"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 34
...----------------...
Didalam toilet, Giska mengusap air mata yang terus banjir mengenai kedua pipi. Dia tidak bisa untuk tidak sampai menangis, meraung meratapi kesedihan yang tengah menimpanya.
Bohong jika Giska tidak sakit, bohong jika Giska sudah move on dari Levis. Nyatanya hatinya berdenyut sakit saat melihat Levis yang seperti ketakutan saat melihat Vivi memergokinya. Bahkan tadi Levis tidak menahannya saat dia pergi.
"Kamu jahat Lev, kamu sangat menyakitiku." Giska memukul dadanya yang terasa amat sesak berulang kali.
...----------------...
"Kamu kenapa masih berhubungan sama dia, hah! Kamu masih cinta sama Giska, iya?!"
Levis tersenyum sinis, namun dia tetap mencoba menenangkan Vivi yang sejak tadi terus saja berbicara. Levis menggapai telapak tangan Vivi dan menggenggamnya penuh kelembutan.
"Vi, aku minta maaf. Kamu dari awal juga sudah tahu kalau aku sangat mencintai Giska. Lalu kenapa kamu masih saja menerima perjodohan ini, kamu akan sakit sendirian nantinya Vi," ujar Levis.
Yeah, Levis dan Vivi memang dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Lebih tepatnya orang tua Levis terpaksa meminta Levis untuk menerima perjodohan tersebut karena orang tua Vivi telah membantu menyuntikan dana yang sangat besar diperusahaan orang tuanya Levis.
Levis sempat menolak, dia juga mengatakan tentang hubungannya dengan Giska yang sudah terjalin dua tahun kepada kedua orang tuanya, tetapi dia tidak tega saat melihat Papi dan Maminya sampai berlutut sambil menangis dihadapannya agar Levis mau menerima perjodohan tersebut.
Atau keluarganya akan jatuh mis.kin dan tidak memiliki apapun, orang tua Levis ternyata sudah terlilit hutang yang sangat banyak tanpa sepengetahuan Levis.
"Aku tidak peduli, aku mencintaimu Lev. Kamu tahu itu, kan? Dan aku juga tidak ingin tahu pokoknya kamu harus mencintai aku juga, minggir!" Vivi melepas genggaman Levis. Vivi pergi dari sana dengan perasaan tidak terima.
Levis menghela kasar, dia tidak suka ada disituasi sekarang ini, Levis merasa ada diposisi yang serba salah sekarang. Levis menatap punggung Vivi yang menghilang dibalik dinding gudang belakang kampus dengan kedua tangan yang yang menjambak rambutnya frustasi.
"Vi, aku tidak bisa mencintaimu. Dihatiku sudah terisi Giska sepenuhnya. Dia tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun, dan kamu akan selalu sakit selama berhubungan denganku. Karena aku hanya bisa pura-pura mencintaimu." seru Levis.
Dia segera pergi dari gudang dan berniat pulang. Dia yakin dirumahnya sana pasti sudah ada seseorang yang menantinya, menunggu penjelasannya.
...----------------...
"Levis...!"
Deg
Hati Levis berdebar hebat mendengar suara seseorang yang memanggilnya dengan tegas. Levis yang baru saja akan menaikki undakan tangga menuju ke kamarnya pun segera mengurungkan niatnya. Levis terdiam ditempat, dia membisu tanpa mau menoleh.
"Apa yang kamu lakukan, hah! Papinya Vivi menelepon. Beliau berkata jika kamu telah membuat Vivi menangis dikampus, betulkah itu Lev!" Nada tinggi terlontar dari mu.lut Roni, papi kandung Levis.
Levis menunduk dengan menggenggam tali tas dengan kencang, dia tetap diam dia tidak berniat ingin mengeluarkan sepatah kata pun. Percuma, perkataannya pasti tidak akan didengar oleh sang papi.
"Jawab LEVIS...!"
"Kamu tidak perlu bersikap seperti itu pada putramu Ron, jangan terlalu keras padanya atau dia akan tumbuh menjadi anak pembangkang."
Suara sahutan seseorang membuat pandangan Levis dan Roni teralihkan. Roni terkejut dan sedikit kikuk saat papi kandungnya Vivi memergokinya tengah mengomeli Levis.
Sedangkan Levis dia hanya tersenyum sinis dan sudah menduga jika Vivi pasti sudah mengadu pada papinya.
Dasar anak Papi, manja!
"D-danis, maaf a-aku--"
"Tidak perlu meminta maaf, kamu tidak salah begitu pula dengan Levis. Yang salah adalah putriku karena dia terlalu mencintai putramu." sela Danis papi kandung Vivi.
"Levis, dia calon mertuamu sopan lah sedikit." ucap Roni pelan dia melirik Levis.
Levis menghembus nafas lelah Levis paham apa maksud papinya. "Om, ayo silahkan duduk. Aku akan menjelaskan apa yang terjadi dengan aku dan Vivi dikampus." seru Levis.
Dia mencium punggung tangan Danis dengan sopan dan mempersilakannya menuju ruang tamu.
Danis dan Roni duduk diruang tamu, sementara Levis duduk dihadapan mereka. "Jadi, apa yang terjadi antara kamu dan Vivi?" tanya Danis dengan nada yang tenang.
Levis menarik napas dalam-dalam sebelum memulai penjelasannya. "Vivi dan aku bertengkar karena aku masih mencintai Giska," kata Levis dengan jujur.
Roni menghela napas frustrasi. "Levis, kamu tahu bahwa perjodohan ini sudah disepakati oleh kita berdua. Mengapa kamu masih saja memperumit keadaan?" tanya Roni dengan nada kesal.
Danis mengangkat tangan untuk menenangkan Roni. "Tunggu, Ron. Biarkan Levis menjelaskan," kata Danis.
Levis melanjutkan penjelasannya. "Aku tidak bisa mencintai Vivi seperti yang dia inginkan. Aku sudah memiliki perasaan kepada Giska sejak lama, dan aku tidak bisa mengubahnya," kata Levis dengan nada yang lembut.
Danis mengangguk paham. "Aku mengerti, Levis. Tapi kamu juga harus memahami posisi Vivi. Dia mencintaimu dan ingin memiliki kamu," kata Danis.
Levis menggeleng. "Aku tidak bisa memalsukan perasaan, Om. Aku tidak ingin menyakiti Vivi lebih lanjut," kata Levis dengan nada yang tegas.
Roni berdiri dan berjalan mondar-mandir diruang tamu. "Levis, kamu harus mempertimbangkan kembali keputusanmu. Perjodohan ini sangat-,"
"Aku tidak bisa melakukannya, Papi. Aku tidak ingin hidup dengan pura-pura mencintai seseorang," sela Levis dengan nada yang kuat.Levis berdiri dan menatap papinya dengan tegas.
Danis mengangguk paham dan berdiri. "Baiklah, Ron. Aku rasa kita sudah cukup membahas hal ini. Levis, kamu boleh pergi ke kamarmu sekarang," kata Danis dengan nada yang lembut.
Levis mengangguk dan berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya.
Setelah Levis pergi Danis menoleh kepada Roni. "Ron, kita tidak bisa memaksakan Levis untuk menikah dengan Vivi jika dia tidak mencintainya. Itu hanya akan membuatnya dan Vivi tidak bahagia," kata Danis dengan nada yang bijak.
"Dan mengapa kamu tidak berkata jujur Jika Levis telah memiliki kekasih? Jika aku tahu kenyataannya seperti ini aku mungkin tidak akan menjodohkan putriku dengan putramu." ujar Danis Papi kandung Vivi.
Roni menghela napas frustrasi. "Tapi, Danis--"
"Ron, kamu tidak bisa memikirkan hanya tentang uang. Levis bahagia juga penting. Tolong kembalikan uangku, aku akan menjodohkan putriku dengan putra dari pengusaha lain. Terima kasih." sela Danis segera pergi dari sana.
Roni terdiam, dia tahu bahwa Danis benar. Dia tidak bisa memaksakan Levis untuk menikah dengan Vivi jika itu tidak membuatnya bahagia. Tapi bagaimana dengan perusahaannya?
Sementara itu, dikamar Levis, dia duduk ditempat tidur dan menatap foto Giska yang ada ditangannya. Dia masih mencintainya, dan dia tidak bisa melupakan perasaannya itu.