Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Pagi ini, di rumah besar keluarga Alfarizi. Sudah terlihat kesibukan antar sesama penghuni. Mulai dari asisten rumah tangga hingga istri majikan, semua sudah berjibaku dengan aktifitasnya masing-masing.
Hanin sedang menata sarapan ketika bel berbunyi. Tak lama muncul asisten Berryl menghampiri. "Selamat pagi nona!" Pria itu menunduk hormat.
Hanin tersenyum. "Selamat pagi asisten Berryl. Tumben anda pagi-pagi kesini. Apa anda tidak tinggal di kota J lagi? Dia bertanya.
"Untuk sementara waktu, saya ikut tinggal disini nona. Saya beristirahat di rumah belakang." Berryl menjelaskan.
Hanin terlihat sedikit keheranan. "Bukankah rumah itu di peruntukkan buat para ART yang bekerja disini. Dan mereka semua wanita, apa kalian tinggal di tempat yang sama?" Gadis itu sedikit terbelalak.
Berryl tersenyum melihat kepanikan majikannya. "Bukan rumah belakang yang itu maksud saya nona. Tapi, saya tinggal di belakang rumah ini. Kebetulan, rumah yang ada di sekitar sini, hampir seperempatnya milik suami anda."
Ucapan Berryl membuat Hanin terpelongo. "MassyaAllah, seberapa kayanya keluarga ini?" Gumamnya dalam hati.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Kenan sudah mendaratkan ciuman mesra dipipi Hanin.
Hanin sontak menoleh. "Tidak ada yang serius mas, aku hanya heran melihat kehadiran asisten Berryl di sini." Dia berucap sambil menyunggingkan senyum indahnya.
Kenan sudah mendudukkan dirinya di tempat mereka biasa menikmati makanan.
"Duduklah, kita makan bersama." Kenan memberi perintah pada Berryl.
Pria itu mengangguk, dan duduk berhadapan dengan sang atasan.
"Bik, tolong panggilkan yang lain ya!" Hanin berbicara lembut pada Ita, sang kepala pelayan.
Ita mengangguk, Wanita paruh baya itu, berlalu menuju kamar yang di tempati Afril dan Nesya.
Tak lama mereka menunggu. Terlihat, Afril berjalan gontai, mendekat. Dia hanya sendiri. Membuat penghuni yang lain bertanya-tanya tentang di mana keberadaan gadis yang satu lagi.
"Afril, kenapa Nesya tidak sarapan bersama kita?" Hanin membuka suara.
Gadis yang bernama Afril itu melirik Hanin sekilas. Dan segera membuang muka tak suka.
"Katanya, dia tak tahan melihat mu dan kakakku. Makanya, tadi malam dia balik ke kota J." Ucapnya sambil menarik kursi di sebelah asisten Berryl.
Mendengar kalimat Afril, membuat Hanin merasa terenyuh. Wajah yang tadi tersenyum, kini telah berangsur memudar. Kenan membelai lembut punggung sang istri, seakan ingin mengatakan, semuanya akan baik-baik saja. Hanin mengangguk, dan kembali mengukir senyumnya lagi.
"Selamat pagi nona!" Berryl mengangguk pada Afril.
Gadis itu menoleh. Wajahnya yang tadi nampak kesal. Seketika berubah semakin kacau. "Kenapa kau ada disini? Apa kau masih saja mengikuti kemanapun kakakku pergi?" Afril bertanya dengan nada tak suka.
Berryl tersenyum. "Iya nona, karena itu memang pekerjaan saya."
Afril mulai bersungut. "Dasar penjilat" Dia memaki dalam hati.
"Afril, tolong rubah tata bahasamu. Tolong bedakan cara bergaul mu di luar negri, dengan di sini. Jangan pakai gaya barat mu itu." Kenan memperingatkan adiknya.
Afril memanyunkan bibir. Dia ingin protes, tapi tak berani. Jadilah dia terdiam seribu bahasa, hingga acara sarapannya selesai.
"Afril, mulai hari ini. Berryl akan menjadi pengawal pribadimu." Ucapan Kenan menghentikan langkah gadis itu menuju kamarnya.
Gadis itu menoleh. "Tapi, kak. Aku tidak butuh pengawal, aku bukan anak kecil lagi yang harus di ikuti kemana pun aku pergi." Afril menolak perintah Kenan.
"Aku tidak terima penolakan. Bagi ku, keselamatan mu lah yang paling penting. Suka atau tidak, keputusan ku akan tetap sama." Kenan berjalan menuju ruang tamu. Di ikuti oleh Hanin dan Berryl. Meninggalkan gadis yang tengah kesal itu di sana.
"Ikuti kemana saja adikku pergi. Dia sangat pandai melarikan diri dari para pengawal. Jadi, kau jangan sampai lengah." Kenan memperingatkan sang asisten.
Berryl mengangguk, "Baik tuan. Saya permisi." Pria itu berlalu kembali ke ruang tengah.
Kenan melihat ke arah Hanin. Menarik tangan gadis itu untuk duduk di sebelahnya. "Apa kau mau ikut denganku ke kantor?" Kenan merangkul wanita itu ke dadanya.
Hanin mendongakkan kepala. Menatap mata suaminya. "Hm.. tumben kamu mas, ngajak aku ke kantor."
Kenan membelai kepala sang istri yang tertutup kerudung. "Aku hanya khawatir, kau akan kesepian dirumah."
Hanin membalas ucapan manis suaminya dengan senyum hangat. "Pergilah mas, aku nggak papa, lagian aku sudah biasa berdiam dirumah."
Kenan, mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ini punyamu." Pria itu menyodorkan HP milik Hanin, yang sudah di simpannya beberapa minggu ini.
Hanin tersenyum senang saat melihat benda pipih miliknya itu. "Wah.. aku susah rindu sekali mau menelpon ibuk dan Hazira. Makasih ya mas." Dia meraih benda itu dari tangan Kenan.
"Selama HP mu, aku sita. Sekali 2 hari aku selalu memberi kabar pada ibu. Aku tidak ingin, mereka menghawatirkan mu." Kenan mengecup kening Hanin. Dan berdiri, berjalan menuju pintu.
"Makasih mas, aku tadinya sangat merisaukan mereka." Hanin mengekor sang suami.
"Beristirahat lah, Aku pergi dulu." Pria itu memeluk Hanin sekilas.
Hanin meraih tangan Kenan, lalu menciumnya. Membuat pria itu agak terkesiap. Dia merasa sangat di hargai. "Ati-ati ya mas... Assalamualaikum!" Ucapan Hanin membuat Kenan kembali menoleh pada sang istri.
"Waalaikum salam." Pria itu menjawab. Dan berlalu menuju mobil yang sudah menunggunya.
Di mobil Kenan masih memegang tangan kanannya. Dia sangat tersentuh dengan perlakuan hangat Hanin, istrinya. "Kenapa aku menyia-nyiakan momen indah seperti ini selama dua tahun. Aku memang bodoh." Kenan tertawa sendiri. Membuat pak supir yang sedang menyetir merasa heran melihat kelakuan aneh atasannya itu.
Waktu berlalu. Lima bulan sudah mereka hidup selayaknya pasangan bahagia pada umumnya. Tak ada lagi air mata. Tak ada lagi kesedihan. Hanya ada konflik kecil yang sering terjadi antara Hanin dan adik iparnya Afril.
Gadis itu selalu merasa, kalau kakaknya, Kenan.
Sudah tidak memperdulikannya lagi. Dia juga menganggap kalau dirinya selalu di nomor dua kan. Dan dia selalu menuduh Hanin lah penyebab semua itu.
"Oh, tuan putri. Tumben kau bisa pergi tanpa pengawalmu." Seorang perempuan mendudukkan dirinya di samping Afril.
"Mustahil aku bisa melakukan itu. Penjilat Berryl itu sangat susah untuk di tipu. Kabur dari pandangannya saja, sangat mustahil. Dia sudah seperti anjing pelacak. Yang dapat menemukan ke mana pun aku pergi." Afril meneguk jus dinginnya.
"Hahaha.. ternyata kau juga sangat membenci pria itu. Aku juga tidak menyukainya." Gadis yang baru datang tadi ikut meminum jus miliknya. Yang susah dipesankan oleh Afril.
"Ok, sekarang katakan. Kenapa kau mengajakku bertemu?" Gadis tadi yang tak lain adalah Nesya, mulai bertanya.
"Aku ingin meminta bantuan mu kak." Afril menatap Nesya, serius.
Nesya mencoba memahami arti pandangan adik dari mantan kekasihnya itu. "Apa yang bisa ku bantu?"
"Aku ingin wanita itu pergi dari hidup kami. Sejak aku pulang dari luar negri. Aku merasa kalau kak Kenan sudah berubah. Dia tidak seperti dulu lagi. Dia sudah tak menyayangiku. Dia selalu mengedepankan perempuan itu dalam segala hal." Afril berucap dengan nada kesal.
"Hahahha... Kalau aku mampu, aku sudah melakukannya dari dulu. Tapi, ikatan mereka cukup kuat. Aku bahkan sudah kehabisan akal untuk memisahkan mereka." Gadis itu kembali meminum jusnya.
"Aku mohon kak. Coba pikirkan lagi. Aku sudah sangat muak melihat wajah sok lugu wanita kampung itu." Afril memohon.
"Baiklah, akan aku pikirkan. Kau tunggu saja, kabar dariku." Nesya kembali berfikiran liar.
TBC
Mohon bantu vote, like, komen dan kasih hadiah. Makasih.
sorry gwa baca sampe sini