"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."
"Jadi ini ceritanya, pelakor sedang minta izin pada istri sah untuk mengambil suaminya," sarkas Yumna dengan nada pedas. Jangan lupakan tatapan tajamnya, yang sudah tak bisa diumpamakan dengan benda yang paling tajam sekali pun. "Sekalipun kau benar hamil anak Zian, PD amat akan mendapatkan izinku."
"Karena aku tau, kau tak akan membahayakan posisi Zian di perusahaan." Talita menampakkan senyum penuh percaya diri.
"Jika aku bicara, bahwa kau dan Zian sebenarnya adalah suami istri. Habis kalian." Talita memberikan ancaman yang sepertinya tak main-main.
Yumna tersenyum sinis.
"Jadi, aku sedang diancam?"
"Oh tidak. Aku justru sedang memberikan penawaran yang seimbang." Talita menampilkan senyum menang,
Dan itu terlihat sangat menyebalkan.
Yumna menatap dalam. Tampak sedang mempertimbangkan suatu hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Quality Time--Love Language
**********
"Kak Aira udah tau?" tanya Yumna. Satu menit setelah Dira mengakhiri ceritanya. Cerita tentang peristiwa malam itu.
"Pasti udah tau dari Zian," jawab Dira.
"Kak Aira ada bilang sesuatu?"
"Gak ada. Nanya juga, gak."
"Dia sangat menghargai privasi kita masing-masing. Kalau pun dia bener udah tau dari Zian, tapi kalau kamu gak cerita apa-apa, dia gak akan nanya."
Ucapan Yumna diangguki setuju oleh Dira.
"Aku malah ngerasa malu ke kak Aira kalau sampai dia tau."
"Kamu kayak ke orang lain aja, Dira. Jangan-jangan kamu cemburu ya," goda Yumna sambil tergelak. Tak lupa sedikit menaik-turunkan alisnya yang tebal dan berjejer rapi.
"Mana mungkin. Kak Aira itu ibarat permaisuri. Dan kita para selir yang ada di bawahnya. Mana boleh merasa cemburu." Meski sedikit manyun saat mengatakan itu, nyatanya kemudian Dira malah tergelak.
"Halah kocak. Aku kok tiba-tiba langsung ngerasa pakai hanfu." Yumna pun tak bisa menahan tawa. Namun, Dira tiba-tiba menutup mulut saat merasa seseorang berdiri di dekatnya.
"Zian jangan dekat-dekat. Dira berdebar tuh." Yumna malah menggoda dengan memasang wajah tanpa dosa.
Dira hanya bisa merutuki dalam hati sambil memasang tatapan setajam pedang naga puspa. Gadis manis itu belum siap untuk ketemu Zian. Ia bahkan ingin menyembunyikan diri ke Planet Pluto agar tak bisa ketemu dengan sahabat tampannya itu. Tapi, Yumna...
Ah dasar..
"A-aku mau liat Aga dulu di depan ya, aku khawatir dia pulang duluan." Beruntunglah Dira segera temukan alasan untuk menghindar. Namun...
"Tuh Aga. Dia barusan ngobrol sama gue." Zian menunjuk ke satu arah, di mana Aga tengah duduk nyaman di temani segelas minuman.
Sial.
Dira menghela napas samar.
"Mau sampai kapan lu menghindar dari gue?" Zian menatap Dira mesem.
"Yakin berat badan lu gak akan turun kalau sehari aja gak liat wajah gue."
Zian mulai lagi mau bikin salting orang.
"Ziannnn!!"
Dira tak dapat menahan diri untuk keluarkan pekikan kesal. Suaranya hampir menggema sejauh jarak 200 Km. Tapi bohong. Kenyataannya, hanya Yumna, dan Zian saja yang mendengar pekik kesal gadis itu.
"Zian. Aku mau ngomong." Dira memasang wajah serius, di sela-sela rasa kesal yang berbingkai rasa gemas.
Rasa yang aneh.
Biarlah. Memang seperti itu maksudnya.
Penulisnya memang tidak pandai mendeskripsikan suasana. Yang penting nulis saja.
"Mau nembak gue?" tebak Zian asal-asalan.
Tatapannya malah berlabuh pada ponsel pintar yang baru saja memperdengarkan irama landai. Sebuah notif pemberitahuan.
"Zian, aku serius."
"Yak ngomong aja. Gue dengerin."
"Aku udah bilang ke ayah tentang semuanya."
"Jujur?"
"Iya." Dira mengangguk.
"Bagus. Lega kan lu sekarang?"
"Iya." Dira kembali mengangguk, dan kali ini seraya menyematkan senyuman.
"Bohong itu emang bawa beban. Lu mau kemana-mana kayak memanggul gunung?"
"Elah, bahasamu pak, hiperbola sekalee," celetuk yumna sembari mengunyah salad.
"Biar hentakannya kuat," sahut Zian sambil kembali mengetik sesuatu di ponselnya, menyusul adanya notifikasi di sana.
"Hentakan apa? Lagi naik kuda lu?" balas Yumna.
"Elu nyeletuk mulu. Harusnya tadi Lu pakai masker aja."
"Elu cemburu kalau kumis tipisku ini diliat orang? Elu kalah ganteng kan dariku?"
Yumna tergelak sendiri dengan ucapannya. Si cantik itu memang memiliki kumis tipis sekali, yang dengan itu kecantikannya terlihat sesuatu.
Zian kalau ketemu Yumna di luar jam kantor memang unik. Debat kusir yang tak jelas. Aslinya satu sama lain saling peduli. Kadar kepeduliannya berapa, jangan ditanya lagi. Belum ditemukan ukurannya sampai saat ini.
Jadi bisa dikata, perdebatan mereka adalah ekspresi rasa sayang dengan cara yang tak biasa.
"Zian." Terdengar suara lembut yang menginterupsi perdebatan Zian dan Yumna.
Mendengar suara familiar itu, Zian tak hanya menoleh, bahkan membalikkan badan untuk sepenuhnya menghadap Aira yang melangkah mendekat. Lelaki itu juga segera meletakkan ponsel ke dalam saku, untuk memberikan segenap waktu dan perhatian hanya pada gadis ayu itu.
"Ini ada chat dari Ning Raya."
Aira memperlihatkan ponselnya, dan menunjuk isi chat dari istrinya ustadz Raizan itu.
"Ning Raya bilang apa, Kak?" Namun Zian memilih bertanya saja pada Aira.
"Di Darul-Fata besok malam ada acara. Kamu diminta datang."
Zian tak segera menjawab, seperti masih berpikir. Terdengar notif lagi di ponselnya yang diletakkan dalam saku. Namun, kali ini Zian mengabaikan saja.
"Ning Raya merasa sungkan untuk chat langsung ke kamu, kata beliau. Makanya titip salam ke aku," jelas Aira. Ia khawatir jika Zian berpikir kenapa undangan itu tak disampaikan langsung padanya. Padahal lelaki tampan itu sedang berpikir tentang waktu, sempat atau tidaknya ia datang. Karena besok malam sudah ada rencana acara tersendiri.
"Gue usahain datang, insyaallah."
Karena Aira yang menyampaikan, zian merasa tak bisa menolak.
***********
"Quality Time kamu dengan Aira jelas banget ya di pembicaraan itu," kata Kinara. Ia kembali mengurai tentang love Language Zian pada Aira.
Quality Time love Language itu bukan hanya tentang waktu berdua saja, dan seberapa lama waktu yang dihabiskan bersama. Tapi adalah tentang kebersamaan yang penuh perhatian, atau kualitas kebersamaan.
Zian menghadapkan tubuhnya pada Aira saat bicara. Ia juga meletakkan ponsel agar perhatiannya tak terpecah. Bahkan saat ada notif di ponselnya, ia pun mengabaikan begitu saja. Hal ini berbeda saat bicara dengan Yumna dan Dira.
"Kupas habis," kata Zian pasrah.
Diandra tergelak puas. "Lanjut, Kak Na!"
************
Physical Touch--Love Languange.
Lanjut pada pembicaraan Zian, dan Aira.
"Gue usahain datang, insyaallah.
Lu juga ke sana? barengan yak," ajak Zian.
"Aku lebih awal. Mungkin sorenya."
"Gak papa gue anter dulu."
"Yakin bisa? Kata Yumna besok kamu pelantikan." Pertanyaan Aira itu diangguki oleh Yumna yang masih terlena dengan salad buah yang disantapnya.
"Acaranya siang. Masih sempat."
"Kalau gak bisa jangan dipaksa. Aku bisa pesan grab. Oh ya, selamat ya pak GM."
Zian tersenyum. Tak terlihat bangga. Tapi, senyumnya penuh hingga sampai pada kedua matanya. Jabatan baru, tugas baru, beban baru, jelas itu cukup memberatkan bagi Zian. Tapi, Bismillah, ia akan mencoba menjalankan amanah yang lebih besar ini dengan sebaik-baiknya.
"Gini aja nih ucapan selamatnya?" tanya Zian.
"Harusnya gimana?" Aira balik tanya. Dia pikir Zian mungkin minta hadiah. Tapi, hadiah apa yang layak diberikan pada lelaki itu yang kehidupannya sudah jauh lebih sejahtera.
"Gak ada jabat tangan gitu?"
"Ee." Aira nampak berpikir dengan permintaan itu.
"Kasih aja, Kak. Biar nanti dia tidur nyenyak," usul Yumna dengan tatapan acuh tak acuh pada Zian.
"Zian lagi mode manja pada kakak pertama," celetuk Dira.
Celotehan keduanya diabaikan oleh Zian. Fokus tatapan hanya tetap pada Aira. Lelaki itu lalu ulurkan tangannya lebih dulu. Yang dengan pelan tapi pasti disambut oleh Aira seraya berkata.
"Selamat ya."
Zian tersenyum. "Nah ini cukup buat bekal gue ngejalanin tugas baru," kata lelaki itu.
Aira diam. Paham sepenuhnya dengan makna ucapan Zian. Tapi, matanya menyiratkan keraguan. Ia merasa skeptis saja.
"Jangan kasih yang terlalu manis, ntar kakakku dirubung semut." Lagi-lagi Yumna nyletuk.
"Ciee, mulai pegangan tangan nih." Dira malah menyoraki, padahal dia tahu pegangan tangan itu konteksnya apa.
Merasa tak nyaman, Aira ingin melepaskan tangannya. Namun, Zian menggengamnya lagi seraya berkata, "Biar dunia ribut, asal bisa gini, semuanya tenang."
DUARRR..
jantung siapa yang copot mendengar ucapan Zian Ali Faradis.
Physical Touch