NovelToon NovelToon
Giziania

Giziania

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:491
Nilai: 5
Nama Author: Juhidin

Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.

Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.

Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.

Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.

note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Memo Stick

Jam dinding menunjuk ke angka 9, jarum menit ke angka 5. Di bawah penunjuk waktu ada layar apung seperti kaca yang digantung. 09:05:34.

Meja di situ pun sama dengan kedudukan monitor, mengambang di udara, dan berikutnya bantal kursi yang juga diam mengapung.

Hanya 3 benda itu yang berbeda dengan perabot lainnya di kamar ini. Jauh era-nya dengan kereta maglev yang satu peradaban dengan tahun produksi ranjang. Ketiga barang tersebut tadinya tempat Ira duduk siaran medsos, Seha merubahnya karena sarana tersebut membatasi aktivitasnya.

Di ranjang tidak ada siapa-siapa. Tinggal dua bantal dan spray yang berkerut, bekas digunakan alias belum dirapikan.

Objek tak biasa ke 4 ada di sudut ruangan, berdekatan dengan pintu kamar. Tak lain portal segi empat bertepi garis yang menyala ungu. Lawang ini tertanam di lantai sehingga tak perlu mengangkat kaki untuk memasukinya.

Ternyata di ruang kedua ini ada penghuninya. Dua perempuan muda yang masih tidur.

Ira tampak nyenyak meniduri dada Jihan. Kepalanya yang naik dan turun teratur jadi tanda bahwa paru-paru Jihan tetap berkerja walau dalam tindihan.

Ira masih mengenakan bra dan pinggulnya tertutup selimut.

Dekat bengkel tambal ban, April baru saja keluar portal. Dia menaruh dua mangkuk yang dibawanya.

Meja sarapan tampaknya sengaja ditaruh di luar, di lapang parkir bengkel. Mungkin karena di langit sana ada wajah besar, juga mungkin karena tak ada bulan, bahkan di jalan raya pun kosong tak ada yang beraktivitas selain April, lokasi ini bebas dari kepulan debu.

Bumi satu ini planet yang mati, tak ada peradaban manusia.

Penerangan bengkel ditenagai listrik genset. Radius cahaya lampu tersebut cukup menjangkau meja makan.

Di kaki meja tampak bertengger Kupu Kupu transparan sekalipun April menggeser kursi. Beberapa menit kemudian, Kupu Kupu ini terbang dan hinggap di tanah bersamaan bunyi sendawa April.

"Cepet amat."

April menaruh buku yang dibacanya. Dia berdiri dari kursi dan meninggalkan meja. Di depan kontener gensel, April menyentuh layar panel yang ada.

Kupu Kupu aneh hilang begitu April padamkan.

"Makanya full tank perut gue."

"Mana ada Kunang Kunang di sini, Pril? Temlen lagi terputus. Udah gak terhubung lagi sama Server."

Ira sibuk memeriksa kolong meja.

"Itu kabel sebenernya. Sekaligus status. Kalo gue lapar dia santainya di pohon. Kalo gue sendawa dia udah nyantai di tanah. Kali aja kalian liat."

"Ohh."

"Tapi lo bener sih, Ra. Emang gak ada Kunang Kunang di sini. Lo bukan lagi budeg."

Jihan lanjut menyuap bubur, mengabaikan senyum Ira pendamping duduknya. Rambut Jihan sudah rapi tak serawut seperti saat tidurnya tadi. Jihan mengunyah lagi.

"Lagian April juga pernah jahil sama aku, Kak."

April yang duduk di seberang meja tetap membaca bukunya.

"Emang semalem lo gak iseng gitu, ke gue?"

"Apa sih Kak. Hihi.. Namanya juga lagi ditinggalin, ya aku nyari ke kamar. Bukan nambah."

"Ah, nambah."

Ira diam dalam serinya dengan warna pipi sudah pink. Bahkan Ira menggigit bibir. Dia membiarkan makanan saat masih memegang sendok buburnya ini.

Jihan yang habis mengunyah dan bicara begitu, melirik pada Ira. Anehnya, Ira pun melakukan hal yang sama, menoleh ke lawan bicara agak tengadah.

Jihan menurunkan kepala, Ira memejamkan mata.

Chhppp..!

Setelah Jihan dan Ira sarapan, April memberikan selembar uang pada Ira. Dia memberitahu bahwa si penitip adalah Medium, datang waktu pagi di saat Ira masih tidur.

"Dia sempat bingung soalnya dateng pas gue mau ngecas metode makan sama minum."

"Trus?" tanya Jihan.

"Dia minta dan nyomot makanan. Pas dia gigit biskuit gue itu.. pas dia makan.."

April berhenti.

"Gimana reaksinya?"

"Medi kesetrum. Bodinya getar-getar, Han. Ada lonjakannya kayak lonjakan lo, tapi dia gerutukan lumayan lama."

"Trus, dah gitu..?"

"Abis kesengat gitu, rambut dia berdiri semua."

"Lo bilang apa ke dia?"

"Gue bilang. Medi, Medi.. He, bangun.. Med."

"Oh dia pingsan."

"Iya. Dia patung ambruk Han. Gue panggil-panggil, gak juga siuman."

"Ujung-ujungnya?"

"Endingnya gue ambil yang Medi pegang. Baru deh dia sadar. Dia ngaku gak apa-apa padahal gak gue tanya. Dia nerangin kalo uang tadi dari Jnaq sama Unicorn. Abis itu berdiri dan pergi sambil terimakasih."

Ira yang pergi sebentar, sudah duduk kembali. Dia lanjut mengamati uang yang diselidikinya, membuka-buka buku tulis. Ira tetap memegang kertas bernilai 1 GI tersebut, dua huruf itu inisial dari nama Jihan dan namanya.

Sreeekh..! Sreekh..! Sreekh!

Bunyi kertas yang dibuka-buka membuat perhatian April dan Jihan teralih pada acara Ira, dua lajang tidak mengobrol lagi.

Ira melewatkan percakapan yang seru. Sementara April dan Jihan tidak melewatkan aksi Ira yang memburu.

Mereka bertiga sudah tahu dua wajah yang dicetak pada uang itu, yang memang gambar Jihan dan Ira, namun tampaknya mereka sedang dibingungkan sesuatu.

Glith! April menggesek jempol jarinya hingga terbentuk seunit ponsel begitu saja.

"Nih hape lo, Ra. Disimpen. Gak gue buang. Kali aja ada di sini, kalo gak ada di buku."

April menaruh benda gepeng di depan Ira. Tapi Ira sudah menemukan apa yang dicari di buku tulisnya. Dan ternyata itu kertas nota, memo stick.

"Ini Pril. Gambar aku."

April meraih kertas yang Ira asongkan.

"Uang sama kertas update, sama-sama foto aku yang pake baju sekolah."

April segera mengambil uang kertas buatan alien. Dia lalu membandingkannya dengan gambar yang ada di memo stick. Dua picture tersebut memang sama persis adanya seorang Irawati.

April membalikkan memo stick, beralih ke bagian sisi warna. Dia mendapati teks; BERIKAN PADA IRA. April lalu membacakannya.

"Berikan pada Ira."

April segera mengembalikan kedua kertas tersebut sambil mengoceh. "Ken lagi. Tua bangka malah menuhin hardisk lagi."

Chppp! Jihan mencium pipi Ira.

Saat Jihan bicara, Ira mendahului. "Gue-"

"Kak Jihan jadi kesiangan deh buka bar-nya gara-gara aku."

"??!"

Jihan termenung mendengar itu.

"Hehe.."

"Kok lo tau Ra, gue mau cabut, open bar?"

Dengan nafas naik-turun, Ira mengeser kursi dan melabuhkan bibirnya pada Jihan si planga-plongo.

Cppph..! Cuppph..!

Cyppp..!! Jihan balas mengulum dan memegang leher Ira.

Kedua gadis saling mencumbu.

Chppp..! Cyppp!

Ira menapaki lorong sekolah dengan langkah cepat. Sementara April masih menebak-nebak arah perjalanan mereka.

Ira belok kanan menuruni jalan setapak yang memotong lorong sambil tetap pasang kuping di sebelah April yang tak juga berhenti jalan.

Ira berada di sekolahnya sendiri. Dia hapal arah. Tapi lokasi di sini gelap dan sepi, hanya ada mereka berdua. Ira ke sini berdasar informasi dari memo stick, dikepo oleh Ken.

"Bedanya pin sama siaran, pin bisa dibakar, dihancurin, bisa langsung kita kubur atau dihanyutin aja ke Ciliwung. Gak bakal ada hukuman buat lo. Pin-nya hiatus kalo kita cuekin. Kalo protokol jangan, gelombang siar nih jadi paradok. Bakal menjelma jadi sosok penerimanya. Jadi alamatnya karena adress tujuan terhapus di perjalanan."

"Apa mending kita sobek aja ya, Pril?"

"Terserah lo. Tapi siapa tau kali ini Tua Bangka pengen matahin teori Seha. Perjalanan ini barakhir tanya jawab antara dia (Ken) sama lo di terowongan Snail."

"Dia di Server khan ya?"

"Iya. Seratus persen pin-nya gak pernah nyinggung soal terowongan kereta itu. Teori Seha kayak gitu bunyinya."

Sampai di mading sekolah Ira merogoh saku celana cargo-nya, mengecek info lagi. Pada kertas pesan teks masih terbaca; MADING SEKOLAHMU.

Sementara yang Ira temukan di sekolahnya; JANGAN DENGAR APRIL. TANYAI MAWAR TENTANG ROSE.

Dukh! April menggebuk papan mading gaya orang menancap pisau.

"Haha.."

"Dia tau gue gibahin. Tapi lo gak bodoh sampe harus bawain mading ini ke Mawar khan?"

"Aku foto aja madingnya," putus Ira sambil merogoh saku celana panjang.

Ira dobel touch layar ponsel. Dia lalu mundur mengarahkan HP-nya pada mading sekolah. Cekrek!

"Cerdas. Lo tetep kalah, Tua Bangka."

"Apa sih. Nama aku Ira, April," seri Ira ditatap April

April diam memandang Ira dengan keseriusan mendalam.

Di tempat Mawar...

"Lo gak salah. Mawar yang di Snail nama qorinnya Soma. Nama handam-nya Omas. Qorin gue namanya Rose. Handam gue namanya Rosma."

"Handam apa sih, Kak?"

"Handam itu adalah akronim dari hantu-dalam-mesin. Masih kepanjangan sih disebut algonet juga. Gue sukanya lebih ke handam, Ra. Begitu gue kasih nama Rosma, handam ini karakternya emang dia bukan lagi e-ay yang pasif."

"Rose di mana sekarang, War?" tanya April yang ternyata dirinya ini golongan algonet atau seunit handam.

"Kalo mau ketemu Rose sih gue belum tahu tempatnya. Dia gak pernah ngabarin dia lagi ada di mana. Masih trauma."

"Lo owner-nya. Jins sama operator punya ikatan batin."

"Kalian sisir aja deh bangunan-bangunan yang gede. Gue sama dia sering ngumpet di tempat-tempat ini. Mudah-mudahan ya, bangunannya gak runtuh. Ntar gue tanyain kalo Rose ngontek gue."

Di bengkel tambal ban..

"Lo gimana sih, gue bukan minta dianter pulang, Rosma. Majikan lo minta lo ngelayanin turis dengan benar."

Sopir hanya diam menatap April.

"Gedung angker, Rosma. Rose mana ada di sini."

April protes di kursi penumpang. Sementara Ira sudah turun menutup pintu. Blugh!

"Kalian paling hapal erte sini ketimbang gue, Girl."

"Lo sama absurdnya sama si Tua Bangka. Tukang belit ke sana-sini."

"Lo udah makan, Pril? Kalimat lo lapar benar."

April langsung turun, pintu pun dibantingnya. Brugh!

Tin! Mini bus ini melaju kembali ke jalan raya, berbaur dengan kendaraan lainnya.

"Montirnya kok cowok sih, Pril?"

Ira menatap kesibukan pria tak dikenal di bengkel miliknya.

"Nih temlen khan.. Mawar yang punya, Ra. Lo malah turun."

"Trus mana adiknya si bapak ini?"

"Ya siswa yang ngisi angin motornya itu."

"Iya itu motor aku, April. Mau aku pake buat ke terminal. Lahan di sana khan kosong. Terbengkalai. Kak Rose pasti ada di sana. Tapinya kalo motor-"

"Tua Bangka.."

April pergi meninggalkan Ira. Arah jalannya menjauhi bengkel.

"April! Ha-aaa.. Itu motor aku!"

Di terminal kosong..

Terik matahari cukup membakar kulit namun para PKL pinggir terminal dapat keteduhan di bawah tenda dan terpal yang terpasang.

Sepanjang trotoar dan pagar terminal orang-orang mampir di warteg langganan, di pedagang mie ayam favorit, betah duduk di warung rokok, beberapa pelajar berkerumun di tukang seblak, di antara mereka ada Ira dan April yang masih jalan-jalan mencari pintu masuk ke terminal.

"Dukuh rame juga panas-panas gini."

"Cek lagi. Ada update-an gak."

Ira berhenti jalan untuk merogoh saku bawah. Dia biarkan April meninggalkannya.

Di memo stick yang Ira ambilnya, isi pesan masih sama. Ken minta Ira menanyakan Rose pada owner-nya. Lalu di sisi kedua, tidak kosong, hanya berisi teks yang sama.

Cekrek! Ira selfie di keramaian Dukuh.

Ira lanjut berjalan kaki sambil memeriksa hasil foto-fotonya. Sampai Di tikungan..

Tin..!

Ckiit!

Seorang pengendara Ninja sukses mengerem motornya di depan Ira.

"Eh aduh. Maaf ya Bang. Maaf.. Aku gak lihat. Swer. Maaf."

Brrmm..!

Melihat tangan Ira disatukan, menjepit ponsel, pengendara Ninja ini segera melaju kembali.

Ira meneruskan langkahnya. Area tikungan memang rawan, pejalan kaki tak bisa melihat karena ada roda kayu tinggi dan besar menutupi objek di balik belokan.

April menoleh ke lawang ruangan. Dia lanjut melihat-lihat retakan langit-langit begitu Ira datang. Di sini teduh tapi bau pesing dan lantainya kotor berserakan sampah-sampah.

Seorang pria dekil berpakaian kain lap, atau mungkin baju sobekan, lewat dengan takut-takut. Dia keluar tanpa minat rumahnya dikunjungi dua gadis cantik.

"Kosong di sini. Kita terusin ke mall yang banjir itu deh, yuk?" ajak Ira pada April.

"Ayo aja sih. Selagi dengkul kita fungsi."

"Khan gak ngaruh sama kamu, Pril."

"Mau-maunya lo diprank, Ra."

"Kyaa..!!"

Terdengar jeritan di luar. Sumber suara dari lantai bawah, gemanya cukup keras karena jendela dan lawang tak berdaun, pintu gedung sudah diambil semua.

"Nah lho siapa tuh, Pril?"

"Ketemu artis tadi paling."

Di luar..

"Hai Kak. Sori ya diikutin. Tapi niat gue mau baik-baik, mau nanyain nama parfum aja, Kak."

"Hhssh..! Hssh!" endus Ira pada lengan kaos hodie-nya.

"Lo keringetan Ra."

"Tapi.."

"Boleh ikut gue sebentar Kak? Temen-temen pada nyuruh gue ngejar Kakak yaa. Tapi bukan mau ngapain, ngapain, kan. Cuma pengen tau nama parfumnya."

"Citrus. Tapi aku gak tau nama latinnya apa, Kak," jujur Ira.

"Ya udah. Kakak sekarang ikut dulu aja ke toko tadi."

Ketika Ira melirik April, minta pertimbangan, April kembali masuk gedung meninggalkan Ira.

Siswi sebaya segera meraih tangan Ira dan menggandengnya ke luar terminal.

Sekembalinya Ira ke tempat selfie, geng seblak menciumi pakaian target dengan hidungnya. Mereka mengenal aroma yang dicium berserta namanya. Satu sama lain memastikan lagi, mengulang pengendusannya pada baju Ira.

"Lavender ini. Floral gue bilang. Ini jenis floral."

"Ih goblok. Dia sendiri bilang dari citruz. Buah-buahan!"

"Lo cium sendirilah, Cug."

Semua masih berebut mengerubungi Ira.

"Hhhss.. Ini gourmand. Umhh. Wangi gue!"

"Nih Fougère. Gue pake parfumnya."

"Eh aduh.. Udah belum?" tanya Ira.

"Bentar ya, Kak. Coba angkat ding tangannya. Kak."

Ira menurut. Dia biarkan si peminta mengendus ketiaknya.

"Hhhss-hhss! Floral. Ini."

"Gourmand, Dodol. Tanya tokonya. Ihh, jangan dorong!"

"Gantian..!."

"Bentar ih."

"Aduh.. Ini Citruz," jawab Ira sekalipun tak ditanya

"Pekat. Hhssh-hhs!! Ini Eau Fraîche.. Gengs. Eau Fraîche woy."

"Lo lagi pilek. Ratain dulu muka lo."

"Tulalit."

"Elis, sabar.. ih. Sakit kuku lo."

"Eh aduh..."

"Minggir, Pesek..!"

"Bentar, Kuda."

Mereka kian penasaran dengan pakaian Ira, mulai berdesakan, beberapa sudah mengendus jari tangan Ira, dari samping kiri 3 orang, dari depan 5 orang, dari samping kanan 4 orang, dari belakang 6 orang. Mereka siswi putih abu dan Ira tak mengenal badge kampus di seragam mereka.

"Ha-aaa.. April..."

"Udah woy. Fix ini Eau Fraîche.."

"Bentar ya Kak. Lima meniiit aja. Ya.. Plis.. Yaa."

............ TBC

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!