NovelToon NovelToon
Danke, Häschen !!!

Danke, Häschen !!!

Status: tamat
Genre:Romantis / Perjodohan / Nikahmuda / Mafia / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua / Tamat
Popularitas:1.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Mei Shin Manalu

Erie, seorang gadis berusia 19 tahun yang mempunyai nasib malang, secara tiba-tiba dinikahkan oleh bibi angkatnya dengan pria bernama Elden. Tidak hanya bersikap dingin, pria tampan nan kaya raya itu juga terkesan misterius seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari Erie. Kira-kira bagaimana cara Erie bertahan di dalam pernikahannya? Apakah Erie bisa merebut hati sang suami ketika ia tahu ternyata ada wanita lain yang menempati posisi istimewa di dalam hidup suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Shin Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Devil Man

Erie mencoba untuk sadar. Matanya menyipit akibat sinar matahari pagi yang menembus jendela-jendela kamarnya. Semilir angin juga seolah ingin menyapa perempuan itu. Ia melihat sekelilingnya kemudian ia bernapas lega. Ternyata ia sudah berada di kamarnya. Karena terakhir kali, ia ingat bahwa dirinya masih berada di kamar mandi.

Erie menggerakkan tubuhnya namun gerakan perempuan itu tertahan selang infus dengan jarum yang tertusuk di tangan kirinya. Erie ingin melepaskan benda itu. Ia sudah tidak betah berlama-lama berbaring di ranjangnya. Saat hendak mencopot jarum suntik infusnya, tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Hal itu membuat Erie mengurungkan niatnya. Ia kembali menutup mata dan berpura-pura tertidur.

“Selamat pagi, Nyonya.” Marline, orang yang masuk itu menyapa Erie karena ia tahu kalau majikannya itu sudah bangun meskipun Erie masih meneruskan lakonnya. “Nyonya, saya membawa sarapan untuk Anda,” kata Marline sambil meletakkan nampan yang berisikan makanan dan minuman di atas nakas. Melihat sepertinya Erie masih enggan bangun, Marline memutuskan untuk membuka jendela sedikit agar ada pertukaran udara di dalam ruangan Erie.

“Sudah berapa lama aku tertidur?” kata Erie sembari membuka matanya. Ia agak terganggu dengan hembusan angin yang mengusik anak rambutnya.

“Dua hari, Nyonya,” ucap Marline sambil berdiri di samping tempat tidur Erie.

“Dua hari?” Erie membelalakkan matanya. Mengapa ia bisa tertidur begitu lama? Apakah karena selama ini ia sulit sekali untuk tidur? Pasca kematian Dicken, rasa bersalah terus saja menghantuinya saat Erie mencoba untuk tertidur.

“Benar, Nyonya. Saya telah menyiapkan sarapan dan membawanya ke sini. Jika ada makanan yang Anda inginkan, saya akan menyiapkan lagi, Nyonya.” Marline mengangkat kembali nampannya dan mendekatkannya kepada Erie.

“Tidak Marline. Aku sedang tidak ingin makan,” ucap Erie sambil tangannya menjauhkan nampan.

Marline meletakkan kembali nampan itu di atas nakas. “Saya mohon, Nyonya. Anda sudah berhari-hari tidak makan.”

“Aku tidak berselera Marline. Sekarang kau keluarlah,” perintah Erie. Marline hanya bisa menuruti perkataan Erie. Ia menunduk dan memberikan hormat.

Saat Marline ingin menutup pintu diluar kamar Erie, gerakan wanita tua itu terhenti. Ia menunduk untuk memberikan hormat kepada orang yang menghentikan langkahnya tersebut.

“Bagaimana keadaannya?” suara baritone Elden membuat Marline semakin menunduk. Ia merasa bersalah karena tidak berhasil menjaga nyonyanya itu.

“Beliau sudah sadar Tuan. Tetapi...” Marline memejamkan matanya, lalu membukanya. “Tetapi Nyonya masih tidak ingin makan Tuan,” katanya dengan nada gemetar. Ia takut akan mendapatkan amukan dari Elden lagi.

“Kau tidak bisa membujuknya? Bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk memaksanya?”

Marline semakin tertunduk. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia memang salah karena gagal membujuk nyonyanya. Dan itu berarti ia telah melalaikan perintah Elden.

Elden menghembuskan napasnya dengan kasar. “Beri tahu Mario aku tidak bisa ke kantor hari ini.”

Marline mengangguk mengerti lalu wanita tua itu pergi dari tempat itu.

Elden membuka jasnya dan melemparkannya ke sofa. Pria itu mencopot dasinya dan membuka kerah kemeja birunya. Kemudian ia menggulung kemejanya hingga ke siku. “Kau tidak mau makan?” ucapnya sambil berjalan ke ranjang Erie. Lalu, pria itu duduk di samping ranjang Erie.

Erie memalingkan wajahnya. Ia sangat malas berurusan dengan pria itu.

“Kau masih keras kepala.” Pria itu menatap Erie. “Bagus sekali Vallerie. Kau tidak peduli dengan keadaanmu kan? Bagaimana dengan keadaan para pelayanmu? Kau masih tidak peduli?”

Ucapan Elden berhasil mencuri perhatian Erie. Perempuan itu mengarahkan pandangannya untuk menatap Elden. “Apa maksudmu?”

“Aku telah memerintahkan mereka untuk tidak makan selama kau belum menyentuh makananmu. Bagaimana? Kau masih tidak peduli?”

“Dasar iblis,” kata Erie dengan nada sarkastis.

Elden tersenyum sinis. “Terima kasih pujianmu.” Pria itu bangkit dari ranjang Erie dan berdiri di sampingnya. “Kau tahu aku bisa melakukan apa saja, termasuk menghilangkan nyawa seseorang. Jadi terserah padamu, lakukan perintahku atau jika tidak, mereka akan mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi.”

Elden melangkahkan kakinya. Dengan segera Erie menghentikan Elden. Perempuan itu mencegatnya dengan memegang salah satu tangan Elden. “Tunggu!” cegat Erie.

Elden berhenti. Ia membalikkan tubuhnya. Dalam hatinya ia merasa senang karena bisa menang dari perempuan itu.

Erie menarik napas dalam sebelum ia bicara, lalu tangannya yang lemah itu berusaha meremas tangan Elden. “Jangan siksa mereka! Aku akan menuruti perintahmu,” kata perempuan tersebut pasrah.

Elden mendekati Erie. Ia duduk di ranjang Erie. “Jadi kau akan makan?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan kepala dari istrinya. “Pilihan yang tepat,” kata Elden sambil membantu Erie untuk duduk. Pria itu mengambil nampan yang ada di atas nakas, nampan yang berisi makanan yang tadi dibawa oleh Marline. “Aku tidak akan pergi sebelum kau menghabiskan makananmu,” lanjutnya dengan tegas.

Erie mengambil nampan itu dan meletakkannya di pangkuannya. Ia mulai menyendokkan makanan sedikit demi sedikit dan memaksanya untuk masuk ke dalam perutnya.

“Setelah kau pulih, kau akan kembali ke kantor,” ucap Elden tanpa mengalihkan tatapannya dari Erie.

Erie mengangguk. Ia tidak peduli lagi dengan apapun yang diucapkan Elden. Ia akan melakukan semua perintah Elden layaknya seperti robot. Bukankah itu yang diinginkan oleh suaminya?

Erie meneruskan aktivitasnya memakan makanan yang ada di nampan. Setelah habis, Erie menyerahkan nampan itu ke Elden.

Elden mengambil nampan yang berisi piring kosong itu dengan senang. “Good girl," katanya sambil tersenyum. Ia memegang kepala Erie dan mengelusnya sebentar lalu membawa nampan itu keluar dari kamar Erie.

Erie menatap sosok Elden yang perlahan-lahan menghilang itu dengan tatapan kosong. Jika dahulu mungkin saja ia akan salah tingkah dengan perlakuan Elden, tapi sekarang tidak. Perlakuan Elden tersebut dianggapnya hanya sebagai ancaman untuk menuruti perintah dari pria itu.

XXXXX

Sesuai dengan janjinya, beberapa hari kemudian, Erie kembali bekerja. Ia sudah bersiap dengan pakaian kantornya yang sederhana namun elegan. Sebenarnya banyak keanehan yang Erie dapatkan dari Elden pada hari itu. Pertama, suaminya itu tidak mengizinkan Erie untuk pergi dengan supir seperti biasanya. Elden justru menunggunya untuk menghabiskan sarapan bersama. Pria itu juga memerintahkan Erie untuk berangkat bersamanya. Namun, hal itu bukan berarti Elden ingin mengumumkan rahasia pernikahan mereka. Sebab Elden dan Erie akan masuk ke dalam gedung kantor itu secara terpisah. Elden hanya mengizinkan Erie memasuki kantor beberapa menit setelah ia sampai di ruangannya.

Keanehan kedua Erie dapatkan di dalam gedung pencakar langit itu. Saat tiba di lantai tempatnya bekerja, Erie dikejutkan karena tidak menemukan ruangannya. Perempuan itu ingin menanyakannya kepada Elden. Ia berjalan menuju ke ruangan Elden dan mengetuk pintu. Ketika mendengar izin dari Elden, Erie membuka pintu itu dan masuk ke dalam.

“Kau akan bekerja di dalam ruangan ini,” ujar Elden tiba-tiba padahal Erie belum berkata apa pun.

“Maksud Anda, Tuan?” tanya Erie bingung.

“Bukankah kau mencari ruangan kerjamu? Aku telah memindahkannya ke sini. Kau bisa bekerja di sana,” kata Elden seraya menunjuk ke sebuah meja kerja Erie yang terletak di dekat sofa, tempat Elden biasanya menerima tamu.

“Baik Tuan.” Erie menunduk lalu berjalan menuju mejanya. Sudah satu kantor, sekarang mereka berada di dalam satu ruangan yang sama pula. Bukankah ini hal yang mengerikan? Tak pernah sekali pun Erie membayangkan Elden akan melakukan hal itu. Sudahlah. Karena sebelumnya Erie sudah memutuskan untuk hidup sebagai boneka, maka yang harus ia lakukan hanyalah menuruti perintah Elden dengan patuh. Semua itu ia lakukan untuk menjaga semua pelayan yang sudah melayaninya dengan baik.

Erie meletakkan tasnya. Ia menghidupkan komputernya dan membuka setumpuk dokumen yang ada di atas mejanya. Pelan-pelan Erie mulai bekerja untuk mengatur jadwal Elden. Saat tengah serius, tiba-tiba suara dering telepon menghentikan aktivitas Erie. Dengan cepat perempuan itu mengangkatnya. “Ya Tina?” katanya setelah mengetahui dari nomor yang tertera bahwa orang yang menghubunginya adalah sekretaris kedua Elden.

“Apakah Tuan Elden ada di ruangan?” ujar Tina dari sambungan telepon.

“Ya. Beliau ada di sini.”

“Tolong sampaikan bahwa ada seorang wanita menunggunya. Apakah beliau akan menerimanya atau tidak?”

“Baiklah.”

Erie meletakkan gagang telpon di atas meja. Ia sengaja melakukan itu agar sambungannya tidak terputus. Kemudian Erie berjalan menuju ke meja kerja Elden. “Tuan, ada seorang wanita ingin bertemu Anda.”

“Suruh dia masuk,” jawab Elden tanpa memandang ke arah Erie.

“Baik, Tuan.”

Erie menjauhi Elden. Ia mengangkat gagang telepon tadi dan menyampaikan apa yang dikatakan Elden.

Beberapa saat kemudian, wanita yang disebutkan oleh Tina masuk ke dalam ruangan Elden. Wanita itu berjalan dengan santai ke arah Elden. Bahkan ia dengan berani memeluk pria itu dan mengecup bibir Elden dengan mesra. Lalu, mereka berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti Erie.

Sekilas Erie melihat wajah wanita itu. Erie sama sekali tidak mengenalnya. Sudahlah. Erie tidak mau mempedulikannya. Ia melanjutkan pekerjaannya seperti biasa walaupun setelah hari itu, hampir setiap hari wanita itu datang ke ruangan Elden. Entah sekedar mengobrol atau melakukan kegiatan percumbuan mereka.

XXXXX

“Nona Erie? Lama tidak bertemu. Boleh saya bergabung?” Sebuah suara yang terdengar familiar mengusik Erie. Perempuan itu memalingkan pandangannya dari buku menu. “Oh, hai tuan Devin. Tentu saja, silakan duduk,” ucap Erie ramah.

Devin berjalan dan duduk di kursi di depan Erie. “Saya rasa wajah Anda sedikit pucat, apa Anda baik-baik saja, Nona?”

“Benarkah? Mungkin itu hanya perasaan Anda, Tuan. Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Anda?”

“Saya sangat baik dan semakin baik setelah berjumpa dengan Anda,” kata Devin sembari tersenyum. “Oh ya, hari ini ada menu spesial dari restoran kami. Apakah Anda ingin mencicipinya?” lanjutnya.

Erie berpikir sejenak. Jika ia menyetujui permintaan Devin itu artinya Erie harus meluangkan waktu untuk mengobrol dengan laki-laki itu. Sebenarnya ia tak punya banyak waktu karena harus menyelesai lembar kontrak kerja sama perusahaan. Akan tetapi, setelah dipikir-pikir, pekerjaan itu tidak terlalu mendesak. Lagi pula, ruangan itu terasa tidak nyaman karena Elden mempunyai tamu istimewanya yang berkunjung sejak dua jam lalu. Ya, tamu itu adalah wanita yang tempo hari datang dan sering datang beberapa hari belakangan.

“Jangan khawatir Nona. Karena saat ini menu tersebut masih dalam percobaan, jadi Anda tidak perlu membayarnya.” Ucapan Devin membuyarkan pikiran Erie akan ruangan Elden. Dengan cepat perempuan itu mengangguk. “Baiklah.”

Devin memanggil pelayannya untuk menyiapkan menu baru restoran mereka. Setelah pelayannya pergi, Devin kembali memandang Erie yang sibuk membuka sebuah majalah yang memang disiapkan oleh pihak restoran untuk menemani para pelanggan yang sedang menunggu.

“Apakah minggu kemarin Anda bertugas di luar kota, Nona?” tanya Devin memecahkan kesunyian yang terjadi antara dirinya dan Erie.

“Maaf, Tuan?”

“Maksud saya beberapa minggu belakangan saya jarang melihat Anda berkunjung ke restoran ini. Saya bertanya-tanya apakah Anda waktu itu bertugas di luar kota?”

Usai mengutarakan kalimatnya, Devin menelisik wajah Erie. Karena mendapatkan rasa tidak suka dari perempuan itu, Devin buru-buru meralat perkataannya. “Jika Anda tidak nyaman, Anda tidak perlu berkata apapun, Nona. Maafkan saya karena terlalu ikut campur urusan Anda.”

Erie menanggapi perkataan Devin dengan senyuman. Beberapa saat kemudian, dua orang pelayan membawa makanan yang tadi mereka pesan. Devin memperhatikan mimik wajah Erie saat perempuan itu mencicipi menu baru miliknya. “Bagaimana rasanya, Nona?” tanyanya penasaran.

“Wah, ini sangat enak, Tuan. Saya rasa makanan ini akan menjadi salah satu menu yang banyak disukai,” ujar Erie dengan mata berbinar.

“Begitukah? Terima kasih, Nona.” Devin menghembuskan napas lega. Tidak hanya karena menu barunya yang mendapatkan tanggapan positif, cara bicara Erie yang terus terang itu juga membuatnya lega. Sebab selama ini, Erie terkesan sangat canggung jika berbicara dengannya.

“Anda tahu Nona, beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan teman lama saya di kapal pesiar. Dan ternyata teman saya itu mengaku mengenal Anda,” kata Devin setelah mereka menghabiskan makan siang mereka.

Erie mengerutkan keningnya. Siapa orang yang mengaku mengenalnya? Seingatnya ia tidak pernah mengenal orang-orang apa lagi dari negara lain. Ia tak menanggapi dan memilih untuk membiarkan Devin melanjutkan ucapannya.

“Awalnya saya tidak percaya, tetapi dia mengaku bahwa telah mengenal Anda sejak kecil. Bahkan dia mengaku sebagai kakak Anda,” sambung Devin.

Erie semakin bingung. “Kalau saya boleh tahu, siapa orang itu, Tuan?”

Devin meneguk minuman di gelasnya. “Namanya Stefan. Stefan Johnson. Apakah Anda mengenalnya?”

Erie terkejut dan matanya terbelalak. “Ya. Dia adalah kakak saya. Tapi bagaimana Anda bisa mengenalnya?”

Devin ikut terkejut. Bahkan pria itu hampir tersedak. “Wah! Saya tak menyangka ternyata benar. Saya kira dia hanya berkata bohong.” Devin mengelap bibirnya dengan tisu. “Saya dan Stefan adalah teman satu universitas, Nona. Tentu saja universitas di negara saya. Setelah lulus dia mengikuti ayahnya untuk berlayar dan saya melanjutkan bisnis keluarga.”

Erie mengangguk-anggukan kepalanya. Terakhir kali ia bertemu dengan kakaknya itu juga saat ia berada di sebuah kapal pesiar.

“Hampir setiap hari selama masa perkuliahan dulu, Stefan selalu membicarakan tentang adiknya. Selama ini dia tak pernah menyebutkan nama adiknya itu. Namun, beberapa hari yang lalu, Stefan berkata bahwa nama adiknya adalah Vallerie Leontyne. Saat itu, saya langsung memikirkan tentang Anda.”

Devin terus menceritakan kehidupannya bersama Stefan dan Erie mendengarkan dengan antusias. Bahkan perempuan itu lupa bahwa waktu istirahatnya sudah habis.

**XXXXX

Dukung novel ini dengan tinggalkan like, comment dan vote… ♥️

Danke… 😍

By: Mei Shin Manalu**

1
sakura
...
Virgo Girl
Baru mampir Kak. Awal yg cukup menarik ❤❤
refi Tanjungpinang
amazing proud off u
Youleannaa
bagus
Rieenee
ini tahun 2020 skrg aku datang lagi di tahun 2024 tuk baca kembali novel ini
Rieenee
terima kasih mei sudah membuat novel yg bagus ini aku mampir lagi k sini setelah cukup lama ga buka aplikasi ini
Aerik_chan
Kak aku tunggu karya kakak di platform ini
Almeera
elden juga suka nyelup sm jessi padahal sudh ada istri nya si eri
katanya bucin
Mina Rasi
aku kalau punya tante macam betty tu, udah ku kasih racun dia 😭😭
Ibu Endang
keren thor dr awal baca sampai akhir cerita sangat menarik, banyak rasa greget dihati dlm setiap babnya. menarik dan untuk mu thor semangat dalam menulis novel💪💪💪
Ibu Endang
membaca sampai bab ini sungguh menguras air mata thor,
Aba Bidol
💐
Sekar Nur Noviyanti
woooow keren
Sekar Nur Noviyanti
woooow keren
Liliana
Mereka bersaudara
Idasesoega
jika suatu saat kau tdk... pistolku dst

apa BAWA ya...
Allessha Nayyaka
Mantap karyamu othor
Kl diangkat ke layar lebar pasti penonton nya kyk semut antrinya
Allessha Nayyaka
satu kata untuk karyamu thoor

kereeen
Fawas Aficieanna
penggambaran yg sangat menyentuh untuk cinta elden yg luar biasa ke erie😍
Fawas Aficieanna
bagus banget ceritanya menyentuh hati
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!