, membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu. Namun, gebrakan meja menggema, membuat mereka semua menoleh.
Para siswa dan siswi mulai berbisik-bisik riuh dikantin, dan menatap heran kearah Jessica.
"Heh! Adel! Lo gak usah kegatelan ya jadi cewek!" Bentak Jessica geram, tangannya mengangkat hendak menjambak rambut Adel.
"Lo apa- apaan sih, Jes!" Kesal sandi lebih dulu mencekal pergelangan tangan Jessica.
Jessica memberontak dan mengamuk-ngamuk disini, sangking cemburunya dengan sandi yang sangat baik dan perhatian kepada wanita lain.
"Lepasin sandi!" Teriak Jessica, sandi melepaskan cekalannya.
Jessica meringis, mengusap pergelangan tangannya yang tampak memerah, seperti darah segar lalu menatap Adel dengan kebencian yang menggebu-gebu.
"Ini semua gara-gara Lo, kenapa Lo selalu caper sama sandi? Hah?" Tanya Jessica dengan suara meninggi.
Adel bangkit dari duduknya, mendadak geram sama Jesicca yang menuduh-nuduhnya caper.
"Yang caper siapa, gue tanya! Gue apa sandi?" Tanya Adel balik, marah.
"Lo lah! Sandi tuh gak bakalan mau ngedeketin Lo, seandainya Lo gak ngerespon sama caper!! Pake ngomong-ngomong gak enak badan! Apalagi kalo bukan caper? Hah? " Bentak Jessica. Suasana kantin tampak tegang.
"Jess! Lo apa-apaan sih! Adel gak pernah caper sama gue! Ada juga gue yang ngedeketin dia!" Kesal sandi tak terima.
"Tuh denger! Makanya punya mata sama telinga tuh dipake. Jangan dipakenya pas konser doang di diskotik!" Sahut Adel, mengibaskan rambutnya, sengaja ingin memancing emosi Jessica.
Byur!
Jessica yang tak terima, menyiram es coklat, tepat mengenai seragam Adel. Seragam gadis itu basah kuyup dan kotor. Semua orang yang melihat adegan tersebut, melongo.
Adel terkejut, pandangannya menurun. Bajunya tampak basah kuyup, kotor. Mukanya merah padam, emosinya seketika memuncak. Ia menoleh kearah Jessica dengan kebencian yang tak bisa ditoleransi lagi.
"Lo kurang ajar banget jadi orang!! baju gue basah! Sial!" Teriak Adel, mengambil esnya dan menyiram balik baju Jessica, membuat wanita itu kaget, memekik heboh dan memegang seragamnya.
Tak puas sampai situ, Adel mengambil es jeruk milik Novi, "rasain nih!!" Adel menyiram es jeruk tersebut. Jessica terkejut, Wajahnya basah kuyup oleh es jeruk. Semua orang yang menyaksikan, tambah terkejut.
“Adel! Lo gila ya?!” teriak Jessica sambil membersihkan wajahnya dengan tangan.
Novi dan Sinta langsung berdiri, mencoba menenangkan situasi. “del, udah, jangan diperparah!” kata Novi sambil menarik lengan Adel.
Tapi Adel sudah tidak bisa menahan diri. “Jessica, lo selalu cari masalah sama gue. Gue udah nahan-nahan, tapi lo keterlaluan!”
Jessica, yang masih marah, mencoba mendorong Adel, tapi Novi dan Sinta langsung menghalanginya. “Jess, udah, jangan diperpanjang!” kata Sinta dengan tegas.
"Jess ini semua salah Lo, coba aja Lo gak nyari perkara, Adel gak akan kayak gini!" Sandi membela Adel, memasang badan.
Jessica mengepalkan kedua tangannya, sorot matanya menajam.
"Awas sandi! Kamu kenapa ngebelain dia terus sih!!" Teriak Jessica.
"Jess udah Jess!" Teman-teman Jessica langsung menahannya, tidak ingin terjadi keributan disini.
"Eh, Lo bawa jauh-jauh tuh temen Lo yang stres ini! Kerjaannya ngeganggu gue sama Adel Mulu!" Ketus sandi,
"Apa kamu bilang??" Pekik Jessica, dadanya kembang kempis.
Teman-teman Jessica, menariknya, membawa Jessica pergi dari kantin, berusaha menenangkan Jessica yang memberontak dan berteriak-teriak.
"Gue akan buat perhitungan sama Lo Adel!!" Teriak Sinta, suaranya melengking.
Adel tak peduli, Dengan gerakan pelan, dia mulai menepuk-nepuk bajunya yang basah, mencoba menghilangkan noda dan rasa tidak nyaman yang menempel. Ia sangat malu dengan tatapan para siswa yang memandang remeh bajunya yang kotor,
"Del pake jaket gue!" Kata sandi, menyodorkan jaketnya.
"Gak mau!" Adel menggeleng, berbalik melangkah pergi meninggalkan kantin, matanya tampak berkaca-kaca. Hatinya sesak dipermalukan oleh Jessica saat tadi, ini bukan yang pertama kali. Tapi kejadian tadi sangat sering terjadi, sampai Jessica dan dirinya masuk ke ruang BK, untung saja cuman diberikan hukuman.
Adel berjongkok, memeluk kedua lututnya, menangis tersedu-sedu. Ia sangat lelah ribut-ribut terus sama Jessica, hanya karena sandi yang selalu mendekatinya.
"Del!" Panggil sandi, Adel tak menjawab, ia masih menangis.
"Jangan nangis!" Sandi memegang bahunya.
"Gak usah pegang-pegang gue!" Bentak Adel, mengangkat kepalanya,
"Sorry!" Sandi gelagapan, menggaruk tengkuknya.
Adel tak menjawab, tatapannya kian menajam. Gadis itu berdiri, berjalan melewati sandi, mengacuhkan pria tersebut yang terus memanggilnya dari tadi.
Novi dan Sinta mengejar Adel, mencoba membantu sahabatnya tersebut, tatapan keduanya sangat sinis kearah sandi.
"Apa lihat-lihat!" Ketus sandi.
"CK!" Keduanya berdecak, dengan sengaja menabrak bahu sandi, membuat pria itu menggumpat dalam hati.
*
*
Sementara itu, di kantor Bima, dia sedang duduk di ruang kerjanya bersama Bastian, asisten sekaligus sahabatnya. Mereka sedang menikmati waktu istirahat sambil ngobrol santai.
“Gue bingung nih, Bastian. Kemarin Adel ngomong sesuatu yang aneh ke gue,” kata Bima sambil memegang cangkir kopinya.
“Apaan tuh? Lo kan tau sendiri, Adel itu kadang suka iseng,” jawab Bastian sambil tertawa.
“Iya sih, tapi kemarin dia bilang kalo dia… suka sama gue. Gue kira itu cuma candaan, tapi dia keliatannya serius,” ujar Bima, masih bingung.
Bastian terkejut mendengarnya. “Serius lo? Maksud lo, Adel nembak lo?”
“Iya, tapi gue anggap itu cuma prank dia. Masa iya dia suka sama gue? Kan gue ini ayah angkatnya,” kata Bima sambil menggeleng.
Bastian terdiam sejenak, lalu berkata, “Lo yakin itu cuma prank? Jangan-jangan dia beneran suka sama lo.”
Bima tertawa kecil. “Ah, nggak mungkin lah. Adel itu masih kecil. Dia pasti cuma bercanda.”
'prank biji Lo meledak Bim! Jelas-jelas Adel suka sama Lo. Jadi orang bego banget sih, Bim, Bim, gitu doang gak peka-peka set4n! Cape gue ngejelasin sama orang modelan kayak Lo. Gimana Adel ya? Pasti dia kesel tuh sama ayah angkatnya yang lugu bin stress!' batin Bastian gregetan sendiri, dengan bima yang tak pernah peka dan tak mau cocoklogi.
"Udah dua kali dia sering Bercandain gue kek gitu, bas! Yaudah gue tanggepin aja sama candaan!" Kata bima, tertawa tanpa dosa.
Dengan wajah dingin, Bastian hanya mengangguk, tapi dalam hatinya dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dia mengenal Adel cukup baik, dan dia tahu bahwa Adel bukan tipe yang suka bercanda dengan hal-hal seperti itu. Ia tahu Adel menyukai bima, tapi itu semua hanya bentuk terkaannya saja.
'iya juga ya, mana mungkin si Adel suka sama bima yang tua bangkotan! Bentar lagi juga dia mau jadi kakek-kakek. Kakek perjaka, hahaha!' batin Bastian plin-plan.
Obrolan mereka terhenti saat jane, rekan kerja Bima yang juga diam-diam menyukainya, masuk ke ruangan.
“mas bima, ada laporan yang perlu kamu tanda tangani,” kata Lesa sambil menyodorkan selembar kertas.
“Oh, iya. Makasih, jane.” jawab Bima sambil mengambil laporan itu.
Jane tersenyum manis. “Kamu lagi ngobrol apa sama Bastian? Kayaknya serius banget.”
“Ah, nggak ada apa-apa. Cuma ngobrol santai aja,” jawab Bima sambil tersenyum.
mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruangan. Bastian melirik Bima dengan tatapan penuh arti.
“Lo nggak sadar ya? Jane tuh jelas-jelas suka sama lo,” kata Bastian sambil tertawa.
“Ah, masa sih? Gue nggak ngeliat gitu,” jawab Bima sambil menggeleng.
Bastian hanya tersenyum. Dia tahu Bima memang tipe orang yang sulit membaca perasaan orang lain, terutama dalam hal percintaan.
"Bim, Jane tuh cantik banget Lo, bodynya juga mantep!" Celetuk Bastian.
"CK, pikiran Lo itu Mulu, makanya nikah oon! Biar gak caboel!" Ejek bima, Bastian malah tertawa, tak tersinggung sama sekali.
"Terus Lo sukanya sama siapa? Sama Lesa gitu?" Tanya Bastian mengalihkan pembicaraan.
Bima menyandarkan punggungnya kesofa. "Gue bingung suka sama siapa bas! Tapi, entah kenapa gue tertarik sama Lesa. Dia tuh tipikal cewek baik, lembut, sifatnya keibu-ibuan lagi, itu yang bikin gue demen! Cewek yang memiliki sifat keibu-ibuan." Kata bima.
"Cari aja janda Bim, sifat janda juga kan keibu-ibuan! Gue nyaranin doang! Siapa tau Lo mau!" Kata Bastian bercanda, namun wajahnya serius.
"Lo aja sana! Enak aja nyuruh-nyuruh gue sama janda! Gue gak mau sama cewek yang udah turun mesin ye!" Kesal bima membuat Bastian tertawa.
"Jadi Lo beneran suka sama Lesa?" Tanya Bastian lagi. Bima mengedikkan kedua bahunya, ia tak yakin dengan perasaannya ini yang terlalu plin-plan.
"Lo suka sama Lesa? Tapi takut sama Adel yang gak ngizinin?" Tanya Bastian memicing,
bima menghela nafas. "Mungkin!"
Sementara itu, Adel duduk dikelas, mencoba menghilangkan pikiran-pikirannya tentang Bima dan tentang kejadian tadi yang perlahan memudar. Namun pikiran tentang bima tak memudar mudar, seakan terus mengusik ketenangannya. Dia tahu, perasaannya tidak akan pernah terbalas. Tapi, dia juga tidak bisa memaksa Bima untuk mengerti. Baginya, Bima tetaplah ayah angkatnya, dan itu tidak akan pernah berubah.
“Adel, lo yakin nggak ada apa-apa? Lo keliatannya nggak kayak biasanya,” tanya Novi lagi, mencoba mencuri perhatian Adel.
“Iya, gue beneran nggak ada apa-apa. Jangan khawatir,” jawab Adel sambil memaksakan senyum.
Novi dan Sinta saling pandang lagi, tapi mereka memilih untuk tidak menekan Adel lebih lanjut. Mereka tahu, jika Adel tidak mau bicara, maka tidak ada yang bisa memaksanya.
"Masih keinget sama Jes?" Tebak Novi.
"Stop bahas-bahas dia! Gue muak!" Ketus Adel tak suka, kepalanya pusing, perlahan ia meletakkan kepalanya diatas meja. Matanya memejam, mencoba mengusir pikiran-pikiran tentang bima yang kini memenuhi isi pikirannya.
'ayah!' batin Adel.
'kapan ayah bisa membalas perasaan ku? HM?' tanya Adel dalam hati.
Hanya satu keinginan Adel didalam hidup ini, yaitu, bima bisa membalas perasaannya, entah kapan itu, tapi ia siap menunggu. Walaupun lama.