Love Languange

Love Languange

Bab 1

            🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Kita mungkin bisa memilih untuk menikah dengan siapa. Tapi, kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa.

Ada yang menganggap cinta pilar yang penting dalam pernikahan. Tapi, ada pula yang memutuskan bahwa untuk memilih pasangan, cinta bukan satu-satunya alasan.

Setiap orang pasti punya cinta.

Dan setiap cinta pada masing-masing orang, punya bahasa yang berbeda.

Bahasa cinta yang tak sama.

Love Languange.

Bab 01

"Pastikan kau menghukum suamimu nanti, Kak. Dia telah memberi tugas yang sangat tak berperikemanusiaan padaku."

Yumna menampakkan raut kesal yang berselimut ancaman saat berkata demikian. Padahal ia tahu jika yg diajaknya bicara tak akan bisa melihat ekspresi itu.

Terdengar kekehan lembut dari seberang.

"Kenapa tak kau hukum sendiri? dia 'kan suamimu juga."

"Ogah."

Yumna membuang muka. Sekelebat bayangan langsung hinggap, saat kata suami itu terucap. Gadis cantik itu pun menggeleng cepat. "Kak, aku tutup teleponnya ya, mau merem bentar."

"Ya."

"Jangan lupa hukum dia untukku." Yumna kembali mewanti-wanti dengan raut wajah serius.

"Iya, akan aku berikan dia hukuman termanis," sahut suara lembut di speaker ponselnya itu.

"Mana ada hukuman manis," dumel Yumna sebelum benar-benar mengakhiri sambungan.

Gadis cantik itu menelungkupkan wajahnya ke atas meja, dan mulai memejamkan mata. Abaikan segala hiruk pikuk di sekitar, Yumna hanya ingin berpeluk lena walau sebentar.

Pekerjaannya hari ini tak hanya sekedar melelahkan, tapi sudah masuk kategori menyengsarakan.

Menyengsarakan?

Yumna tak berlebihan dengan ungkapan itu. Bagaimanapun bolak-balik dari lantai tiga ke lantai lima--dengan tangga darurat pula--bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkan itu bisa disebut sebagai penyiksaan. Walaupun momentumnya pas bersamaan dengan kondisi lift yang sedang tidak berfungsi. Tapi, bagi Yumna hal itu tidak tepat untuk dijadikan alasan.

Jika saja yang memberi tugas bukan seseorang yang bergelar atasan. Rasanya gadis itu sudah mengutuk orang tersebut menjadi keledai.

Tapi jika mengingat wajahnya yang sangat tampan--begitu indah di pandangan--sayang juga kalau harus dikutuk jadi hewan.

Definisi raut wajah kesal, dan sekaligus gemas di saat bersamaan, itu yang tampak dari Yumna sekarang.

Kalau ditanya seperti apa penampakannya.

Bayangkan saja sendiri.

Penulis juga tak punya deskripsi.

"Yumna."

"Yumna."

Baru juga memejamkan mata dan sudah terlihat gerbang mimpi di depannya, seseorang tiba-tiba memanggil namanya.

"Yumna!"

Tak hanya memanggil, seseorang itu juga menepuk lengannya, Memaksa Yumna untuk kembali, melupakan inginnya untuk masuk ke dunia mimpi.

"Hmm."

Berdengung malas, tanpa membuka mata, bahkan tetap dengan posisi telungkupkan kepala ke atas meja.

"Yumna kok malah tidur sih. Gak keren."

Seorang gadis manis yang segera meraih posisi duduk di depannya. Dan sekali lagi menepuk lengan Yumna.

"Dira kebiasaan deh. Ganggu aku aja." Yumna terpaksa mengangkat wajah. Wajah cantik yang lelah. "Aku mau tidur bentar. Capek. Kakiku pegal." Gadis cantik itu ingin melanjutkan ritual tidurnya lagi. Menelungkupkan wajah ke atas meja.

"Tsk." Dira berdecak. "Anak gadis masa tidur di kafe sih. Gak elegan banget."

"Bodo."

"Pasti ini si atasan ganteng yang bikin ulah," tebak Dira sambil senyum.

"Ya siapa lagi." Yumna langsung mendongakkan wajah. Hilang sudah raut lelah. Berganti kesal berbalut amarah.

"Dia nyuruh aku bolak-balik dari lantai tiga ke lantai lima. Lewat tangga darurat."

"Dia nyuruh kamu olah raga buat nurunin berat badan. Tapi, BB dan TB kamu udah proporsional kok." Dira meledek sambil ketawa.

Yumna memutar bola mata. "Sana pesan minuman! Aku haus."

"Bentar. Aku mau ngasih tau kalau kado yang kita siapin buat kak Aira ketinggalan di rumah."

"Ha?? Gimana sih Dira."

"Apa kadonya nyusul aja ya. Yang penting kita rayain dulu ultahnya kak Aira," usul Dira.

"Gak asik." Yumna menggeleng cepat.

"Ayo kita ambil dulu kadonya."

"Tapi bentar lagi kak Aira nyampek sini. Gimana kalau kita gak ada?"

"Chat dia. Suruh nunggu bentar."

Dira mengangguk. Kedua gadis itu pun gegas bangkit hendak keluar kafe. Namun, baru dua langkah, seorang wanita cantik telah berdiri di depan keduanya.

"Yumna Elshanum. Bisa kita bicara sebentar?"

Yumna terlihat kaget sesaat melihat wanita cantik berkulit putih--seputih susu--itu di depannya.

"Maaf, Mbak. Lain kali aja ya. Kami sedang terburu-buru." Dira yang mengambil alih menjawab.

"Hanya lima menit Yumna. Kamu tahu kan siapa saya." Ucapan yang mengandung sedikit tekanan.

Dia Talita. Putri pak Handoko, General Manager di kantor Yumna bekerja.

Yumna mengangguk sambil menghela napas. Ia pun menarik Dira untuk kembali duduk.

Talita juga mendudukkan tubuh indahnya di kursi depan Yumna. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari tas branded yang ditentengnya.

"Ini apa?" Yumna mengernyit tak paham melihat benda yang diletakkan Talita di atas meja.

"Perlu kukasih tahu itu apa?" Talita sedikit menaikkan sebelah alisnya.

"Ini tespack, saya tau. Tapi, ini maksudnya apa?"

"Aku hamil, itu hasil tesnya," terang Talita dengan raut wajah begitu tenang. Tak terlihat ia bahagia dengan berita yang disampaikannya, juga tak terlihat tengah berduka.

"Lalu?" Yumna tentu belum paham, apa maksud putri pak GM ini memberitahukan perihal kehamilannya. Mereka tidak dekat, bahkan jarang bertemu. Kalaupun bertemu nyaris tak ada sapa di antara keduanya. Jelas, Yumna bukan orang penting yang harus tahu tentang berita kehamilan Talita.

Sekedar info. Putri pak GM tersebut masih lajang. Dan sekarang dia hamil.

Ah. Jaman sekarang ada yang hamil sebelum nikah, bukan lagi hal yang menggemparkan. Dan Yumna pun tak peduli itu.

Dira pun menampakkan raut datar. Merasa ini bukan ranahnya, gadis manis itu memilih tetap diam.

"Ini." Talita mengusap perutnya yang ramping di balik baju ketat yang dikenakan. Senyumnya terbit saat mengatakan, "ini anak Zian."

"Hahhh?"

Reaksi sangat kaget itu datang dari Dira.

Bahkan dengan sedikit gemetar ia bertanya, "Zian siapa?"

"Tentu saja. Zian Ali Faradis."

"Apa?" Dira langsung menggeleng kuat.

"Gak. Itu gak mungkin. Kamu jangan mengada-ada."

Dira tidak pernah tau pada Talita sebelumnya. Siapa, dan bagaimana dia. Dira tidak tau sama sekali. Tapi, dia tahu pada Zian.

Zian Ali Faradis--sahabatnya--adalah pribadi yang jauh dari melakukan perbuatan nista dengan menghamili orang di luar nikah.

Lain halnya, Yumna yang notabene Sekretaris Zian di kantor. Ia tahu kalau atasannya tersebut memang cukup dekat dengan Talita. Beberapa kali mereka terlihat pergi bersama. Bahkan bisik-bisik di divisi pemasaran--dimana Zian sebagai managernya--menyebutkan adanya hubungan istimewa antara manager tampan itu dengan Talita.

Akan tetapi Zian sendiri tak pernah memvalidasi ataupun mengonfirmasi kebenarannya.

Yumna juga tak pernah bertanya terkait ranah pribadi atasannya. Tapi,

Kalau pun memang benar, Zian dan Talita terlibat asmara. Yumna tidak percaya kalau Zian akan keluar batas dengan menghamili Talita.

"Dia siapa, Yumna?" Talita memberi isyarat pada Dira.

"Dira, sahabatnya pak Zian."

"Oh bagus kalau begitu." Talita menipiskan bibirnya. "Semakin banyak orang dekat Zian yang tau, semakin baik," lanjutnya santai.

Yumna menatap datar wanita cantik di depannya. Terlihat santai dan tenang. Tapi, percayalah ada gejolak dalam dada yang ia tekan kuat hingga seakan membuat sesak.

"Terima kasih sudah memberitahukan hal penting ini pada saya."

"Yumna, kau percaya Zian ngelakuin hal itu?" Dira mencengkram lengan Yumna.

"Kau percaya dia seburuk itu?"

Yumna menggeleng.

"Berharap aku percaya dengan hal ini. Mimpi saja." Yumna tersenyum sinis.

"Bagiku, ini hanya lakon cerita yang sudah booming. Terlalu biasa. Tak bisa dipercaya." Yumna menambahkan dengan nada pedas tanpa meninggalkan tatapan yang tajam.

"Oh." Talita sejenak kaget dengan reaksi Yumna, tapi kemudian ia tersenyum.

"Ini bukti kalau aku hamil." Talita meraih tespack di depannya dengan tenang.

"Tespack memang bisa menjadi bukti kalau, Mbak Talita hamil. Tapi tespack tak bisa menjadi bukti kalau itu anak Zian," tandas Yumna dengan senyum meremehkan.

"Terserah kau mau percaya atau tidak, Yumna. Tujuanku kesini tidak untuk memintamu percaya. Tapi, aku ingin menawarkan kerja sama denganmu."

"Apa?" tanya Yumna singkat.

"Aku ingin kau bicara pada Zian--"

"Apa maksudnya, pak Zian tidak bersedia untuk bertanggung jawab?" Yumna segera memangkas ucapan Talita dengan pertanyaanya. Dan kali ini sambil tertawa sumbang.

"Tidak. Bukan begitu." Talita mengibaskan tangan dengan cepat.

"Zian sudah tahu perihal kehamilan ini, dan dia tampak bahagia sekali."

Yumna mendengkus samar. Sedang Dira langsung membanting pandangan keluar dengan mencebik. Ketidaksukaannya sama sekali tak bisa disembunyikan.

Talita tidak peduli dengan ekspresi beragam dari dua orang di depannya. Ia melanjutkan ucapan,

"tapi, dia tak mau kami menikah dalam waktu dekat. Karena saat ini dia sedang fokus dengan persiapan naik jabatan."

Memang benar. Karena kinerjanya yang dinilai cukup luar biasa, Zian dipromosikan untuk menjadi General Manager menggantikan pak Handoko--ayah Talita. Tentu saja saat ini manager pemasaran itu tak ingin ada stigma buruk tentang dirinya yang akan berimbas pada promosi kenaikan jabatan tersebut.

"Tapi aku tau, hal apa sebenarnya yang membuat Zian menunda pernikahan kami," kata Talita kemudian.

Yumna memang tak bertanya, tapi tatapannya jelas menuntut jawaban dari ucapan Talita.

"Izin dari istrinya."

Yumna menautkan kedua alisnya.

"Maksudnya, pak Zian sudah punya istri begitu?"

Dira pun nampak memberikan ekspresi yang sama.

"kau sangat pandai menyembunyikan hal yang sebenarnya." Talita mengangkat sudut bibirnya samar.

Yumna berdecak.

"Pembicaraan ini terlalu berbelit-belit. Aku tak paham tujuannya kemana."

"Kamu." Talita menghela napas berat. "Yumna Elshanum, adalah istri Zian."

"Apa?!" Lengkingan suara Yumna mencelos begitu saja, seakan dapat dorongan benda tak kasat mata. Dira juga tampak menahan napas dengan ekspresi yang tak terbaca.

"Kaget?" Talita tersenyum mencibir.

"Heran ya, kenapa aku bisa tahu kalau kalian itu sebenarnya adalah pasangan suami istri."

"Lelucon dari mana ini," sungut Yumna. Namun, nampak jelas tatapannya mulai gelisah.

"Sungguh, acting kalian sangat luar biasa. Kami semua sampai terkecoh." Talita tertawa ringan.

"Siapa pun yang memberimu informasi tak bermutu ini, yang jelas dia sedang bersorak karena berhasil memperdayai." Yumna menatap dalam, begitu meyakinkan.

Talita tersenyum dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau begitu bersikeras menutupi semuanya. Hmmm.. ya, aku tahu, semua karena peraturan perusahaan yang tak memperbolehkan pasangan bekerja di tempat yang sama. Kalau ketahuan, kalian bisa kena sanksi, dan paling parahnya, akan dikeluarkan." Talita mengedikkan bahunya dengan memasang mimik sedih. Dan bagi Yumna itu terlihat menyebalkan.

"Tapi, tenang saja! Rahasiamu ini aman kok, di tanganku."

Talita kembali pada posisi semula dan memberikan senyuman remeh pada Yumna. "Tentu saja dengan satu syarat," lanjutnya.

Yumna melenguhkan napas, ia sudah tahu akhirnya akan begini. Alih-alih menyembunyikan rahasia, Talita minta pengecualian yang tentunya tak akan mudah.

"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."

*****

Terpopuler

Comments

NA_SaRi

NA_SaRi

knp harus Handoko sih mi?😩 dsni Handoko orangnya gila

2025-09-02

1

NA_SaRi

NA_SaRi

wkwk, cowok tampan memang meresahkan

2025-09-02

1

NA_SaRi

NA_SaRi

duh awalan yg nendang banget

2025-09-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!