CERITA KITA

Kini Raya tengah berdiri didepan gedung perkantoran, bertuliskan Darmawangsa Corp, sudah sangat lama wanita ini tidak menginjak kan kakinya kekantor keluarganya sendiri, dia menarik nafasnya panjang, dan memperbaiki penampilan-nya, seakan dia akan melamar pekerjaan saja.

"Pagi nona Raya"

"Astaga pak!" Raya kaget, karena tiba-tiba panjang menyapa dirinya dari belakang, "Lain kali kalau mau bersuara, berdirilah didepan saya pak" kesal Raya, Raya pun masuk kedalam, dia sangat tahu Dimana ruangan kakaknya itu.

Tanpa permisi atau mengetuk pintu, Raya masuk begitu saja, sehingga kedatangan Raya mengalihkan pandangan sang Kaka.

"Pagi Kaka," Raya berjalan cepat menghampiri kakak-nya dan memberi ciuman sayang di pipi sang Kakak, padahal Raya hanya ingin memberikan stempel di pipi Kakak satu-satunya itu, yang begitu datar jika padanya, namun tetap hangat.

"Ada apa?" Selidik sang Kakak, karena tidak biasanya Raya datang ke kantor, Apa lagi sepagi ini.

Tiba-tiba Raya merasa gugup, padahal tadi didepan kantor wanita itu begitu semangatnya, bahkan kata-kata yang ingin wanita itu lontarkan, sudah di pikirkan sejak semalam, kenapa jadi hilang seketika setelah melihat tatapan kakaknya.

Zay berdecak kesal, karena sang adik bukannya menjawab, malah menunduk dan memainkan kukunya, tanda adiknya itu gugup, "Apa uang jajanmu kurang, jika iya bukannya kamu hanya perlu menelpon, untuk apa jauh-jauh kesini!"

"Ehem, itu kak, apa ya" Raya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ini semua gara-gara mamahnya, mamahnya itu paling bisa membuat Raya dalam Masalah besar.

"Katakan saja, bukannya kamu tidak pernah se gugup ini."

Raya mendongak, "Mamah meminta Raya untuk membujuk Kakak untuk menerima kak Lian dan mau bertunangan Minggu depan" lirih Raya, Raya memejamkan matanya setelah mengatakan itu, takut-takut kakaknya akan menyentil keningnya seperti biasa.

"Kakak sudah menyetujui pertunangan itu, bahkan mamah tau itu semua, lalu untuk apa dia memintamu kesini"

Raya mendongak, dia menatap kakaknya tidak percaya, "Kakak beneran menerima perjodohan ini? Karena mamah mengira Kakak akan kabur dan tidak jadi tunangan dengan kak Lian" namun Raya tiba-tiba diam sejenak, nama itu seperti tidak asing, "Kakak, kok Raya merasa tidak asing ya dengan nama Lian" Raya mencoba mengingat itu, namun tidak lama senyum itu mengembang, "yang mengatai Kakak gendut dulu kan" Raya mencoba menahan tawa.

"Sialan!" Umpat Zay, akhirnya tawa Raya pecah.

"dunia sungguh sempit ya Kakak" tawa Raya masih meledak disana, sehingga gumpalan tisu melayang, mengenai kepala Raya.

"Ok, ok maaf, terus bagaimana dengan kak Jeny kak? Apa kak Jeny terima akan kabar ini?" Zay hanya mengedipkan bahunya acuh, sudah pasti Jeny akan marah, dia akan memberi tahu jeny pelan-pelan, begitulah pikir Zay.

"Kenapa Kaka tidak terus terang saja sama mamah, kalau Kaka hanya ingin menikah dengan kak Jeny," terang Raya.

"Sudah basi itu semua, mamah tidak bisa dibantah, kalau pun bisa, pasti mamah dan papah akan bertengkar" Zay mengumpat kenekatan Lian, wanita itu benar-benar telah menguji kesabaran-nya, bahkan terang-terangan menentang dirinya dan mengabaikan ancaman-nya malam itu.

"Lupakanlah masa lalu kak, siapa tahu kak Lian sudah benar-benar berubah, dan kamu tahu sendiri, pilihan mamah selalu terbaik" meski Raya belum begitu dewasa, tapi dia tau seperti apa mamahnya.