NovelToon NovelToon
Menjahit Luka Dengan Benang Khianat

Menjahit Luka Dengan Benang Khianat

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Selingkuh
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: Pertemuan di Ambang Gelap

Angin laut di dermaga tua itu berhembus kencang, membawa aroma garam dan besi berkarat yang menusuk hidung. Malam ini, 25 Desember 2025, Jakarta terasa lebih dingin dari biasanya. Arini turun dari mobil hitamnya, mengabaikan protes dari tim keamanannya yang ia perintahkan untuk tetap memantau dari jarak jauh. Ia berjalan dengan langkah mantap, bunyi hak sepatunya beradu dengan beton dermaga yang retak, menciptakan gema yang memecah kesunyian malam.

Di ujung dermaga, di bawah lampu merkuri yang berkedip-kedip, sesosok pria berdiri menyandar pada pagar pembatas. Itu Bram. Penampilannya jauh dari kata rapi; jaket kulitnya tampak kusam dan wajahnya terlihat lebih tua dengan kerutan yang lahir dari gaya hidup yang berantakan. Namun, matanya tetap menyimpan kilat licik yang sama—kilat yang dulu sempat Arini sebut sebagai cinta.

"Kau datang juga, Arini. Ternyata jabatan CEO tidak membuatmu lupa cara berjalan di tempat kumuh seperti ini," ucap Bram dengan seringai yang memuakkan.

Arini berhenti tiga meter di depannya. Ia melipat tangan di dada, menjaga jarak yang aman namun tetap memperlihatkan dominasi. "Jangan berbasa-basi, Bram. Aku tidak punya banyak waktu untuk mengenang masa lalu yang tidak berharga. Apa maumu?"

Bram tertawa, suara yang terdengar parau dan penuh kebencian. "Kau berubah. Dulu kau hanya wanita yang menunggu di meja makan sambil menangis. Sekarang kau bicara soal harga waktu? Baiklah. Maharani sudah memberiku segalanya untuk menjatuhkanmu. Dia punya dokumen yang bisa membuktikan bahwa desain koleksi Luka-Lana adalah hasil plagiat dari arsip Prancis. Tapi, aku bisa 'menghilangkan' dokumen asli yang ia pegang... jika kau memberiku angka yang tepat."

Arini menatap pria di depannya dengan rasa iba yang mendalam, bukan karena ia masih mencintainya, melainkan karena ia melihat betapa rendahnya seorang manusia bisa jatuh demi uang. "Jadi kau ingin bermain dua kaki? Mengambil uang dari Maharani, lalu memeras ku? Kau benar-benar tidak berubah, Bram. Tetap menjadi parasit yang mencari inang baru setelah yang lama kau hisap kering."

"Jaga bicaramu!" bentak Bram sambil melangkah maju. "Kau tidak tahu betapa susahnya hidupku setelah kau menceraikanku dan mengambil semua aset itu!"

"Aset itu adalah hakku, hasil keringatku yang kau curi untuk membiayai selingkuhanmu!" Arini membalas dengan suara yang tenang namun tajam seperti sembilu. "Kau pikir aku bodoh? Aku tahu Maharani tidak akan membiarkanmu memegang dokumen sepenting itu. Kau hanya umpan agar aku datang ke sini sendirian sehingga mereka bisa mengambil ponselku dan menghapus semua bukti rekaman percakapan kita sebelumnya."

Wajah Bram berubah pucat. Ia tidak menyangka Arini sudah membaca skenarionya. Tiba-tiba, dari balik bayangan kontainer tua, muncul dua pria berbadan tegap dengan pakaian serba hitam. Mereka adalah orang-orang suruhan Maharani.

"Bram, kau memang tidak berguna dalam bernegosiasi," suara seorang wanita terdengar dari arah belakang pria-pria itu. Maharani muncul dengan gaun sutra yang kontras dengan lingkungan dermaga yang kotor. "Arini, sayang sekali. Kau punya bakat, tapi kau terlalu sombong. Jika kau menyerahkan hak paten merekmu malam ini, aku akan membiarkanmu pergi dengan sisa harga dirimu."

Arini bukannya takut, ia justru merogoh saku blazernya dan mengeluarkan sebuah perangkat kecil yang menyala merah. "Kalian pikir aku datang tanpa persiapan? Seluruh percakapan ini, sejak aku turun dari mobil, telah disiarkan langsung ke server firma hukum Hendra dan tim intelijen kepolisian. Jika dalam lima menit aku tidak memberikan kode aman, lokasi ini akan dikepung."

Senyum di wajah Maharani memudar. Ia menatap Bram dengan amarah, sementara Bram hanya bisa melongo ketakutan.

"Ini bukan lagi soal kain dan benang, Maharani," ujar Arini sambil berbalik arah. "Ini soal siapa yang lebih dulu masuk ke dalam lubang yang mereka gali sendiri. Sampai jumpa di pengadilan."

Arini berjalan pergi tanpa menoleh lagi, meninggalkan Bram dan Maharani yang kini saling menyalahkan di bawah remang lampu dermaga yang akhirnya padam sepenuhnya.

1
Yulitajasper
Cerita yang 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!