S 2. Novel "Jejak Luka"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca Novel ini. Agar bisa mengikuti lanjutan kisah 'rudapaksa yang dialami oleh seorang gadis bernama Enni bertahun-tahun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kekejaman seorang pria bernama Barry, Enni dibantu oleh beberapa orang baik untuk menyembuhkan luka psikis dan fisiknya di sebuah rumah sakit swasta.
"Mampukah Enni menghapus jejak trauma masa lalu dan berbahagia?"
Ikuti kisahnya di Novel "Menghapus Jejak"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia selalu. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Keluarga Mathias 4.
...~•Happy Reading•~...
Mathias jadi berpikir keras dan cepat untuk menjelaskan dengan baik, kondisi Enni. "Begini, Bu... Enni mengalami kekerasan sekseual dari iparnya... setelah itu, dia lari dari rumah. Lalu alami kekerasan lagi oleh orang yang menolongnya." Mathias mulai menjelaskan.
"Dalam keadaan Luka parah, dia melarikan diri dari orang itu dan ditemukan oleh security RS Sopaefams. Dek Kiran yang sedang bertugas, menolongnya. Lalu hubungi Thias untuk lakukan penuntutan pada orang itu."
"Sekarang kami akan melakukan penuntutan. Jadi biarkan dia di sini sampai kasusnya selesai. Selanjutnya, nanti kita pikirkan lagi setelah kasusnya diputuskan."
"Thias hanya cerita intinya saja, buat Ibu. Proses penuntutan sedang dilakukan Bagas, sebab Thias sedang konsen dengan kasus di Semarang." Mathias tidak menceritakan profesi Enni dan rincian peristiwa yang dialami Enni dengan Barry kepada Ibunya, agar tidak membuat ibunya kepikiran.
"Kasihan sekali Enni. Ibu tanya ini, sebab tadi ibu rasakan kesedihannya saat bicara dengan Ibu di kamar ini."
"Ibu yakin ada yang dia pendam dan pikirkan. Apa dia tidak punya keluarga, Nak? Mungkin dia mau bertemu dengan keluarganya."
"Dari cerita Dek Kiran, ada Bu. Tapi dia tidak mau bertemu dengan iparnya itu. Dia masih trauma dengan orang itu. Nanti Thias bicara lagi dengannya."
"Ooh, Ibu mengerti. Kalau dia tidak mau bertemu dengan Iparnya, mungkin Thias bisa bantu agar keluarga kandungnya bisa ke sini bertemu dengannya."
"Baik, Bu. Nanti kita lihat setelah Thias bicara dengannya. Kasusnya tidak mudah, sebab kita belum tau keluarganya bisa dipercaya atau tidak."
"Ooh, iya. Ibu serahkan padamu. Kalau perlu bantuan Ibu, Thias bilang saja."
"Sementara ini, Ibu jaga saja, agar sopir ngga dekat-dekat dengannya. Thias belum bicara dengan Dek Kiran, jadi belum tahu kesehatan mentalnya. Dia sudah bisa berinteraksi dengan lawan jenis atau belum."
"Kalau Thias dan Bagas, dia sudah kenal dan percaya kami akan menolongnya. Jadi dia tidak merasa terancam atau terganggu dengan kehadiran kami. Kalau orang yang baru, Thias belum tau, nanti kita lihat sambil jalan."
"Baik. Tolong bicara dengan Nak Am, mungkin Juha libur ijinkan main ke sini. Tadi Ibu lihat wajahnya sedikit cerah, saat Juha bicara. Mungkin bisa bantu menghibur dan menyebuhkan traumanya."
"Nanti Ibu bicara dengan Am saja. Sesama wanita pasti lebih mengerti." Mathias mengerti maksud Ibunya.
...~▪︎▪︎▪︎~...
Di sisi yang lain ; Ambar dan Enni sedang di ruang makan bersama Juha. Ambar membantu Bibi menyiapkan minuman untuk mereka sekeluarga minum teh sore.
"Mba, saya bisa bantu?" Tanya Enni yang mendekati Ambar di dapur. Dia tidak bisa memanggil nama saja seperti yang diminta Ambar. Mungkin usia mereka sama, tapi sikap dan cara Ambar membuat Enni merasa segan dan menghormatinya.
^^^Ambar membiarkan saja, agar Enni bisa merasa nyaman dan tidak banyak dituntut harus begini atau begitu darinya.^^^
"Sementara ini, Enni lihat saja dulu, ya. Mungkin besok-besok bisa bantu Bibi untuk nyiapin sesuatu yang diperlukan di sini. Sementara saya belum bisa ser8ng ke sini, sebab masih punya bayi. Jadi mungkin Enni bisa bantu ngobrol-ngobrol sama Ibu kalau beliau sedang merasa enak."
"Kalau beliau merasa sakit, hanya di tempat tidur atau dilarikan ke rumah sakit. Kami bersyukur, semenjak saya melahirkan, Ibu tidak sering ke rumah sakit lagi." Ambar berbicara pelan dengan Enni.
"Iya, Mba... Trima kasih buat semuanya. Trima kasih sudah ijinin Pak Mathias membantu saya."
"Ngga usah pikirkan itu... Kalau suami saya sudah bilang akan bantu tangani kasusnya, percaya saja padanya. Yang penting, Enni bicara jujur padanya, jangan ada yang ditutupi."
Iya, Mba... Trima kasih..." Ucap Enni pelan.
"Enni tolong tatain ini di piring, ya. Piringnya minta sama Bibi saja." Ambar memberikan kotak berisi wingko yang dibawa Mathias. Dia sengaja mengatakan itu, agar Enni belajar menyesuaikan diri dan tidak kaku di rumah.
"Tante cantik, Juha minta, ya..." Juha tersenyum senang melihat wingko berukuran besar yang ada dalam piring yang diletakan Enni di atas meja.
"Juha, bagi dua..." Ucap Ambar yang mendengar permintaan Juha pada Enni. Lalu dia dan Bibi meletakan cangkir dan teko berisi teh di atas meja.
"Iya, Ma. Tante cantik, suka ini?"
"Ngga tanya Mama?"
"Mama nanti makan satu..."
"Ooh, jadi Juha mau Tante cantik makan stenga saja?"
"Ngga, Ma. Tante cantik makan satu stenga, biar pipi bisa seperti Juha." Ucapan Juha membuat mereka tertawa bersamaan, termasuk Enni.
"Ada apa ini?" Mathias keluar dari kamar sambil menggendong Ibunya.
^^^Suster segera mendorong kursi roda ke arah meja makan, agar Mathias bisa mendudukan Ibunya dengan mudah.^^^
"Ada yang ngerayu Tante cantik makan banyak, supaya pipinya bisa disaingi, Pa." Ucap Ambar dan semua kembali tertawa.
"Enni, ada yang diperlukan dalam waktu dekat? Bisa bicara dengan Mama Juha." Ucap Bu Titiek saat mereka sedang minum teh.
"Ada, Bu. Mau potong rambut. Agak repot keramas atau disisir. Dr Kiran bilang, pulang ke sini baru potong." Enni mulai belajar berani mengutarakan yang dia perlukan.
"Ooh... Rambut Enni, panjang?" Tanya Bu Titiek sambil melihat Enni dengan serius.
^^^Mendengar permintaan Enni, Mathias segera memberikan kode buat Ambar untuk tangani, sebab dia khawatir Enni cerita mengapa rambutnya bisa panjang, karena disekap lama.^^^
"Lumayan panjang, Bu. Di bawah pinggang." Enni menunjuk bawah pinggangnya.
"Enni mau potong segimana?" Tanya Ambar cepat, karena mengerti maksud suaminya.
"Pendek saja, Mba. Mungkin sebahu atau leher, biar ngga capek." Enni berkata sambil menunjukan bahu dan lehernya.
"Kalau begitu, setelah minum, kita ke salon." Ambar cepat menanggapi.
"Ngga usah, Nak... Kita telpon pegawai salon ke sini saja. Nanti Ibu panggil pegawai salon yang datang dadan kita waktu kalian nikah."
"Baik, Eyang... Setelah ini bisa dilakukan." Ambar langsung menyetujui.
^^^Setelah minum teh sore, Bu Titiek telpon pegawai salon yang biasa datang ke rumah untuk memotong rambut Enni.^^^
"Pa, ada Enni. Kita makan malam di sini saja, ya." Bisik Ambar kepada Mathias, saat melihat Enni sedang bantu Bibi di dapur
"Atur, saja. Jangan lupa telpon Seni, agar ngga nunggu kita makan malam dan bisa lihat El'el." Mathias mengerti maksud istrinya.
...~▪︎▪︎▪︎~...
Beberapa waktu kemudian, Mathias dan Ambar juga Juha kembali ke rumah setelah Enni memotong rambut dan mereka makan malam bersama.
"Juha, sini... Papa Thias temani ke kamar. Biar Mama temani Ade El'el, dulu." Mathias mengajak Juha ke kamarnya, agar mereka bisa lekas istirahat.
"Pa, Tante cantik saudara Papa Thias?" Juha bertanya saat sudah naik ke tempat tidur dan Mathias mencium kepalanya. Mathias jadi melihat Juha dan berpikir serius dan cepat.
^^^Juha bertanya demikian, karena sebelumnya dia diberitahu oleh Mathias bahwa dr Kirana dan Sari adalah saudaranya. Jadi Juha berpikir, Enni juga adalah saudara Mathias.^^^
"Mmmm... Tante Enni teman auntie Kiran. Sekarang tinggal di rumah Eyang untuk temani Eyang. Juha harus hormati dan sayang juga, ya." Mathias menjelaskan sebisanya, agar bisa dimengerti Juha, lalu mengajak dia berdoa.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...