ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencoba Menghindar
Saima dan Aisa tersenyum melihat Naura muncul di dapur saat hari masih pagi.
"Selamat pagi, non." Sapa Aisa. Entah kenapa ia lebih senang memanggil Naura dengan sebutan nona dari pada nyonya.
"Selamat pagi, bi. Masak apa?"
"Nasi uduk, tempe goreng sama ayam sambal balado, non."
Naura hanya mengangguk. Sebenarnya ia ingin buat sarapannya sendiri namun karena ia ingat kalau hari ini gilirannya Indira, maka dia memutuskan untuk menemui Lisa yang sudah bangun dan sedang menikmati segelas susu di ruang tamu.
"Selamat pagi, Lisa!"
"Selamat pagi bunda Naura."
"Kelincinya sudah di beri makan?"
"Sudah. Kemarin Lisa tunggu, bunda Naura nggak datang. Jadi pagi ini Lisa nggak mau menunggu lagi."
"Maafkan bunda ya? Kemarin bunda bangunnya terlambat."
Lisa tersenyum. "Dimaafkan."
Regina yang baru keluar dari kamarnya mendekati Naura dan Lisa.
"Naura, kemarin kamu dan mas pergi ke mana?" tanya Regina.
"Kami pergi ke air terjun."
"Air terjun? Memangnya di sini ada air terjun?" Regina mengerutkan dahinya.
"Ada mba. Tempatnya jauh di dalam hutan."
Mendengar kata jauh di dalam hutan, Regina sedikit bergidik. Ia tak suka suasana hutan, di samping banyak nyamuk dan binatang kecil lainnya yang suka mengigit, Regina takut dengan ular.
Pintu kamar Indira terbuka. Regina dan Naura yang memang arah berdirinya tepat di pintu itu, melihat Indira yang keluar bersama Wisnu. Keduanya nampak baru selesai mandi karena rambut mereka basah. Indira dengan senyum manisnya, menggandeng tangan Wisnu.
"Selamat pagi ayah, selamat pagi bunda Indira." Sapa Lisa.
"Selamat pagi semua!" ujar Indira sedangkan Wisnu hanya tersenyum manis pada Lisa.
Regina terkejut melihat Wisnu yang keluar dari kamar Indira. Hatinya menjadi panas. Bukankah semalam masih malam free nya mas Wisnu? Ngapain mas keluar dari kamarnya?
"Mas, aku mau lihat sarapannya dulu ya?" Ujar Indira manja lalu melepaskan tangannya yang melingkar di lengan Wisnu.
Wisnu hanya mengangguk. Indira pun langsung menuju ke belakang dan langsung diikuti oleh Regina.
Wisnu dan Naura yang masih ada di ruang tamu nampak juga saling diam. Wisnu pun segera menuju ke ruang kerjanya tanpa bicara apa-apa. Naura nampak tak peduli. Ia mengajak Lisa yang sudah selesai minum susu untuk melihat kelincinya.
Sementara itu Regina yang mengikuti langkah Indira segera menahan langkah madunya itu.
"Indira!"
Indira menghentikan langkahnya dan menoleh dengan kaget.
"Ada apa, mba?"
"Mengapa mas keluar dari kamarmu?"
"Karena mas memang semalam tidur bersamaku. Memangnya ada apa?"
"Apa? Giliran mu kan nanti malam ini."
Indira tersenyum. "Mba, semalam kan mas capek. Mas meminta saya untuk memijatnya. Selesai dipijat, eh mas jadi bergairah. Masa sih aku nggak melayaninya." Kata Indira dengan wajah nya yang berseri-seri.
"Ya, sudah. Ayo sana ke dapur. Mas sungguh tak adil."
Indira segera berlalu. Dalam hati ia menahan tawanya. Sebenarnya tak ada yang terjadi semalam. Wisnu sama sekali tak menyentuhnya. Selesai Indira memijatnya, Wisnu sudah tertidur nyenyak sampai pagi. Indira sendiri merasa heran, entah apa yang sudah suami nya lakukan sepanjang hari sehingga ia terlihat sangat lelah.
Jam makan pagi pun tiba. Seperti biasa, Naura memilih untuk duduk menjauh. Kali ini ia ada di samping Lisa. Interaksi Naura lebih banyak dengan gadis kecil itu.
"Mas, hari ini saya mau ke kota. Ada pasien khusus yang harus saya tangani. Mungkin selama beberapa hari saya akan ada di sana. Namun Lisa saya akan titipkan di sini ya? Diakan masih libur." Kata Regina.
Wisnu hanya mengangguk.
"Ibu, Lisa hari ini main sama bunda Naura ya?" Ujar Lisa sambil menatap ibunya dengan penuh harap.
Regina sebenarnya tidak suka jika Naura dekat dengan Lisa. Namun ia tak mungkin menolaknya di depan Wisnu.
"Tentu saja, sayang." Jawab Regina dan membuat gadis kecil itu bersorak kesenangan.
Sementara makan, tiba-tiba ponsel Naura berbunyi. Saat ia melihat nomor siapa yang memanggil, wajah Naura langsung berubah menjadi merah. Wisnu memang tak memasukan nomor Satria di ponsel ini. Namun Naura sangat hafal dengan nomor pria yang sudah lama disukainya itu.
"Saya sudah selesai." kata Naura lalu segera meninggalkan ruang makan sambil menerima panggilan itu.
Wisnu dapat melihat perubahan wajah Naura saat melihat layar ponselnya. Ia menjadi penasaran siapa yang menelepon Naura namun dia menahan dirinya untuk mengetahuinya. Ia berjanji, akan mencoba bersikap biasa pada Naura. Seperti juga pada istrinya yang lain.
Sementara itu, Naura yang menerima panggilan itu......
"Hallo kak Satria..."
"Hallo Naura. Bagaimana kabarmu?"
"Baik, kak."
"Bagaimana dengan kakek mu?"
"Eh...kakek juga sudah berangsur menjadi baik."
"Alhamdulillah. Oh ya, 3 hari lagi aku akan ulang tahun. Sekaligus syukuran karena sudah menyelesaikan studi ku. Aku sangat ingin kamu datang. Apakah kamu masih di Singapura?"
"I...iya."
"Kalau misalkan kakek mu mengijinkan kamu, maukah kamu datang di ulang tahunku?"
"Eh, aku akan mencoba minta ijin kakek."
"Ya, sudah. Salam untuk kakek mu ya. Bye."
Hati Naura bergetar mendengar suara Satria. Ia masih mencintai pria itu. Naura duduk di teras samping sambil mendekap ponselnya di dadanya. Berusaha menetralkan debar jantungnya yang selalu berdetak tak normal saat berhubungan dengan Satria.
Ya Allah, apa yang terjadi dengan diriku? Aku tak boleh seperti ini. Walaupun aku tak menginginkan pernikahan ini namun aku sudah menikah. Tapi apa salahnya pergi ke ulang tahunnya Satria? Apakah juragan akan mengijinkan aku pergi ke kota? Masalah kuliahku juga belum selesai. Kemarin bukannya membicarakan masalah kuliah, kami justru menghabiskan waktu untuk bercin..., ah. Aku juga salah. Kenapa ingin menikmati sentuhan si juragan mesum itu? Apakah aku sudah sama maniknya seperti dia? Jeslin memang benar. Hubungan intim ini akan membuat tubuh dan hati kita tak sejalan.
"Nyonya......!" panggil Gading dan membuyarkan lamunan Naura.
"Mas Gading..., ada apa?"
Gading menyerahkan sebuah map. "Saya sudah membayar biaya kuliah nyonya di semester ini. Saya juga sudah mendaftarkan nyonya untuk semester ini. Jadi, nyonya bisa kuliah lagi."
Naura menerima map itu dan membukanya. Ia menjadi sangat terkejut. "Bagaimana kamu bisa tahu nomor mahasiswa dan apa yang akan ku kerjakan di semester ini?"
Gading tersenyum. "Itu hanya masalah sepele. Tuan meminta saya untuk menyerahkan ini pada nyonya."
"Kapan kau membayar ini?"
"Di hari yang sama pada saat nyonya pergi ke kota."
Naura hanya mengangguk sambil menahan kesal di hati. Jika ia tahu kalau Wisnu sudah mendaftarkan dirinya untuk semester ini, maka dia tak perlu melayani permintaan pria itu yang menguras tenaganya.
"Terima kasih, Gading."
Saat Gading meninggalkannya, Naura mendapat ide untuk bisa hadir di ulang tahunnya Satria.
********
Indira menatap Wisnu yang mengenakan lagi pakaiannya. Ada sesuatu yang mengusik hatinya dengan percintaan mereka malam ini. Wisnu tak seperti biasanya. Apalagi nanti di malam kedua saat gilirannya tiba baru Wisnu menyentuhnya. Itu pun setelah Indira susah payah merayunya.
"Ada apa, mas?" tanya Indira yang masih berbaring di atas ranjang dalam keadaan polos.
Wisnu yang sudah selesai memakai lagi bajunya menatap Indira sekilas. "Ada apa?" pria itu balik bertanya.
"Mas tak seperti biasanya."
"Hanya perasaan mu saja." Kata Wisnu lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
Indira pun ikut turun dan memakai lagi lingre nya yang super seksi itu. Ia kemudian duduk di pinggir ranjang. Wisnu memang cenderung dingin selama ini. Namun jika di atas ranjang, Indira selama ini merasa puas dengan suaminya walaupun kadang Wisnu hanya memberikan dia jatah dua kali selama seminggu gilirannya. Namun malam ini, Wisnu seperti terpaksa bercinta dengannya. Wisnu bahkan hanya menciumnya sekilas, memberikan dia pemanasan yang tak lama dan langsung pada inti permainannya. Naura menatap jam dinding. Wisnu tadi masuk ke kamarnya saat sudah pukul setengah sebelas malam. Dan bahkan sekarang masih sepuluh menit sebelum jam 11. Secepat itukah mereka bercinta?
Pintu kamar mandi terbuka. "Indira, tidurlah. Masih ada sesuatu yang harus aku kerjakan di ruang kerjaku."
"Mas....!" Indira agak merajuk.
Wisnu mendekat lalu mengecup dahi Indira. "Jangan tunggu aku. Tidurlah!" katanya lalu meninggalkan kamar.
Indira menghentikan kaki nya kesal. Ia harus membawa Wisnu pergi menjauh dari rumah ini. Karena Indira merasa rumah ini sudah dipenuhi dengan sihir nya Naura dan membuat Wisnu semakin dingin padanya.
********
Wisnu sebenarnya tak pergi ke ruang kerjanya. Namun ia naik ke lantai dua dan menuju ke kamar utama. Dari balkon kamar itu, ia bisa melihat villa secara jelas.
Seperti biasa, villa itu nampak tenang. Sepeda Naura yang Wisnu berikan terparkir rapih di teras depan. Selama 2 hari ini Wisnu berusaha cuek dengan Naura. Mereka hanya bertemu saat makan pagi dan makan malam. Malam ini saja Naura tak datang untuk makan malam dengan alasan ia sudah kenyang. Wisnu memang mendengar dari BI Aisa kalau Naura dan Lisa memancing di tepi danau hari ini. Mereka mendapat beberapa ekor ikan dan memasak bersama di villa. Malam ini Lisa bahkan meminta ijin untuk tidur dengan Naura. Wisnu senang karena melihat Lisa akrab dengan Naura. Tak seperti dengan Indira yang terlihat kaku saat bersama Lisa. Wisnu sendiri juga kurang suka dengan cara Regina merawat Lisa karena lebih banyak menyerahkannya pada pengasuh.
Cuek dengan Naura selama 2 hari ini membuat Wisnu sebenarnya merasakan gelisah. Ia berusaha untuk menepis sebuah rasa yang entah apa mulai tumbuh di dalam hatinya.
Langkah Wisnu meninggalkan balkon dan menuju ke ruang kerjanya. Ia membuka laci meja kerjanya dan mengeluarkan foto Dina dari dalam agenda merahnya.
Jari-jari Wisnu menyentuh permukaan foto itu dengan hati yang bergetar karena rindu. Sayang, andai kau masih ada. Andai kau masih di sini, aku pasti tak akan menjalani pernikahan seperti ini.
*********
Selesai sarapan, Naura mengikuti Wisnu yang berjalan meninggalkan ruang makan.
"Ju......, mas Wisnu!" Panggil Naura mengubah caranya memanggil karena ada Mina yang sedang bermain dengan Lisa.
"Ada apa?" tanya Wisnu sambil terus melangkah.
"Aku ingin bicara."
"Ke ruang kerjaku."
Naura mengikuti Wisnu ke ruang kerjanya. Ia menutup pintu dan langsung berdiri di depan meja kerja Wisnu karena suaminya itu sudah duduk di sana.
Wisnu menatap Naura. "Mau bicara apa?" tanya dingin.
"Aku mau ke kota hari ini. Ada beberapa hal yang harus aku urus di kampus menyangkut tugas akhir ku. Aku juga ingin pergi ke rumah kakek karena ada beberapa buku yang harus aku ambil di sana. Aku akan pulang besok."
"Mengapa harus pulang besok?"
"Ini kan bukan giliran ku untuk bersamamu. Memangnya aku nggak boleh pergi dan menginap di rumah kakek? Mba Regina saja boleh pergi." Naura menjadi kesal. Entah mengapa ia tak suka karena Wisnu berbicara sangat dingin padanya.
"Kamu.....!" Wisnu hampir saja meluapkan emosinya mendengar bantahan Naura. Namun ia berusaha menekan semuanya itu. "Aku akan meminta Gading untuk mengantarmu. Nanti dia akan kembali menjemputmu besok."
"Terima kasih. Katakan pada mas Gading kalau aku akan berangkat 1 jam lagi." Lalu Naura meninggalkan ruangan Wisnu dengan perasaan senang. Namun tidak dengan Wisnu. Ia kesal karena Naura akan pergi.
Tak lama kemudian Wisnu memanggil Gading dan memintanya untuk mengantar Naura.
"Tuan, ada undangan acara syukuran. Dokter Elim mengundang tuan untuk menghadiri acara kelulusan anak tertuanya sekaligus dengan perayaan ulang tahun."
Wisnu sebenarnya malas untuk pergi. Namun mengingat Naura akan ke kota, ia pun akhirnya setuju.
**********
Apakah ada bom yang akan meledak di ultahnya Satria?
Komen ya guys...
baru lapak emak n bapaknya