Jadi dayang? Ya.
Mencari cinta? Tidak.
Masuk istana hanyalah cara Yu Zhen menyelamatkan harga diri keluarga—yang terlalu miskin untuk dihormati, dan terlalu jujur untuk didengar.
Tapi istana tidak memberi ruang bagi ketulusan.
Hingga ia bertemu Pangeran Keempat—sosok yang tenang, adil, dan berdiri di sisi yang jarang dibela.
Rasa itu tumbuh samar seperti kabut, mengaburkan tekad yang semula teguh.
Dan ketika Yu Zhen bicara lebih dulu soal hatinya…
Gerbang istana tak lagi sunyi.
Sang pangeran tidak pernah membiarkannya pergi sejak saat itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ide Gila Yu Zhen Di Tengah Kepanikan
Suara bisik-bisik marak di udara:
"Seratus cambukan...?"
"Tidak mungkin bertahan."
"Kalau begitu... menyerah pada rakyat biasa?"
Mata semua orang kini menajam,
menunggu siapa yang akan memilih apa.
Xuan berdiri tegak, matanya menatap lantai batu di hadapannya.
Dalam hatinya, pergolakan hebat terjadi.
"Menerima cambukan... berarti mungkin mati.
Menyerah kehormatan... berarti putraku... martabatnya jatuh bersamaku."
Tubuhnya sedikit bergoyang,
tapi tatapannya tetap dingin, berat.
Sementara itu Ji'an...
giginya bergemeletuk menahan kemarahan.
"Tidak. Aku tidak akan menyerah begitu saja."
Tapi apakah ia mau dicambuk?
Atau menyerahkan gelar yang selama ini dibangun dengan darah dan tipu daya?
Wajahnya memucat.
Bau anyir busuk dari altar belum menghilang.
Asap dupa bercampur udara berat memenuhi seluruh halaman,
membuat dada terasa berat, kepala pening, dan perut bergolak.
Selir Xuan berdiri di tempatnya, wajahnya tetap tanpa ekspresi—
namun tubuhnya sedikit bergoyang.
Tangannya, tersembunyi di balik lengan jubah upacara, mencengkeram erat kainnya.
Napasnya mulai tak teratur.
Dan... tiba-tiba—
bau busuk yang menusuk itu,
campur ketegangan, campur tekanan batin yang menyesakkan selama upacara memalukan ini—
membuat perut Xuan berkontraksi hebat.
Dia menunduk sedikit, wajah pucat, bibir gemetar.
Tangannya reflek menutupi mulut.
Ia mual.
Tubuh agung itu, yang selama ini kuat menahan badai harem,
tak mampu melawan reaksi tubuhnya sendiri.
Sebuah suara lirih terdengar dari tenggorokannya.
Xuan terhuyung setengah langkah ke depan, menahan diri.
Yu Zhen, yang berdiri tak jauh di belakang, melihat itu.
Mata gadis muda itu melebar panik.
"Nyonya Xuan...?"
Jantungnya berdetak kencang.
Ketakutan, kecemasan, dan rasa bersalah membanjirinya.
Ia tak tahan melihat Nyonya Xuan yang tegar itu kini terhuyung dan mual di depan umum.
"Kalau beliau harus dicambuk..."
"Kalau beliau dijatuhkan jadi rakyat biasa..."
Yu Zhen meremas ujung lengan bajunya erat-erat.
Otaknya berputar kacau,
mencari sesuatu... apa pun... untuk menyelamatkannya.
Dan saat melihat Xuan menutupi mulut dengan wajah pucat—
sebuah ide gila melintas dalam pikirannya.
"Mual...?"
"Tanda hamil...?!"
Gadis itu tanpa sadar melangkah maju lagi,
suara di tenggorokannya bergetar tapi bulat:
"Mohon ampun, Yang Mulia!"
Semua mata berbalik.
Sekali lagi, Yu Zhen berdiri di tengah badai.
Ia membungkuk lebih dalam,
lalu mengangkat wajah kecilnya dengan mata jernih.
Suara jujurnya terdengar lantang di halaman suci itu:
"Selir Xuan...
tidak bisa dijatuhi hukuman berat."
"Beliau...
tengah mengandung pewaris kerajaan."
Waktu seolah membeku.
Bisik-bisik liar meledak dari sudut-sudut halaman.
"Mengandung...?"
"Selir Xuan hamil...?!"
"Ini... ini pewaris baru...!"
Wajah para pejabat pucat.
Beberapa kasim hampir menjatuhkan baki persembahan.
Bahkan para pangeran yang hadir terdiam membatu.
Kaisar Rong Gao Ming berdiri perlahan dari singgasananya.
Jubah emasnya mengeluarkan suara gesekan berat.
Matanya—yang biasanya setenang dan setegas batu karang—
kini menatap tajam ke arah Xuan... lalu ke arah Yu Zhen.
"Benarkah ini?"
Suara hatinya berat, dalam, seperti bumi sendiri berbicara.
Xuan sendiri membeku di tempat.
Otaknya kosong.
Ia... bahkan tak tahu harus menyangkal atau mengiyakan.
"Apa... apa yang gadis itu baru saja lakukan...?"
"Hamil...? Aku...?"
Yu Zhen menunduk lebih dalam, kakinya gemetar, sara kecil itu terdengar menggema di udara.
"Karena itu...
rasa mual beliau...
dan demi melindungi pewaris kerajaan,
mohon... ampuni beliau dari hukuman cambuk."
Yu Zhen.
Dayang tak bermarga.
Gadis kecil yang baru saja melemparkan batu ke tengah kolam istana—
dan menciptakan riak yang belum tentu bisa dikendalikan siapa pun.
Dalam diamnya, Kaisar merenung cepat.
"Dia..."
"Anak itu."
Ia mengingat parade panen.
Mengingat keberanian gadis itu berdiri di tengah badai fitnah.
Mengingat bagaimana gadis itu bahkan melindungi anaknya, Jing Rui, tanpa pamrih.
Dan sekarang, melindungi Xuan—wanita yang selama ini berdiri di sampingnya dalam sepi kekuasaan.
Yu Zhen...
"Gadis ini terlalu jujur untuk berbohong demi keuntungan pribadinya."
"Kalaupun dia berbohong..."
"...itu semata-mata untuk menyelamatkan orang yang dianggapnya berharga."
Sebuah rasa hangat, aneh, naik di dada Kaisar.
Di tempat yang bahkan para selir tercantik tak bisa jamah.
Di tempat sunyi dalam hatinya yang selama ini dingin dan penuh waspada.
Ia menghela napas pelan.
"Kalau ini bohong..."
"Maka aku... akan membuat kebohongan ini jadi nyata."
Matanya menyipit pelan,
penuh keteguhan diam.
Ia ingat—
di dalam istana, ada satu tabib tua kepercayaannya.
Orang itu selama ini dipakai untuk membuat laporan kesehatan palsu,
saat ia ingin menghindari tugas-tugas politik atau mengatur pertemuan-pertemuan berat yang ia tahu sudah ada jebakan di dalamnya.
Tabib itu pandai...
dan lebih penting: setia.
Jika perlu...
"Aku bisa mengatur hasil pemeriksaan medis."
"Aku bisa melindungi Xuan... dan juga gadis kecil itu."
Dengan segala cara.
Bahkan dengan cara paling kotor pun, demi melindungi keluarga yang tersisa dalam hatinya.
Sementara di bawah altar,
Yu Zhen masih bersujud membeku,
dadanya berdebar keras—
antara ketakutan... dan ketulusan yang tak bisa ditarik kembali.
Selir Xuan, berdiri kaku.
Pikiran dan jantungnya berdesing, tidak mengerti mengapa Kaisar belum juga bicara.
Ji'an, di sisi lain altar,
menggertakkan giginya dalam diam.
Merasakan sesuatu—
sesuatu yang tidak adil sedang terjadi di hadapannya.
Kaisar perlahan melangkah turun dari singgasana kecilnya.
Langkah kakinya berat... namun mantap.
Saat ia berdiri di depan Xuan dan Yu Zhen—
di bawah sinar bulan yang memutihkan seluruh dunia—
suara beratnya akhirnya terdengar:
"Tabib Besar.
Panggil.
Periksa Selir Xuan sekarang."
Suara itu tegas.
Tak memberi ruang untuk bantahan.
Semua orang menunduk lebih dalam.
Festival Kue Bulan...
berubah menjadi malam penentuan nasib banyak orang.
Tabib tua berbaju putih keperakan—yang selama ini tersembunyi di bayang-bayang kekuasaan—melangkah maju.
Wajahnya penuh keriput, langkahnya pelan, tapi matanya tajam.
Orang dalam istana tahu:
tabib ini bukan hanya mengobati sakit...
tetapi juga...
mengobati situasi.
Tabib itu bersujud di hadapan Kaisar, lalu bangkit, berjalan menghampiri Xuan.
Semua mata menahan napas.
Xuan sendiri tak bergerak.
Dibalik ketenangan wajahnya, hatinya berdenyut keras.
"Yu Zhen... apa yang kau lakukan padaku..."
"Kau... mempertaruhkan nyawamu sendiri..."
Tapi di saat yang sama—
ia melihat kilatan dalam mata Kaisar.
Kilatan yang tak pernah ia lihat sejak dulu:
keyakinan.
Mendadak, hatinya menghangat aneh.
Tabib meletakkan tiga jari di pergelangan tangan Xuan,
menghitung denyut nadi halus itu perlahan.
Lama.
Sangat lama.
Sampai semua orang mulai menggigit bibir karena menahan ketegangan.
Akhirnya, tabib mengangkat kepalanya, membungkuk dalam-dalam kepada Kaisar:
"Hamba mengucapkan selamat.
Sesuai pemeriksaan...
Selir Xuan...
benar sedang berbadan dua."
Suara gemuruh kecil meledak di antara barisan dayang, pejabat, bahkan para selir lain yang hadir.
"Hamil...!"
"Benar-benar... ada pewaris baru...!"
"Surga memberkati!"
Mata beberapa pejabat berbinar terang—
pewaris darah kekaisaran baru adalah berita besar.
Masih trauma dengan kesalahan diri
Sudah pencet bintang 5 untuk seorang author
Begitu muncul hanya 3.
Dan akhirnya kena block.
Berasa berdosa sama sang author
Vote terimakasih untukmu
Sekalipun cara yg di tempuh salah.
Orang tak bersalahpun menjadi korban
Hingga menjatuhkan menjadi keharusan
Riwayat sebuah propinsi kaya yg rakyatnya menderita
Kesenjangan yg di sengaja
yang memaksakan kehendak lewat cara tetcela.
Demi keamanan dan kenyamanan Yu zhen
Semoga Yu Zhen tetap baik baik
Tolong jangan bermain dengan perasaan dulu..
Sebelum semua baik baik saja
Kalem tapi tegas
Tetaplah tumbuh dengan karaktermu
cerita bagus begini kenapa sedikit sekali peminatnya
Semoga rasa yg ada,tak berbuah petaka kedepannya