Ayuna begitu mencintai suaminya, meskipun selama pernikahan ia tak pernah menikmati hasil kerja suaminya. Seiring berjalannya waktu, Ayuna akhirnya menggugat cerai suaminya. Mampukah Ayuna jauh dari pria yang sangat dicintainya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Ketigapuluhempat
Romi sampai di rumahnya pukul 9 malam, setibanya ia melihat pintu terbuka dan terdengar suara tangisan dari ruang tengah keluarga. Seluruh keluarganya berkumpul di sana, membuat Romi khawatir dengan bergegas mendekat. "Apa yang terjadi?"
"Ibu dipecat, Romi!" Mida menangis sesenggukan.
"Kok bisa?" tanya Romi heran.
"Bangkrut dan harus menghentikan beberapa karyawan. Salah satunya Ibumu," jawab Anton. Ya, pabrik makanan tempat Mida bekerja selama 15 tahun mengalami masalah keuangan. Terpaksa pihak pabrik merumahkan beberapa karyawan termasuk Mida.
"Ibu 'kan sudah lama bekerja di sana, kenapa mendapatkan pemecatan juga. Seharusnya karyawan baru saja," kata Romi.
"Ibu juga tidak tahu, alasan mereka kalau Ibu sering bolos kerja. Padahal, Ibu sudah lama mengabdi pada mereka. Beri keringanan begitu," jelas Mida masih dengan mata berair.
"Ibu dapat pesangon atau gaji?" tanya Romi.
"Dapat," jawab Mida. "Dua puluh juta termasuk gaji," lanjutnya.
"Cukup besar juga," ucap Romi.
"Benarkan, Kak? Jumlah uang itu lumayan besar, Ibu bisa membangun usaha kecil-kecilan," sahut Mayang.
"Uang segitu mana besar?" kesal Mida. Dari tadi anak dan suaminya bilang jika pesangon yang diterimanya cukup besar.
"Jadi mau Ibu berapa?" tanya Mayang. "Sudah bersyukur mereka masih mau memberikan uang pesangon, lihat tuh ditempat lain. Gaji saja enggak keluar sama sekali sampai berbulan-bulan," tambahnya.
"Eh, Mayang. Uang segitu mana cukup buat biaya hidup kita setahun!" omel Mida seraya menghapus air matanya.
"Bu, selama ini kita makan dari uang gaji Ayah. Memangnya pernah pakai uang pribadi Ibu? Tidak, 'kan?" jelas Anton bahwa gajinya diserahkan kepada sang istri. Lalu ditambah pemberian dari anak-anaknya.
"Ayah, selalu menyalahkan Ibu!" Mida bangkit dari tempat duduknya dengan menghentakkan kakinya karena kesal.
"Bukannya menyalahkan Ibu. Tapi, memang kenyataannya begitu," kata Anton.
"Sudahlah, Bu. Jangan dipikirkan lagi itu pekerjaan, sekarang Ibu di rumah saja tak perlu mencari uang. Biarkan aku yang membantu Ayah memenuhi kebutuhan rumah ini," janji Romi.
"Kamu tetap memberikan jumlah yang sama, 'kan?" tanya Anton. Sebab, selama ini Romi hanya membantu keuangan keluarga 500 ratus ribu. "Kalau sama tetap saja gaji Ayah seluruhnya masih ditangan Ibumu," lanjutnya.
"Uang suami dipegang istri pasti rejekinya bakal lancar!" celetuk Rani.
"Benar, sih? Makanya, Kak Romi gajinya makin berkurang karena sumber doa dan rejekinya sudah hilang!" sindir Mayang.
"Ayah boleh memberikan uang gaji separuh kepada Ibu. Selebihnya aku yang menanggung," kata Romi.
"Enggak bisa gitu!!" Mida kembali duduk. Ia menolak usulan putranya.
"Loh, jadi Ibu masih mau uang gaji Ayah utuh begitu juga uang dari Romi?" tanya Anton.
"Iya," jawab Mida.
"Ayah keberatan!" tolak Anton tak suka dengan cara berpikir istrinya yang mau menang sendiri dan perhitungan.
"Memangnya Kak Romi mampu memberikan uang separuh dari gaji Ayah?" tanya Rani.
"Kamu tenang saja," jawab Romi. "Stella memberikan aku uang lima ratus ribu," ia mengeluarkan dompet dan mengambil 2 lembaran uang seratus ribu lalu diberikan kepada ibunya dan wanita paruh baya itu tersenyum senang.
"Baik sekali dia, kasih uang Kakak segitu banyak!" kata Mayang.
"Dia juga membelikan oleh-oleh yang banyak!" Romi melangkah ke ruang tamu mengambil dua kantong plastik berukuran sedang yang berisi makanan cemilan di kursi tamu. Tadi dia menaruhnya secara asal. Ia lalu kembali menghampiri keluarganya dan meletakkannya di atas meja yang berada tepat dihadapan mereka.
"Wah, banyak sekali!" Rani mengukir senyuman dan membuka tali pengikat kantong plastik lalu melihat isinya.
"Iya, banyak sekali!" Rino mengatakan hal yang sama.
"Sering-seringlah begini," kata Rani senang.
"Kapan kalian menikah? Biar ada yang membiayai kehidupan kita," ujar Mida yang tak meneteskan air matanya lagi karena sudah diberikan uang dan oleh-oleh dari Romi.
"Enggak usah pikirkan menikah. Nikmati saja yang sekarang," kata Romi.
"Sekarang Ibu sudah enggak sedih lagi, 'kan?" tanya Mayang menyindir. Sebab dari tadi jam 7 malam setelah pulang dari tempat bekerja Mida tak hentinya menangis.
"Masih, tapi ini setidaknya sedikit mengurangi kesedihan Ibu!" jawab Mida gegas beranjak bangkit dari duduknya.
lanjutttt terus Mam 🤩💪💪